Utang Jatuh Tempo pada Awal Pemerintahan Prabowo Sentuh Rp 800 Triliun, Kemenkeu Paparkan Cara Bayarnya

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir memastikan utang-utang tersebut akan dilunasi pada 2025.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 27 Sep 2024, 10:58 WIB
Pemerintah Indonesia memiliki utang jatuh tempo sebesar Rp 800,33 triliun pada 2025.(Liputan6.com/Trieyasni)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia memiliki utang jatuh tempo sebesar Rp 800,33 triliun pada 2025. Artinya, utang jatuh tempo tersebut menjadi tanggungan pemerintahan baru Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Kemenkeu mencatat, utang jatuh tempo Indonesia pada 2025 mencapai Rp 800,33 triliun, yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) Rp 705,5 triliun dan pinjaman senilai Rp 94,83 triliun.

Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir memastikan utang-utang tersebut akan dilunasi tahun depan. Ia optimistis, pemerintah masih punya kemampuan untuk membiayai defisit dan utang.

"Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi," kata Riko, dalam kegiatan Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).

Riko menuturkan, sumber pendanaan untuk pembayaran utang utamanya berasal dari refinancing. Sebagai informasi, Refinancing merupakan skema pendanaan dengan mengajukan pinjaman baru dengan bunga yang lebih kecil.

Skema itu dilakukan dengan penerbitan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) untuk membayar utang jatuh tempo tersebut. Strategi pun cukup aman untuk dilakukan karena kondisi ekonomi Indonesia yang cukup baik.

"Yang dilihat adalah kemampuan dari negara kita, refleksinya apa? yaitu credit rating kita yang investment grade, yang menyatakan kondisi ekonomi kita cukup baik, membuat kita masih bisa melakukan refinancing terhadap utang yang jatuh tempoh tersebut," jelas Riko.

 


Utang Luar Negeri Indonesia Nambah, Sekarang Jadi USD 414,3 Miliar

Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Juli 2024 tetap terkendali. Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada Juli 2024 tercatat sebesar USD 414,3 miliar atau secara tahunan tumbuh sebesar 4,1%. 

“Perkembangan Utang Luar Negeri tersebut bersumber dari sektor publik, baik Pemerintah maupun Bank Sentral,” kata Asisten Gubernur Departemen Komunikasi Erwin Haryono, Kamis (19/9/2024).

Posisi Utang Luar Negeri pada Juli 2024 juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan mata uang dolar AS terhadap mayoritas mata uang global, termasuk rupiah.

Di sisi lain, Utang Luar Negeri pemerintah tetap terkendali. Posisi Utang Luar Negeri pemerintah pada Juli 2024 sebesar 194,3 miliar dolar AS, atau tumbuh sebesar 0,6% (yoy), setelah mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,8% (yoy) pada Juni 2024.

Perkembangan Utang Luar Negeri tersebut dipengaruhi oleh penarikan pinjaman luar negeri dan peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN), seiring dengan tetap terjaganya kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia. 

“Sebagai salah satu instrumen pembiayaan APBN, pemanfaatan ULN terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor produktif serta belanja prioritas guna melanjutkan momentum pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.

BI melihat Utang Luar Negeri pemerintah tetap dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel untuk mendukung belanja, antara lain pada Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (20,9% dari total Utang Luar Negeri Pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (18,9%); Jasa Pendidikan (16,8%); Konstruksi (13,6%); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,4%).

Posisi Utang Luar Negeri pemerintah tetap terkendali mengingat hampir seluruh Utang Luar Negeri memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,98% dari total Utang Luar Negeri pemerintah.


Utang Swasta

Sementara, Utang Luar Negeri swasta mencatat kontraksi pertumbuhan. Pada Juli 2024, posisi Utang Luar Negeri swasta tercatat sebesar USD 195,2 miliar atau mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 0,1% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan yang rendah pada Juni 2024.

Perkembangan tersebut terutama didorong oleh Utang Luar Negeri perusahaan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang mencatatkan kontraksi pertumbuhan sebesar 0,04% (yoy).  

Berdasarkan  sektor ekonomi, Utang Luar Negeri swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 78,9% dari Utang Luar Negeri ULN swasta.

Utang Luar Negeri swasta juga tetap didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,3% terhadap total ULN swasta.  


Masih Sehat

Adapun struktur ULN Indonesia tetap sehat, didukung oleh penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaannya. Hal ini tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,2%, serta didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 84,9% dari total ULN.

Dalam rangka menjaga agar struktur Utang Luar Negeri tetap sehat, Bank Indonesia dan Pemerintah terus memperkuat koordinasi dalam pemantauan perkembangan ULN. Peran ULN juga akan terus dioptimalkan untuk menopang pembiayaan pembangunan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

“Upaya tersebut dilakukan dengan meminimalkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” pungkasnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya