Liputan6.com, Jakarta - Wacana pertemuan Ketum Partai Gerindra sekaligus Presiden terpilih RI Prabowo Subianto dengan Ketum PDIP sekaligus Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri terus bergulir sejak lama. Namun hingga saat ini, rencana pertemuan dua tokoh bangsa tersebut masih belum pasti, bahkan untuk kepastian waktu dan tempatnya.
Dari kedua kubu mengisyaratkan bahwa pertemuan bakal berlangsung sebelum pelantikan Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2025. Pelantikan dijadwalkan akan berlangsung pada 20 Oktober 2024 atau kurang dari sebulan lagi.
Advertisement
Prabowo sendiri berharap pertemuannya dengan Megawati bisa segera terjadi dalam waktu dekat. Hal ini diungkapkan Prabowo usai menghadiri rapat terakhir sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) bersama Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (25/9/2024) lalu.
“Insyaallah, mudah-mudahan,” kata Prabowo singkat.
Namun saat ditanya apa agenda yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut, Prabowo hanya merespons dengan tersenyum ke awak media.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa komunikasi terkait pertemuan antara Prabowo dengan Megawati terus berlangsung. Namun, ia menyebut bahwa lokasi dan tanggal pertemuan tersebut masih dalam tahap penentuan.
"Sebetulnya begini, komunikasi-komunikasi sudah dijalankan. Tetapi kemudian masalah tanggal, masalah tempat ini juga masih dipastikan karena masing-masing saling mencocokkan," ujar Dasco saat diwawancarai di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Makanan Sudah Disiapkan
Meski demikian, Dasco menambahkan bahwa persoalan makanan untuk pertemuan antara ketum parpol tersebut sudah disiapkan.
"Yang pasti soal makanan sudah ditentukan, itu aja," katanya memungkasi.
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani mengungkapkan, bahwa Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri sama-sama berkeinginan untuk bertemu.
Hal itu dia sampaikan menanggapi soal perkembangan rencana pertemuan antara Prabowo dengan Megawati yang terus bergulir menjelang agenda pelantikan poresiden dan wakil presiden 2024-2029.
“Kita sudah bicara juga bersama-sama, yang bisa saya sama-sama pahami beliau berdua sama-sama berkeinginan untuk saling bertemu,” kata Puan saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/9/2024).
Lebih lanjut, Puan pun menegaskan, dalam waktu dekat Prabowo dan Megawati akan bertemu.
"Ya Insyaallah akan segera kita adakan pertemuan antara Ibu Mega dengan Pak Prabowo. Dalam waktu yang timing-nya tepat," ujar dia.
Saat dipertegaskan, di mana Prabowo dan Megawati akan bertemu, Puan Maharani hanya menjawab singkat. "Di tempat yang asyik," katanya memungkasi.
PDIP Tak Mau Pertemuan Prabowo-Megawati Dianggap Transaksional
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah tak ingin pertemuan Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo Subianto, diartikan transaksional.
"Seakan-akan kalau pemimpin bangsa bertemu langsung bagi-bagi kekuasaan, pertemuan itu pertemuan transaksional, itu yang tidak baik bagi kita semua," kata dia di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis 19 September 2024.
"Kita diminta oleh publik agar partai politik tidak transaksional, begitu kedua pemimpin akan bertemu, langsung pertanyaannya apakah ini bagian dari bagi-bagi kursi, transaksional lagi. Nah kita ini suruh ngapain sesungguhnya ya," sambungnya.
Said menegaskan, tidak ada tujuan khusus pada pertemuan Megawati dengan Prabowo. Apalagi, tidak ada perbincangan antara PDIP dengan Partai Gerindra.
"Tidak pernah ada statement apapun yang diinginkan oleh PDI Perjuangan (PDIP) dan kawan-kawan Gerindra, bertemunya kedua pemimpin bangsa ini, itu aja. Tidak plus, tidak minus," tegasnya.
Ketua DPP PDIP Yasonna Laoly angkat bicara soal kemungkinan partainya akan bergabung atau tidak ke Koalisi Indonesia Maju (KIM). Menurutnya, PDIP selalu berupaya membantu setiap periode pemerintahan dalam bentuk apapun.
"Bukan (gabung KIM atau tidak). Kita akan membantu setiap pemerintahan untuk membangun bangsa ini. Yang baik itu harus kita dukung," tutur Yasonna di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
Belakangan, rencana pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dengan presiden terpilih Prabowo Subianto semakin menguat. Yasonna mengatakan, hal itu akan diatur oleh Sekjen partai masing-masing.
“Kan seperti yang dikatakan Pak Sekjen Gerindra, akan ada. Kita nantikan, kapan itu ya sekjen masing-masing yang atur. Karena Bu Mega masih di Rusia, dari Rusia ke Uzbek (Uzbekistan),” jelas dia.
Yang jelas, kata Yasonna, pembahasan yang nanti akan diulas oleh Megawati dan Prabowo hanya diketahui keduanya.
“Ya enggak tahu (bahas bergabung KIM atau tidak), kan ibu yang atur,” kata Yasonna menandaskan.
Advertisement
Sinyal Beda dari Puan Maharani
Sementara itu, Ketua DPP PDIP Puan Maharani justru memberi sinyal bahwa partainya berpeluang merapat ke pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
“Insya Allah (merapat), tidak ada yang tidak mungkin,” kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2024).
Bahkan, Puan mengaku PDIP sudah membangun komunikasi intens dengan Prabowo pasca pilpres selesai beberapa bulan lalu.
“Selalu berkomunikasi dari sejak selesai pemilu, selalu berkomunikasi,” kata Puan.
Menurut Puan, perwakilan dari PDIP sudah berkali-kali bertemu lansung dengan Prabowo. Pertemuan itu dilakukan usai pilpres. “Ya selalu ada komunikasi, saya sudah berkali-kali bertemu dengan Pak Prabowo,” kata dia.
Namun dalam kesempatan lain, Puan Maharani mengaku belum membahas soal apakah PDIP akan gabung kabinet Prabowo-Gibran atau tidak. Saat ini, partainya tengah fokus mempersiapkan pelantikan anggota dewan periode 2024-2029.
"Kami belum bicara terkait dengan masalah kabinet, karena kami masih fokus dengan pelantikan tanggal 1 Oktober, pelantikan anggota DPR tanggal 1 Oktober," kata Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (27/9/2024).
Dia pun tak menjawab secara lugas apakah akan ada kader PDIP yang masuk ke kabinet. "Dan apakah akan menempatkan salah satu kader atau tidak, kita tunggu saja," imbuh Puan.
Keputusan di Tangan Megawati
Di tempat lain, Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga mengatakan, keputusan untuk bertemu dengan Prabowo tergantung dari sikap Megawati. Hingga kini belum ada wacana apapun terkait pertemuan itu.
"Belum ada (rencana pertemuan). Itu adalah hak prerogatif kebijaksanaan dari Ibu Ketua Umum. Kita tunggu bersama saja," kata Eriko dalam keterangannya, Kamis (26/9/2024).
Eriko juga menjawab pertanyaan wartawan apakah pertemuan itu nanti akan membuat posisi PDIP menjadi koalisi di pemerintahan Prabowo-Gibran. Eriko menegaskan PDIP tidak mengenal terminologi koalisi dan oposisi dalam konteks ketatanegaraan.
"Secara ketentuan hukum tidak ada yang namanya koalisi dan oposisi," kata Eriko.
Eriko mengajak semua pihak menunggu perkembangan terkait pertemuan itu. Yang pasti, lanjut Eriko, hubungan Megawati dengan Prabowo tidak ada masalah.
"Kalau secara pribadi, saya tahu persis Ibu Ketua Umum dengan Pak Prabowo itu sangat dekat. Bahkan bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa pada saat kepulangan Pak Prabowo juga, kan, pada saat zaman Ibu Mega, pemerintahan. Artinya di sini, mari kita tunggu," tandas dia.
PDIP Jual Mahal?
Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio (Hensat) menilai, pertemuan antara Prabowo Subianto dengan Megawati Soekarnoputri akan membawa kebaikan untuk Indonesia.
"Pertemuan Megawati-Prabowo ini hal yang luar biasa jika terjadi. Keduanya bertemu sebagai pemenang pilpres dan pileg, bisa membawa suatu perbaikan dan kebaikan untuk Indonesia," kata Hensat dilansir Antara, Senin (16/9/2024).
Dia menjelaskan, kebaikan itu dapat diartikan sebagai pertanda berakhirnya perseteruan antara PDI Perjuangan dengan KIM yang terjadi selama Pilpres 2024 lalu.
Bukan hanya itu, menurut Hensat, pertemuan Megawati dengan Prabowo juga dapat menjadi simbol bahwa keduanya bisa berkolaborasi dalam pemerintahan.
"Jika dalam pertemuan ini keduanya saling mengerti bahwa kolaborasi keduanya diperlukan untuk kemajuan Indonesia, ini akan bagus sekali," kata dia.
Namun demikian, kata Hendri Satrio, hal tersebut belum tentu memastikan PDIP mau masuk ke dalam Koalisi Indonesia Maju. PDIP bisa saja tetap berkolaborasi, namun dari luar lingkaran kekuasaan.
Sementara itu, pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi menilai rencana pertemuan Prabowo dengan Megawati tidak bermanfaat secara politik, kecuali PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran. Namun jika PDIP bergabung, maka justru akan melemahkan demokrasi.
"Bahkan mudaratnya lebih besar daripada manfaatnya, karena tidak ada lagi partai politik yang menjadi kontrol kekuasaan jika PDIP bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran," kata dia.
Menurutnya, kalaupun itu terjadi tentu tidak mudah dan tidak gratis. Ada harga yang harus dibayar misalkan sejumlah kursi menteri untuk PDI Perjuangan.
Terlebih, PDI Perjuangan merupakan partai dengan jumlah kursi terbanyak di DPR dan satu-satunya partai yang belum bergabung ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Dengan kondisi demikian, PDIP berada pada posisi tawar yang lebih tinggi. Apalagi PDIP tahu bahwa Prabowo tidak menginginkan adanya oposisi. Karena itu, PDIP pastinya akan jual mahal," jelas Haidar.
3 Faktor PDIP Sulit Gabung Koalisi Prabowo-Gibran
Ia juga menilai bahwa ada beberapa faktor yang membuat PDIP sulit bergabung ke dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Pertama, faktor sejarah. Orde lama versus orde baru. Soekarno versus Soeharto. Dan kita tahu, ada Titiek Soeharto bersama Prabowo," kata Haidar.
Ia meyakini, orde baru merupakan memori kelam yang sangat membekas dalam ingatan Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri. Baik pada masa awalnya ketika Soeharto menduduki tampuk kekuasaan menggantikan Soekarno, maupun pada akhirnya saat Megawati berperan dalam reformasi tumbangnya orde baru.
"Kedua, faktor SBY," lanjut R Haidar Alwi.
Ia melihat, hingga saat ini Megawati belum bisa menerima kekalahannya dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam Pilpres 2004. SBY sendiri kini merupakan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang tergabung dalam koalisi pendukung Prabowo-Gibran.
"Ketiga, faktor Jokowi," sambung Haidar Alwi.
Dalam pengamatannya, PDI Perjuangan mungkin menganggap Jokowi sebagai pengkhianat. "Bagi Megawati dan PDIP, semua itu mungkin berbau pengkhianatan," katanya memungkasi.
Advertisement