BKKBN Sebut Susu Ikan Suatu Usaha untuk Atasi Masalah Stunting

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai, penggunaan susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam program makan bergizi gratis yang digagas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah langkah baik.

oleh Tim News diperbarui 28 Sep 2024, 02:03 WIB
Pekerja menunjukkan hasil produksi bubuk susu ikan yang sudah dikemas di PT Berikan Bahari Indonesia di Bekasi Timur, Jawa Barat, Rabu (18/9/2024). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menilai, penggunaan susu ikan sebagai alternatif pengganti susu sapi dalam program makan bergizi gratis yang digagas Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka adalah langkah baik.

Deputi Bidang Advokasi, Penggerak, dan Informasi (ADPIN) BKKBN, Sukaryo Teguh Santoso mengklaim, ini sebagai upaya pemerintah dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.

"Ya itu salah satu upaya ya saya kira. Saya kira pak presiden kedepannya memetakan aspek-aspek stunting, ketika kita berbicara soal stunting kan tidak tinggi, badan, dan sebagainya," kata dia di Jakarta Timur, Jumat (27/9/2024).

"Tapi sesungguhnya spirit-nya adalah menjamin generasi ke depan itu generasi yang berkualitas. Kalau kita bicara memang peningkatan SDM ya tidak hanya aspek fisiknya ya, tapi aspek psikis juga menjadi penting, tidak hanya raga tapi jiwa," tambahnya.

Meski begitu, Sukaryo menuturkan, untuk menurunkan angka stunting tidak hanya berbicara gizi saja. Melainkan juga dari lingkungan, pendidikan hingga kemiskinan.

"Intervensinya ini kan juga tidak bersifat spesifik ya gizi saja, melainkan juga lingkungan, pendidikan, dan kemiskinan itu menjadi sangat penting," ujarnya.

Meski begitu, susu ikan juga menjadi penting dalam menurunkan angka stunting. "Ya, tentu saja dan itu makanan kok. Makanan bergizi itu penting," ucapnya.

 


Stunting Masalah Isu Strategis ke Depan

Dirinya menegaskan, permasalahan stunting akan menjadi salah satu isu strategis ke depan. Apalagi memang selama ini sudah dilakukan berbagai upaya dalam menurunkan stunting.

"Sehingga memang stunting ini perlu, ya kami sangat mendukung itu menjadi salah satu isu strategis ke depan ya. Memang selama ini kita juga berupaya dan hasilnya selama ini cukup signifikan," tegasnya.

"Kalau kita lihat dari angka-angka prevalensi juga terjadi penurunan, hanya saja untuk tahun ini untuk mencapai 14 persen itu kita lihat lah hasil SSGI yang dipetakan oleh Kemenkes seperti apa persentasenya," sambungnya.

Ia berharap isu stunting tetap menjadi isu utama pemerintahan mendatang.

"Mudah-mudahan ke depan, isu terkait SDM, terutama stunting, itu tetap menjadi isu prioritas, dan sekali lagi pemerintahan Pak Prabowo ini kan sangat concenrn urusan SDM yang berkualitas," pungkasnya.


Bos Pengembang: Tidak Apple to Apple Bandingin Sama Susu Sapi

Munculnya inovasi susu ikan membuat masyarakat bertanya-tanya. Ada yang penasaran dengan rasanya, ada pula yang menghujat terutama di media sosial.

Menanggapi reaksi warganet, CEO PT Berikan Teknologi Indonesia, Yogi Aribawa Krisna angkat bicara. Menurutnya, susu ikan memang tidak tepat jika dibandingkan dengan susu sapi termasuk soal kandungan gizinya, karena tidak apple to apple.

"Memang tidak bisa dibandingkan apple to apple karena masing-masing ini, satu, sumbernya berbeda. Kedua, memang proses pengolahannya pun berbeda. Jadi, pasti ada kekurangan dan kelebihan masing-masing," ujar Yogi saat ditemui di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta pada Selasa, 17 September 2024.

Salah satu perbedaan yang jelas antara susu ikan vs susu sapi adalah kandungan laktosanya. Susu sapi jelas mengandung laktosa sementara susu ikan tidak alias free lactose.

"Bisa dikatakan 70 persen orang Asia itu lactose intolerant, jadi ini adalah alternatif untuk orang yang tidak bisa mengonsumsi laktosa bisa menggunakan dalam tanda kutip susu ikan," tambahnya.

Yogi tak memungkiri, isu susu ikan ini memang menjadi diskursus netizen. Namun, poin yang dapat diambil, ini adalah salah satu cara alternatif dalam mengonsumsi ikan yang praktis dan bisa multiaplikasi.

"Jadi, saat ini memang kita lihat trennya orang ingin mengonsumsi itu serba praktis, serba instan. Saya yakin ibu-ibu pekerja, yang pergi pagi pulang malam mungkin nggak sempat untuk mengolah ikan yang masih ada kepala dan ekor. Jadi, sebenarnya kita jadi alternatif untuk cara mengonsumsi tapi dengan gaya yang berbeda," katanya.

 

 

Reporter: Nur Habibie/Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya