Bak Pisau Bermata Dua, Ini 3 Dampak Budaya Self Reward pada Gen Z

Menghargai diri sendiri adalah hal yang baik untuk meningkatkan rasa penghargaan terhadap diri sendiri, tetapi jika tidak dilakukan dengan bijak, dampak negatif bisa mengikis manfaat tersebut.

oleh Ricka Milla Suatin diperbarui 28 Sep 2024, 09:38 WIB
Ilustrasi belanja secara cashless. Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta Apakah kamu pernah merasa ingin memanjakan diri setelah menghadapi tantangan atau mencapai sesuatu yang luar biasa? Hal ini sering disebut sebagai self reward. Budaya ini cukup populer di kalangan mereka yang merayakan keberhasilan setelah berjuang keras untuk mencapai hasil yang memuaskan.

Contoh kegiatan yang biasa dilakukan dalam fenomena self reward ini meliputi berbelanja, membeli berbagai jenis makanan, dan banyak lagi. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk memberikan apresiasi kepada diri sendiri atas usaha keras yang telah dilakukan selama periode tertentu.

Namun, tahukah kamu bahwa budaya self reward ini bisa seperti pisau bermata dua? Tentu saja, menghargai diri sendiri adalah hal yang baik untuk meningkatkan rasa penghargaan terhadap diri sendiri, tetapi jika tidak dilakukan dengan bijak, dampak negatif bisa mengikis manfaat tersebut.

Apa saja dampak buruk dari fenomena self reward? Simak ulasannya yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Sabtu (28/9/2024).


1. Impulsive buying

gambar belanja/hak cipta pexels/cottonbro studio

Dengan sering memberikan self reward kepada diri sendiri, kebiasaan ini bisa memicu perilaku impulsive buying yang tentunya merugikan. Fenomena berbelanja secara spontan dan tanpa rencana ini tidak hanya berdampak negatif pada diri sendiri, tetapi juga pada orang-orang di sekitar kamu.

Dampaknya meliputi pemborosan, peningkatan utang, pengurangan tabungan, serta penyesalan atas barang yang ternyata tidak sesuai harapan. Kebiasaan ini sering kali muncul karena emosi yang mengendalikan pikiranmu, sehingga kamu merasa kesulitan dalam menentukan prioritas yang benar-benar dibutuhkan. Oleh karena itu, penting untuk berhati-hati dalam berbelanja dan memberikan apresiasi kepada diri sendiri dengan bijak.


2. Hadiah tidak lagi spesial

gambar belanja/hak cipta pexels/pixabay

Dengan sering menghargai diri sendiri sebagai bentuk apresiasi, lama kelamaan apresiasi tersebut tidak lagi terasa istimewa seperti pada awalnya. Apresiasi diri menjadi kurang bermakna karena setiap usaha yang dikeluarkan selalu dihadiahi dengan sesuatu yang setara.

Pada mulanya, budaya self reward diterapkan untuk memberi hadiah dan menyegarkan tubuh yang telah bekerja keras. Jika setiap tugas selesai, kamu selalu memberi self reward, tentu rasanya akan berbeda. Oleh karena itu, self reward seharusnya diberikan untuk usaha yang benar-benar signifikan, bukan untuk setiap usaha yang tidak sebanding dengan proses pencapaiannya.


3. Kehilangan fokus dan goals

gambar belanja/hak cipta pexels/Gustavo Fring

Individu yang terbiasa dengan self reward cenderung kehilangan fokus pada tujuan awal dan target yang telah direncanakan sebelumnya. Semua sasaran tersebut akan tergeser karena orang tersebut terlalu sibuk memberi hadiah kepada diri sendiri. Faktanya, ketika gratifikasi menjadi mudah diperoleh, banyak orang mulai kehilangan motivasi untuk mengejar pencapaian yang membutuhkan waktu lebih lama.

Memberikan penghargaan pada diri sendiri memang sangat penting untuk melatih rasa apresiasi terhadap usaha yang telah dilakukan. Namun, tidak semua upaya yang kamu keluarkan harus selalu diimbangi dengan hadiah materi. Ada kalanya kamu hanya perlu self reward tanpa mengeluarkan uang, seperti memberikan diri sendiri waktu untuk beristirahat, dan masih banyak lagi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya