Liputan6.com, New York - Perdana Israel Benjamin Netanyahu memberi isyarat kepada dunia melalui PBB pada hari Jumat (27/9/2024) bahwa berbagai konflik di Timur Tengah masih jauh dari kata selesai. Dia bersumpah untuk terus memerangi Hizbullah di Lebanon dan mengalahkan Hamas di Jalur Gaza hingga mencapai "kemenangan total."
Tidak lama setelah Netanyahu bicara, ledakan mengguncang ibu kota Lebanon, Beirut, dan militer Israel mengaku telah menyerang markas besar Hizbullah. Sasaran pastinya belum jelas, namun diyakini cukup signifikan lantaran mendorong Netanyahu mempersingkat perjalanannya ke New York dan melakukan perjalanan yang tidak biasa pada Hari Sabat untuk pulang.
Advertisement
"Israel memiliki hak penuh untuk menghilangkan ancaman ini dan mengembalikan warga negara kami ke rumah mereka dengan selamat. Dan itulah yang sedang kami lakukan," kata Netanyahu di mimbar Sidang ke-79 Majelis Umum PBB di New York, Amerika Serikat (AS), seperti dilansir kantor berita AP, Sabtu (28/9). "Kami akan terus menciutkan Hizbullah hingga semua tujuan kami tercapai."
Netanyahu berbicara saat upaya mediasi internasional sedang berlangsung untuk mencoba mengendalikan konflik yang meningkat di Lebanon, tempat Israel telah menyerang target-target Hizbullah secara intensif selama sepekan terakhir, menyebabkan jumlah korban tewas di Lebanon melonjak menjadi ratusan dan menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik tersebut dapat berubah menjadi perang habis-habisan.
Rabu (25/9) malam, AS, Prancis, dan sekutu lainnya bersama-sama menyerukan gencatan senjata "segera" selama 21 hari untuk memungkinkan negosiasi. Israel mengatakan pada hari Kamis (26/9) bahwa diskusi sedang berlangsung dan Hizbullah belum secara resmi menanggapi proposal gencatan senjata, namun telah menegaskan sebelumnya mereka tidak akan berhenti menembaki Israel sampai perang di Jalur Gaza berakhir.
Hizbullah mulai menyerang Israel sehari setelah serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 sebagai tindakan solidaritas terhadap Palestina. Kedua belah pihak telah saling tembak-menembak dengan jarak yang relatif rendah sejak saat itu hampir setiap hari.
Tembakan-tembakan meningkat tajam setelah ledakan perangkat komunikasi menargetkan para anggota Hizbullah pada Selasa (17/9) dan Rabu (18/9) - sebuah serangan yang secara luas disalahkan pada Israel. Pertempuran telah menyebabkan puluhan ribu orang di kedua sisi perbatasan mengungsi.
Pembelaan Netanyahu
Netanyahu telah menghadapi tekanan yang semakin meningkat dari dalam pemerintahannya sendiri dan warga Israel yang mengungsi akibat pertempuran untuk memberikan pukulan berat kepada Hizbullah. Serangan-serangan baru-baru ini menargetkan para pemimpin senior kelompok tersebut.
"Bayangkan saja jika teroris mengubah El Paso dan San Diego menjadi kota-kota hantu ... Berapa lama pemerintah AS akan menoleransi itu?" tanyanya, sambil mengepalkan tinju. "Israel telah menoleransi situasi yang tidak dapat ditoleransi ini selama hampir setahun. Nah, saya datang ke sini hari ini untuk mengatakan: Sudah cukup."
Netanyahu menuding Iran sebagai kekuatan yang tidak stabil di kawasan tersebut, dengan menyatakan dukungannya terhadap Hamas dan Hizbullah. Dia memperingatkan Teheran, "Jika Anda menyerang kami, kami akan menyerang Anda."
Saat Netanyahu berbicara, kursi-kursi delegasi Iran kosong. Di luar, para pengunjuk rasa yang menentang Netanyahu dan kebijakan Israel berdemonstrasi di balik barikade polisi.
Netanyahu membela tanggapan negaranya terhadap serangan Hamas, yang memicu perang di Jalur Gaza. Dia mengaku Israel telah menghancurkan sebagian besar persenjataan roket Hamas, membunuh atau menangkap setengah dari pasukan tempurnya, dan membongkar banyak terowongan bawah tanahnya. Menurutnya, Israel kini "berfokus pada pembersihan kemampuan tempur Hamas yang tersisa."
Namun, perang di Jalur Gaza akan segera memasuki tahun kedua tanpa tanda-tanda akan berakhir. Berbagai upaya untuk mewujudkan gencatan senjata terhenti karena tuntutan Israel untuk mempertahankan kehadirannya. Sementara itu, warga sipil telah menanggung beban yang luar biasa akibat kekerasan yang terus berlanjut; sekitar 100 sandera masih ditawan di Jalur Gaza.
Angka terbaru yang dirilis pada Kamis oleh otoritas Kesehatan Jalur Gaza menyebutkan, serangan Israel sejak 7 Oktober 2023 telah menewaskan lebih dari 41.500 warga Palestina dan melukai lebih dari 96.000 lainnya. Lebih dari separuh korban tewas adalah perempuan dan anak-anak, termasuk sekitar 1.300 anak di bawah usia 2 tahun.
Israel telah menegaskan bahwa operasi militernya dapat dibenarkan dan diperlukan untuk mempertahankan diri.
"Perang ini dapat berakhir sekarang. Yang harus terjadi adalah Hamas menyerah, meletakkan senjata, dan membebaskan semua sandera," sebut Netanyahu. "Tetapi jika mereka tidak menyerah ... kami akan berjuang sampai kami mencapai kemenangan total."
Advertisement
Tekanan terhadap Netanyahu
Dalam pidato yang sarat dengan pembicaraan tentang konflik, Netanyahu menyampaikan pula seruan panjang lebar tentang hubungan Israel dengan Arab Saudi, menggemakan isi pidatonya tahun lalu, ketika upaya untuk mencapai tujuan itu sedang berlangsung. Namun, pembicaraan normalisasi yang didukung AS itu digagalkan oleh serangan Hamas, yang kembali menyoroti konflik Israel dengan Palestina, sehingga menimbulkan keraguan atas argumen Netanyahu bahwa hubungan dengan Arab Saudi tidak bergantung pada kenegaraan Palestina.
Saat Netanyahu naik panggung pada Jumat pagi, ada cukup banyak keributan di antara hadirin sehingga diplomat yang memimpin sidang harus berteriak, "Tolong tertib."
Kedua pembicara yang mendahului Netanyahu pada Jumat masing-masing mengecam Israel atas tindakannya.
"Tuan Netanyahu, hentikan perang ini sekarang," kata Perdana Menteri Slovenia Robert Golob saat menutup pidatonya, sambil menggebrak podium.
Perdana Menteri Pakistan Shehbaz Sharif, yang berbicara tepat sebelum pemimpin Israel itu, bicara soal Jalur Gaza dengan menegaskan, "Ini bukan sekadar konflik. Ini adalah pembantaian sistematis terhadap orang-orang Palestina yang tidak bersalah."
Sharif memukul mimbar diiringi tepuk tangan meriah.
Ini bukan hanya terjadi pada hari Jumat. Pada hari Kamis, pemimpin Otoritas Palestina dan seorang pejabat tinggi Lebanon menyampaikan argumen mereka kepada para pemimpin lainnya — argumen yang juga mencakup kata-kata keras untuk Israel.
Kalimat pertama Mahmoud Abbas, yang merujuk ke Jalur Gaza, diulangnya tiga kali.
"Kami tidak akan pergi. Kami tidak akan pergi. Kami tidak akan pergi," ujarnya seraya menuduh Israel menghancurkan Jalur Gaza dan membuatnya tidak layak huni.
Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bouhabib mengecam penghancuran sistematis desa-desa perbatasan Lebanon oleh Israel.
"Krisis di Lebanon mengancam seluruh Timur Tengah," kata Bouhabib. "Hari ini kami ingin menegaskan kembali seruan kami untuk gencatan senjata di semua lini."