Ragam Tanggapan Pemerintah soal Rencana Kemasan Rokok Polos Cs

Rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek masih menjadi sorotan dari berbagai pihak. Pemerintah pun buka suara usai munculnya beragam respons dari pelaku industri dan pekerja di sektor tembakau.

oleh Tim Bisnis diperbarui 28 Sep 2024, 14:00 WIB
Pedagang memperlihatkan sejumlah rokok saat menggelar aksi damai Terimakasih tembakau di Jakarta, Selasa (31/50). Dalam aksi tersebut mereka melakukan penolakan terhadap hari tanpa tembakau sedunia yang jatuh pada tagl 31 mei. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Rencana kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek masih menjadi sorotan dari berbagai pihak. Pemerintah pun buka suara usai munculnya beragam respons dari pelaku industri dan pekerja di sektor tembakau.

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku sudah melibatkan kelompok pelaku usaha guna membahas rencana aturan rokok terbaru. Itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan regulasi turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024.

Menkes Budi menyampaikan bahwa pihaknya tengah mengkaji kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek bersama mitra bisnis Kemenkes. Pihaknya juga telah mengajak diskusi asosiasi usaha untuk membahas aturan tersebut.

"Ya memang itu sedang dikaji. Kami sedang mengajak diskusi mitra bisnis kita,” ujarnya beberapa waktu lalu.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Merrijantij Punguan Pintaria menekankan pentingnya melibatkan semua stakeholder dalam diskusi kebijakan. Pihaknya berharap RPMK dapat didiskusikan ulang dengan partisipasi semua pihak.

“Kebijakan tidak mungkin bisa memuaskan semua orang, tetapi harus mampu mencapai konsensus yang berarti,” ucapnya.

Merri juga mencatat implementasi mengenai standardisasi kemasan dan desain produk tembakau seharusnya melibatkan masukan dari Kemenperin. Sayangnya, Kemenperin tidak dilibatkan dalam proses public hearing yang digelar oleh Kemenkes, yang mengisyaratkan adanya pengabaian.

"Kejadian ini berulang, dan kami berharap untuk diikutsertakan dalam diskusi kebijakan yang berpengaruh besar terhadap industri kami," katanya.

Dampak ke Pengusaha

Senada, Negosiator Perdagangan Ahli Madya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Angga Handian Putra menegaskan bahwa pihaknya belum terlibat resmi dalam perumusan RPMK. Dia berpendapat, kemasan rokok polos tanpa merek dapat berdampak pada hak-hak pengusaha, pedagang dan perdagangan internasional.

"Kemasan rokok polos tanpa merek ini dapat menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang," tegasnya.

Ia turut memandang bahwa masih dibutuhkan studi ilmiah lebih jauh terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dengan mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), di mana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan tersebut yang tidak relevan dengan besarnya skala serapan tenaga kerja industri tembakau di Tanah Air.

"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," tutur Angga.

 

 

 


Produk Tembakau

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pada lain kesempatan, Direktur Manajemen Industri Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI Syaifullah Agam sepakat bahwa masukan berbagai stakeholder, baik dari sisi pro maupun kontra, perlu untuk disuarakan. Termasuk jika banyak pihak merasa dirugikan dari suatu kebijakan, maka menjadi tugas pemerintah untuk mencari jalan keluarnya. Syaiful turut mengkhawatirkan kelangsungan industri kreatif yang terdampak luar biasa besar dari sederet aturan inisiatif Kemenkes ini.

“Dalam membuat kebijakan yang mengatur masyarakat, harusnya ada public hearing yang melibatkan berbagai pihak terkait dan ada langkah ke depannya, ini penting untuk melibatkan semua pihak,” ungkap dia.

Sebagai informasi, sebelumnya public hearing Kemenkes untuk RPMK terkait produk tembakau tercatat baru dilakukan satu kali dengan jumlah undangan yang tidak berimbang. Pihak terdampak hanya menjadi minoritas dari daftar undangan. Setelahnya, tidak ada jadwal resmi yg diumunkan Kemenkes untuk sesi public hearing lanjutan dalam rangka menanggapi masukan-masukan yang disampaikan berbagai pihak.

Syaiful juga menyoroti dampak yang akan terjadi jika kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan bakal meningkatkan produk ilegal. “Kita perlu mencari solusi yang bisa memberikan kenyamanan seluruh pihak. Karena tujuan dari ini seperti yang disampaikan semestinya bukan untuk membatasi tapi untuk mendorong kesehatan masyarakat. Karena jika begitu, nanti yang ada malah merugikan banyak pihak. Ini bisa dilakukan dengan komunikasi dan mencoba peluang yang bisa dimanfaatkan,” tegasnya.

 

 


Buka Ruang Diskusi

Ilustrasi rokok ilegal di Banyuwangi (Istimewa)

Sementara itu, Koordinator Bidang Pemasyarakatan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Nikodemus Lupa menyoroti dampak dari regulasi restriktif ini. Ia khawatir aturan tersebut dapat mengganggu hubungan para buruh dengan industri.

“Tentu ini jadi problem, ruang lingkup kami yaitu mempertahankan status hubungan kerja. Dari sisi ini, kami mem-backup dan mempertahankan hak-hak pekerja dan buruh. Kami ingin pekerja tidak jadi korban aturan yang tidak seimbang,” tuturnya.

Menurut Niko, aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK berpotensi terhadap pengurangan tenaga kerja secara luas dan mematikan keberlangsung mata pencaharian jutaan jiwa. Minimnya pelibatan dalam penyusunan regulasi juga menjadi hal yang digarisbawahi. Sebab hal ini menimbulkan gejolak yang luas dari para pekerja.

“Kami turut khawatir adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dari aturan-aturan tersebut yang seharusnya ini menjadi jalan terakhir setelah melalui berbagai tahapan,” kata Niko.

Oleh sebab itu, ia meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membuka diskusi seluas-luasnya kepada pihak terdampak atas dua regulasi tersebut. Bahkan Indah mendesak untuk segera menghapus dan menarik pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024 maupun RPMK.

Sedangkan, Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Roberia menyoroti pengesahan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK yang terkesan dipaksakan. Oleh sebab itu, ia mengamini jika banyak aspirasi pihak terdampak yang tidak tertampung dalam aturan tersebut.

Ia memastikan akan terus menerima kritik dan masukan seluruh pihak terkait proses penyusunan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK. “Prinsipnya kami pada posisi untuk memahami tujuan dari pembuatan perundang-undangan, di mana ketika ada warga negara yang dirugikan, kita perlu melihat apakah semua aspeknya terpenuhi,” pungkasnya.

Infografis PHK Hantui Kenaikan Tarif Cukai Rokok (Liputan6.com/Triyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya