Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang Indonesia turun jelang masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser. Jumlah utang pemerintah per akhir Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun, atau 38,49 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Rasio utang per akhir Agustus 2024 yang mencapai 38,49 persen terhadap PDB, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60 persen PDB sesuai UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara," tulis Kemenkeu dikutip dari Buku APBN Kita September 2024, Sabtu (28/9/2024).
Advertisement
Kemenkeu juga menilai profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman. Dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di 7,95 tahun.
Utang pemerintah di Agustus 2024 mengalami penurunan dibanding bulan sebelumnya sebesar Rp 8.502,69 triliun. Adapun rasio utang terhadap PDB per Juli 2024 mencapai 38,68 persen.
Namun secara tahunan, utang negara tercatat masih lebih besar dibanding Agustus 2023 sebesar Rp 7.870,35 triliun, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 37,84 persen.
Secara komposisi, utang pemerintah per Agustus 2024 sebagian besar berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 88,07 persen atau Rp 7.452,56 triliun. Dengan komposisi SBN domestik 71,66 persen atau Rp 6.063,41 triliun, dan SBN valuta asing (valas) 16,42 persen atau sebesar Rp 1.389,14 triliun.
Sementara utang pinjaman memakan porsi sebesar 11,93 persen sebesar Rp 1.009,37 triliun. Mayoritas berasal dari pinjaman luar negeri senilai Rp 969,74 triliun, dan Rp 39,63 triliun sisa merupakan pinjaman dalam negeri.
Kepemilikan SBN Domestik
Adapun kepemilikan SBN domestik didominasi oleh investor dalam negeri dengan porsi kepemilikan 85,5 persen. Sementara, asing hanya memiliki SBN domestik sekitar 14,5 persen, termasuk kepemilikan oleh pemerintah dan bank sentral asing.
Lembaga keuangan domestik memegang kepemilikan SBN 41,3 persen, terdiri atas perbankan 19,2 persen, perusahaan asuransi dan dana pensiun 18,9 persen, serta reksadana 3,2 persen.
"Bagi lembaga keuangan, SBN berperan penting dalam memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan likuiditas, serta menjadi salah satu instrumen mitigasi risiko," tulis Kemenkeu.
Kemenkeu: Utang Negara Tak Bebani Kelas Menengah
Pemerintah memastikan bahwa jumlah utang pemerintah yang sangat besar tidak akan membebani masyarakat kelas menengah.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Riko Amir menjelaskan, utang akan dibayar oleh pemerintah melalui hasil dari kegiatan ekonomi, bukan dari sumbangan masyarakat.
"Utang yang membiayai bukan (masyarakat) secara langsung. Kelas menengah tidak diambil uangnya untuk bayar utang, tapi dari revenue yang dihasilkan dari produk domestik bruto kita," jelas Riko dalam kegiatan media gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, dikutip Jumat (28/9/2024).
Kemenkeu mencatat, utang pemerintah pada Agustus 2024 mencapai Rp 8.461,93 triliun. Utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dengan kontribusi sebesar 88,07%.
Rasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60% PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.
Adapun, untuk 2025 mendatang utang jatuh tempo pemerintah telah mencapai Rp 800,33 triliun. Riko pun memastikan pemerintah memiliki kemampuan untuk membayar utang negara.
“Kita masih punya kemampuan untuk membayar defisit plus utang jatuh tempo tadi," bebernya.
Dijelaskannya, sumber pendanaan untuk pembayaran utang utamanya berasal dari refinancing.
Sebagai informasi, refinancing merupakan skema pendanaan dengan mengajukan pinjaman baru dengan bunga yang lebih kecil.
Skema itu dilakukan dengan penerbitan obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) untuk membayar utang jatuh tempo tersebut. Strategi pun cukup aman untuk dilakukan karena kondisi ekonomi Indonesia yang cukup baik.
"Yang dilihat adalah kemampuan dari negara kita, refleksinya apa? yaitu credit rating kita yang investment grade, yang menyatakan kondisi ekonomi kita cukup baik, membuat kita masih bisa melakukan refinancing terhadap utang yang jatuh tempoh tersebut," jelas Riko.
Advertisement
Utang Pemerintah Turun pada Agustus 2024, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah turun pada akhir Agustus 2024 menjadi sebesar Rp 8.461,93 triliun.
Dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menunjukkan, posisi utang pemerintah berkurang Rp 40,76 triliun atau turun 0,47% dibandingkan akhir Juli 2024 sebesar Rp 8.502,69 triliun. Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Riko Amir, mengungkapkan bahwa penurunan utang ini disebabkan adanya pembayaran yang jatuh tempo pada periode tersebut.
"Mungkin di bulan itu, ada jatuh tempo yang sangat besar, jadi utangnya turun,” ungkap Riko dalam kegiatan Media Gathering Kemenkeu di Anyer, Banten, dikutip Jumat (27/9/2024).
Kemenkeu mencatat, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kini sebesar 38,49%. Angka tersebut menandai penurunan dari rasio utang terhadap PDB di bulan sebelumnya sebesar 38,68%.
Riko memastikan, besaran rasio utang tersebut masih dalam batas aman, dan diupayakan untuk bertahan dalam jalur penurunan. Hal ini mengingat utang pemerintah sempat melonjak tajam selama pandemi COVID-19.
Sebagai catatan, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) dengan kontribusi sebesar 88,07%. Rasio utang pada Agustus sendiri ini di bawah batas aman 60% PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara.