Putra Mahkota Arab Saudi Disebut Tidak Peduli dengan Masalah Palestina

Isu normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel bukan hal baru, namun banyak pertanyaan yang menyelimutinya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 29 Sep 2024, 07:01 WIB
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman. (Dok. AP Photo/Cliff Owen)

Liputan6.com, Riyadh - Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) mengatakan kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bahwa dia secara pribadi tidak peduli dengan apa yang disebutnya sebagai "masalah Palestina". Demikian menurut laporan The Atlantic, kantor berita yang berbasis di Washington, DC.

Diterbitkan pada hari Rabu (25/9/2024), laporan tersebut memberikan gambaran tentang upaya negosiasi AS selama 11 bulan setelah pecahnya perang di Jalur Gaza.

Dinyatakan bahwa selama kunjungan ke Arab Saudi pada bulan Januari, Blinken dan MBS bertemu di Kota al-Ula untuk membahas prospek kerajaan tersebut menormalisasi hubungan dengan Israel di tengah perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.

Beberapa bulan sebelumnya, Riyadh dinilai membuat kemajuan dalam membentuk hubungan dengan Israel selama diskusi yang dipimpin AS, yang kemudian tergelincir oleh pecahnya perang pada tanggal 7 Oktober 2023.

Menurut The Atlantic, dalam kunjungan pada Januari, Blinken bertanya apakah Arab Saudi dapat menoleransi Israel yang secara berkala kembali menyerang Jalur Gaza yang terkepung.

"Mereka dapat kembali dalam enam bulan, setahun, tetapi tidak setelah saya menandatangani sesuatu seperti ini," jawab MBS, seperti dikutip dari Middle East Eye, Minggu (29/9).

"Tujuh puluh persen populasi (di negara) saya lebih muda dari saya. Bagi sebagian besar dari mereka, mereka tidak pernah benar-benar tahu banyak tentang masalah Palestina. Jadi, mereka diperkenalkan untuk pertama kalinya melalui konflik (perang yang sedang berlangsung) ini. Ini masalah besar. Apakah saya secara pribadi peduli dengan masalah Palestina? Saya tidak peduli, namun rakyat saya peduli, jadi saya perlu memastikan ini penting."

 


Tidak Ada Kesepakatan Tanpa Negara Palestina

Ilustrasi Palestina (AP)

Seorang pejabat Arab Saudi menggambarkan percakapan yang dimuat The Atlantic tidak benar.

Di depan umum, MBS telah menyatakan Arab Saudi tidak akan menormalisasi hubungan dengan Israel tanpa pembentukan Negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.

"Kerajaan tidak akan menghentikan upaya tekunnya untuk mendirikan Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," katanya dalam pidato tahunan baru-baru ini di hadapan dewan syura di Riyadh.

"Kami mengonfirmasi bahwa Arab Saudi tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel hingga tujuan itu tercapai."

Menurut The Atlantic, sebagai imbalan atas kesepakatan normalisasi dengan Israel, Arab Saudi akan berupaya mengadakan perjanjian pertahanan bersama dengan AS.

MBS memberi tahu Blinken bahwa mengejar kesepakatan normalisasi dengan Israel akan menimbulkan pengorbanan pribadi yang besar baginya. Dia menunjuk contoh Presiden Mesir Anwar Sadat, yang dibunuh pada tahun 1981, beberapa tahun setelah menandatangani perjanjian damai dengan Israel.

"Separuh penasihat saya mengatakan bahwa kesepakatan itu tidak sepadan dengan risikonya," kata pemimpin de facto Saudi itu. "Saya bisa saja terbunuh karena kesepakatan ini."

Jajak pendapat pada tahap awal perang di Jalur Gaza menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen warga Arab Saudi percaya bahwa negara-negara Arab harus memutuskan hubungan dengan Israel.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya