Liputan6.com, Kathmandu - Warga ibu kota Nepal kembali ke rumah mereka, setelah banjir dahsyat menerjang.
Banjir dan tanah longsor yang mematikan akibat hujan sering terjadi di seluruh Asia Selatan selama musim hujan dari Juni hingga September, namun para ahli mengatakan perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahannya.
Advertisement
Seluruh lingkungan di Kathmandu terendam banjir selama akhir pekan setelah sungai-sungai yang mengalir melalui ibu kota meluap, mengakibatkan kerusakan parah pada jalan raya yang menghubungkan kota itu dengan seluruh Nepal.
Kumar Tamang, yang tinggal di daerah kumuh di tepi sungai, mengatakan kepada AFP bahwa dia dan keluarganya harus mengungsi setelah tengah malam pada Sabtu (28/9).
"Pagi ini kami kembali dan semuanya tampak berbeda," kata pria berusia 40 tahun itu, seperti dikutip dari CNA, Senin (30/9).
"Kami bahkan tidak bisa membuka pintu rumah kami, karena penuh lumpur. Kemarin kami khawatir air akan membunuh kami, tetapi hari ini kami tidak punya air untuk membersihkan."
Kementerian Dalam Negeri Nepal mengatakan 170 orang tewas di seluruh negeri dan 42 lainnya masih hilang.
"Lebih dari 3.000 orang telah diselamatkan," ungkap juru bicara Kementerian Dalam Negeri Nepal Rishi Ram Tiwari, seraya menambahkan bahwa pembersihan sejumlah jalan raya yang tertutup puing-puing hingga memutus akses Kathmandu dari bagian lain negara itu sedang berlangsung.
Sementara itu, juru bicara Kepolisian Nepal Dan Bahadur Karki menuturkan kepada AFP, setidaknya 35 dari mereka yang tewas berada di dalam tiga kendaraan dan terkubur hidup-hidup ketika tanah longsor menghantam jalan raya di selatan Kathmandu.
Sungai Bagmati dan sejumlah anak sungainya yang membelah Kathmandu meluap, menggenangi rumah-rumah dan kendaraan di dekatnya pada Minggu dini hari.
Lebih dari 3.000 personel keamanan dikerahkan untuk membantu upaya penyelamatan dengan helikopter dan perahu motor.