Liputan6.com, Jakarta - Investor asing terpantau melakukan aksi jual. Selama sepekan terakhir, investor asing mencatatkan nilai jual bersih (net sell) sekitar Rp 2,35 triliun di seluruh pasar. Meski begitu, asing masih mencatatkan nilai beli bersih (net buy) sebesar Rp 53,24 triliun sejak awal tahun atau secara year to date (YTD).
Community Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus menilai, pergerakan investor asing masih menarik dipantau pada pekan ini. Selain itu, sentimen yang bisa dicermati selama 30 September - 4 Oktober 2024 yakni inflasi dan PMI Indonesia.
Advertisement
Terkait sentimen inflasi dan PMI Indonesia, Angga menyebutkan inflasi Indonesia diprediksi meningkat tipis ke 2,3% dan PMI diharapkan dapat kembali ke atas level 50 yaitu level ekspansif. Sementara itu terkait sentimen investor Asing, pergerakannya patut dipantau pada Senin, terutama 30 September merupakan penutupan kuartal ketiga dan biasanya akan terjadi rebalancing.
"Akan bagus jika investor asing kembali mencatatkan aksi beli di saham-saham blue chip kita pada bulan Oktober pasca rebalancing di minggu terakhir September," kata Angga dalam keterangan resmi, Senin (29/9/2024).
Berkaca pada sentimen tersebut, PT Indo Premier Sekuritas jagokan saham-saham ini untuk dicermati selama periode 30 September - 4 Oktober 2024:
1. Buy on Breakout PTBA (Support 3.040, Resist 3.400)
Sentimen stimulus jumbo China pada emiten PTBA masih sangat kuat. Harga batu bara terus membara pada akhir pekan lalu tertopang stimulus besar dari China untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi negaranya. IPOT merekomendasikan entry buy on breakout PTBA di 3.040.
2. Buy ADRO (Support 3.780, Resist 4.160)
Gebrakan China dengan meluncurkan paket stimulus untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi berdampak pada emiten di Indonesia, termasuk pergerakan saham ADRO. IPOT merekomendasikan entry buy ADRO di 3.910.
3. Buy LPPF (Support 1.570, Resist 1.750)
Kembalinya aktivitas ekonomi dan biaya konsumsi yang akan lebih rendah ke depannya karena suku bunga diturunkan menjadi sentimen positif untuk emiten ritel yang akan kembali boost konsumsi masyarakat secara overall.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Kinerja IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah dalam sepekan sebesar 0,60 persen menjadi 7.696,91 dari posisi pekan lalu 7.743 pada akhir perdagangan, Jumat, 27 September 2024.
Angga menuturkan, pelemahan IHSG tersebut terpengaruh 2 top losers IDX CYCLIC yang melemah sebesar 1,76% dan IDX TRANS yang melemah 1,70%.
"Sementara itu 2 top gainers yang menopang IHSG sehingga tidak melemah terlalu dalam, yakni IDX ENERGY yang tumbuh 3,66% tersokong saham-saham tambang batu bara dan IDX BASIC yang menguat sebesar 5,35% tersokong saham-saham mineral logam," ujar Angga.
Angga menjabarkan, pergerakan market dalam sepekan lalu (23-27 September 2024) terdampak 3 sentimen utama, yakni stimulus jumbo China, outflow asing di IHSG dan rotasi ke China serta cukai rokok yang tidak naik pada 2025.
Pada Selasa, 24 September 2024 lalu, People's Bank of China (PBoC) menerbitkan stimulus kebijakan moneter untuk menopang target pertumbuhan ekonomi.
Advertisement
Rotasi Sektor
Stimulus tersebut mencakup penurunan suku bunga 7DRR menjadi 1,5% dari sebelumnya 1,7%, penurunan giro wajib minimum perbankan sebesar 50bps untuk meningkatkan likuiditas sebesar USD 142 miliar dengan potensi penurunan lanjutan sebesar 25-50bp, penambahan USD 114 miliar stimulus likuiditas untuk pasar saham dan relaksasi KPR senilai total USD 5,2 triliun dan mempermudah aturan pembelian rumah kedua dengan penurunan DP menjadi 15% dari sebelumnya 25%).
"Bursa saham China dan Hong Kong mengalami lonjakan kenaikan setelah stimulus ini. Dampaknya ke Indonesia, jika ekonomi China membaik karena stimulus ini maka demand perdagangan akan kembali naik terutama untuk permintaan mineral logam. Alasannya jelas, China merupakan konsumen utama untuk komoditas dunia. China merupakan pangsa pasar ekspor terbesar dari Indonesia," ujar Angga.
Dengan stimulus ini, rotasi sektor mulai terjadi dari sektor perbankan ke sektor komoditas dan mineral logam antara lain saham-saham MDKA, TINS, INCO, MBMA, ADRO, PTBA dan lain-lainnya. Selanjutnya terkait sentimen outflow Asing di IHSG dan rotasi ke China, investor asing mencatatkan aksi jual masif dan melakukan rotasi ke indeks di China dan Hong Kong.
Aksi Jual Pekan Lalu
Investor asing mencatatkan penjualan sebesar Rp 4,3 triliun selama seminggu dan mengurangi posisi di Indonesia, lalu berpotensi pindah ke China yang menerapkan stimulus jumbo tersebut. Tercatat asing melakukan penjualan terbesar di saham BBRI, BREN, BMRI dan BBCA.
Sementara itu, terkait sentimen cukai rokok yang tidak naik pada 2025, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani menyatakan arah kebijakan cukai hasil tembakau (CHT) pada 2025 tidak akan melingkupi penyesuaian tarif cukai rokok, tetapi pemerintah akan mempertimbangkan kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok di level industri.
Salah satu pertimbangan untuk tidak mengubah kebijakan CHT pada 2025 ialah terus munculnya fenomena down trading rokok, yakni fenomena yang terjadi ketika konsumen beralih pada produk rokok lebih murah.
"Emiten-emiten rokok HMSP GGRM dapat diuntungkan karena potensi beban COGS pita cukai rokok tidak mengalami kenaikan. Bukan rahasia lagi, beban pita cukai menjadi beban utama emiten rokok," jelasnya.
Advertisement