Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah AS mencatat penurunan bulanan ketiga berturut-turut pada September, seiring dengan meningkatnya pasokan dari OPEC+ dan lemahnya permintaan dari China yang terus membayangi pasar harga minyak.
Patokan minyak AS telah turun lebih dari 7% bulan ini, sementara patokan global, Brent, mengalami penurunan sekitar 9%.
Advertisement
"Pasar minyak sedang mengalami kepanikan," kata Amarpreet Singh, analis energi di Barclays, dalam catatannya kepada klien pada Jumat. "Keseimbangan diperkirakan akan longgar tahun depan, tetapi kekhawatiran ini kemungkinan berlebihan."
Barclays memperkirakan harga rata-rata Brent akan mencapai $85 pada tahun 2025.
Berikut adalah harga penutupan minyak pada hari Senin, dikutip dari CNBC, Selasa (1/10/2024):
- West Texas Intermediate (WTI): Kontrak November ditutup pada $68,17 per barel, turun 1 sen, atau 0,01%. Sejak awal tahun, minyak mentah AS telah turun hampir 5%.
- Brent: Kontrak November ditutup pada $71,77 per barel, turun 21 sen, atau 0,29%. Sejak awal tahun, patokan global ini telah turun hampir 7%.
Rencana OPEC
Harga minyak terus berada di bawah tekanan sebagian karena rencana OPEC+ untuk mulai meningkatkan produksi pada Desember, serta permintaan yang masih lemah dari China, importir minyak mentah terbesar di dunia.
Sentimen Timur Tengah
Ketegangan yang memanas di Timur Tengah juga tidak memberikan dukungan yang berarti pada harga, bahkan setelah Israel membunuh pemimpin Hezbollah, Hassan Nasrallah, dalam serangan udara di Beirut pada Jumat.
Pemerintahan Netanyahu terus menyerang kelompok milisi yang didukung Iran, dengan kekhawatiran yang semakin besar bahwa Israel mungkin melancarkan operasi darat di Lebanon.
"Kami percaya bahwa aksi harga ini mencerminkan bahwa premi risiko geopolitik tetap terbatas di tengah ekspektasi pasar atas potensi peningkatan pasokan minyak dari Libya dan Arab Saudi," kata Daan Struyven, kepala analis minyak di Goldman Sachs, dalam catatannya kepada klien pada Minggu.
Advertisement