Liputan6.com, Padang - Peristiwa longsor melanda satu titik tambang emas ilegal di Nagari Sungai Abu Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, Sumatera Barat pada Kamis (26/9/2024) sore.
Setidaknya 13 orang meninggal dunia dalam kejadian tersebut, sementara 12 orang lainnya mengalami luka-luka. Proses evakuasi korban juga mengalami kendala karena jauhnya lokasi tambang serta tidak adanya sinyal selular.
Advertisement
Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Solok, Irwan Efendi mengatakan lokasi tambang emas itu tidak dapat diakses oleh kendaraan roda empat dan hanya bisa ditempuh jalan kaki selama sekitar 6 jam dari pusat nagari atau akses yang bisa ditempuh dengan sepeda motor.
"Korban terdiri dari masyarakat sekitar lokasi dari nagari-nagari di Kecamatan Hiliran Gumanti dan Pekonina Kabupaten Solok Selatan serta masyarakat lainnya," katanya, Jumat (27/9/2024).
Kejadian longsor di tambang emas ilegal yang menelan korban jiwa bukan kali ini terjadi di Sumatera Barat, hampir setiap tahun kejadian serupa terus berulang.
Data dari BPBD Sumatera Barat, sejumlah kejadian di antaranya, pada 18 April 2020 sebanyak sembilan penambang di Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari, Solok Selatan tertimbun longsor di lokasi tambang emas. Seluruh korban dievakuasi dalam kondisi meninggal dunia.
Lalu pada 11 Januari 2021, sebanyak enam penambang tertimbun longsor di lokasi tambang emas di Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari. Saat itu empat orang dinyatakan meninggal dunia dan dua orang lainnya selamat.
Di lokasi yang sama, Nagari Abai Kecamatan Sangir Batang Hari sebanyak delapan orang meninggal akibat longsor di lubang tambang emas ilegal pada 10 Mei 2021.
Selanjutnya 21 Agustus 2022, sebanyak tiga orang penambang tewas tertimbun bekas galian tambang emas di Nagari Ranah Pantai Cermin, Kecamatan Sangir Batang Hari
Kemudian ada 30 Oktober 2023 seorang penambang emas tewas tertimbun longsoran di lokasi tambang Kimbahan Nagari Abai, Kecamatan Sangir Batang Hari.
Tanggung Jawab Siapa?
Direktur Walhi Sumbar, Wengki Purwanto mengatakan pihaknya turut berduka atas kejadian longsor tambang emas yang terjadi beberapa hari lalu.
Ia menyebut persoalan tambang ilegal di Nagari Sungai Abu, telah dilaporkan oleh masyarakat sejak 2015 ke Polda Sumatera Barat. Namun, aktivitas tambang ilegal yang mengunakan alat berat terus terjadi di daerah ini dan kali ini, menyebabkan masyarakat kecil menjadi korban.
"Aktivitas tambang ilegal bukan kejadian yang sulit diketahui dan tidak perlu menggunakan ilmu penyelidikan yang mendalam," katanya, Selasa (1/10/2024).
Wengki menyampaikan dalam kasus terakhir ini misalnya, yang menjadi korban adalah masyarakat kecil yang mencari penghidupan. Kemudian narasi yang berkembang justru menambah duka bagi keluarga korban.
Kejadian ini merupakan fakta, katanya, bahwa pemerintah daerah gagal dalam membangun ekosistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan bagi masyarakat. Akibatnya, masyarakat harus mempertaruhkan nyawa dan mengorbankan lingkungannya, untuk menghidupi keluarga.
"Penegak hukum dalam hal ini Polda Sumbar dan jajarannya gagal mengatasi akar kejahatan tambang ilegal di Sumatera Barat, Khususnya di Kecamatan Hiliran Gumanti Kabupaten Solok," ucapnya.
Oleh sebab tu, ia mendesak pemerintah dan penegak hukum mengungkap ke publik tentang siapa pelaku utama dan penikmat untung besar dari siklus bisnis tambang ilegal di Sumatera Barat. Mereka adalah orang-orang yang paling bertanggung jawan atas korban jiwa dan rusaknya lingkungan hidup.
"Sangat tidak adil, keuntungan paling besar dari siklus tambang ilegal, hanya dinikmati segelintir elit, yang bahkan mereka tidak menyentuh lumpur tambang sekalipun. Ketika terjadi bencana, masyarakat kecil yang menerima dampak paling besar," katanya.
Kapolres Solok, AKBP Muari mengatakan tambang emas yang longsor di Nagari Sungai Abu merupakan tambang emas yang sebelumnya ditambang menggunakan alat berat.
Kemudian, setelah ditinggalkan oleh penambang, baru kemudian kemungkinan masyarakat masuk dan melakukan aktivitas penambangan secara tradisional menggunakan linggis dan dulang.
"Yang sebelumnya, polres sudah sempat razia dua kali dan tidak ditemukan orang di sana. Alat ga ada, orangnya ga ada," katanya dihubungi via telepon, Jumat (27/9/24).
Sementara Plt Gubernur Sumatera Barat, Audy Joinaldy mengatakan keberadaan dan aktivitas tambang ilegal yang kerap kali menjadi lokasi terjadinya bencana longsor dan menimbulkan korban jiwa, pengawasan berada di bawah kendali pemerintah pusat.
"Tambang mineral, logam, batu bara, dan minyak sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah pusat. Sementara, pemprov hanya memiliki kewenangan untuk mengawasi tambang galian C," jelasnya.
Menurutnya kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan karena akan semakin memicu terjadinya bencana dan sangat merugikan masyarakat.
Tambang tersebut, lanjutnya, merupakan tambang rakyat yang dijalankan secara mandiri oleh warga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu, pengawasan lebih lanjut harus melibatkan pemerintah pusat.
Advertisement
Kasus Tambang Emas Ilegal
Sebelumnya Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan mengatakan pihaknya tidak mentolerir keberadaan Pertambangan emas ilegal di wilayahnya.
Larangan tersebut, katanya, dilakukan secara bertahap dengan pendekatan pre-emtif, preventif, dan represif. Pendekatan pre-emtif melibatkan kegiatan penyuluhan dan imbauan kepada masyarakat, termasuk pemasangan spanduk di lokasi jalan menuju tambang emas.
Sementara itu, upaya preventif mencakup patroli aktif setiap kali terdengar adanya kegiatan ilegal, yang direspons dengan penutupan tambang emas ilegal.
"Ketika kita mendengar di suatu tempat ada kegiatan ilegal, kita langsung melakukan patroli, kita patroli aja mereka tutup kok," ujar Dwi kepada Liputan6.com, Kamis 21 Desember 2023.
Ia menyebut sepanjang 2023, Polda Sumbar mengungkap 19 kegiatan tambang ilegal di provinsi ini. Dari jumlah tersebut, 12 kasus telah diselesaikan, sementara tujuh masih dalam proses penyelesaian.
Dwi mengakui dari kasus yang diungkap sepanjang 2023, yang ditangkap rata-rata petugas lapangan, sementara para pemberi modal tidak ada.
"Mereka ‘mainnya’ rapi, biasanya bos-bosnya mau menjamin anak buahnya. Seperti misalnya kamu saja yang urus kami pasang badan. Keluarganya diurusin. Seperti itu biasanya," kata dia.
Ia menyebut sejumlah faktor yang menyebabkan sulitnya mengungkap penambangan emas ilegal, seperti bocornya informasi saat akan dilakukan razia.
"Kendalanya ketika kita patroli atau razia, kesulitan muncul saat pelaku sudah tidak ada di lokasi," jelasnya.
Ia mencontohkan ketika patroli di Solok Selatan. Saat itu petugas telah memasuki wilayah tersebut selama satu hari satu malam. Namun informasi bocor sehingga para penambang membubarkan diri, meninggalkan alat-alatnya.
Selain itu pihaknya mengaku juga kesulitan dalam mengangkut alat berat keluar dari lokasi yang sulit dijangkau dan membutuhkan biaya besar.
Terkait adanya pihak yang membekingi keamanan tambang emas ilegal agar bisa beroperasi, Dwi menyampaikan hingga saat ini belum ada buktinya.
"Sampai saat ini, kita belum dapat membuktikan, hanya katanya-katanya saja," kata dia.
Pihak kepolisian juga memberikan masukan kepada pemerintah daerah agar daerah yang memiliki potensi emas, izinnya diurus secara legal.
"Kita tidak bisa hanya ditekan untuk menangkap tanpa memberikan solusi. Pemerintah daerah perlu mencari alternatif lain," ia menambahkan.