Memahami Overparenting, Tanda-Tanda dan Dampaknya pada Anak

Berikut uraian rinci mengenai overparenting serta gejala dan akibatnya.

oleh Mochamad Rizal Ahba Ohorella diperbarui 02 Okt 2024, 21:22 WIB
Cara orangtua mendidik anak sangat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak. (Foto: Freepik/bearfotos)

Liputan6.com, Jakarta Overparenting, atau yang sering disebut sebagai pengasuhan berlebihan, adalah fenomena di mana orang tua terlalu terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka, sering kali dengan niat baik untuk melindungi dan memastikan kesuksesan anak. Namun, keterlibatan yang berlebihan ini dapat berdampak negatif pada perkembangan anak.

Orang tua yang overparenting cenderung mengambil alih tanggung jawab anak, membuat keputusan untuk mereka, dan mengatur setiap aspek kehidupan anak, mulai dari pendidikan hingga hubungan sosial. Meskipun niatnya baik, tindakan ini dapat menghambat kemampuan anak untuk belajar mandiri dan mengembangkan keterampilan penting yang diperlukan dalam kehidupan dewasa.

Tanda-tanda overparenting dapat bervariasi, namun beberapa indikator umum termasuk kecenderungan orang tua untuk selalu mengawasi dan mengendalikan aktivitas anak, menghindarkan anak dari situasi yang mungkin menimbulkan kegagalan atau kekecewaan, serta mengambil alih tugas-tugas yang seharusnya bisa dilakukan oleh anak sendiri. Simak informasinya, dihimpun Liputan6.com dari berbagai sumber, Rabu(2/10/2024).


Ciri-Ciri Orangtua Terlalu Protektif

Overparenting berarti orangtua mengontrol setiap keputusan yang diambil anak secara berlebihan. (Foto: Freepik/peoplecreations)

1. Terlalu memaksa anak untuk mengikuti keinginan orangtua 

Overparenting ditandai dengan orangtua yang sering berselisih dengan pilihan anak. Misalnya, mengenai apa yang mereka makan, apa yang mereka kenakan, atau dengan siapa mereka bergaul. Sikap ini dapat menghambat mereka dalam mengembangkan kemandirian yang mereka butuhkan. 

2. Mengontrol semua urusan anak 

Mengawasi setiap aspek kehidupan anak adalah tanda lain dari overparenting. Kadang-kadang, orangtua cenderung berpikir bahwa hanya ada satu "cara terbaik" atau "cara yang benar" untuk melakukan segala sesuatu, dan sikap ini dapat membuat mereka terlalu mengendalikan setiap langkah anak.

Contohnya, jika orangtua tidak bisa melepaskan kendali dan memberi anak kesempatan untuk mengeksplorasi kegiatan baru, seperti memilih pakaian yang tidak biasa atau menata mainan dengan cara yang unik, ini mungkin menunjukkan perilaku overparenting.

3. Tidak bisa membiarkan anak gagal 

Kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan. Jika anak gagal dan orangtua langsung membantunya, mereka tidak akan belajar dari kesalahannya. Sebaiknya, berikan petunjuk mengenai suatu masalah saat anak menghadapi kesulitan, sehingga orangtua dapat mengembangkan keterampilan pemecahan masalah pada anak. Jika orangtua tidak bisa membiarkan anak gagal, itu adalah tanda dari overparenting.

4. Terlalu cemas 

Kekhawatiran yang berlebihan dapat menghalangi anak Anda untuk menikmati, belajar, tumbuh, dan mengeksplorasi diri serta kehidupannya dengan cara yang sehat. Jika Anda tidak memperlakukan anak Anda seperti individu yang cerdas, Anda mungkin menghambat mereka untuk mencapai potensi maksimalnya. Ini adalah salah satu tanda overparenting. 


Efek dari Pengasuhan Berlebihan

Terlalu mengatur anak dapat berdampak serius ketika mereka mencapai usia dewasa. (Foto: Freepik/freepik)

Seringkali, niat baik menjadi dasar dari pola asuh yang berlebihan. Namun, ada beberapa dampak negatif yang dapat mempengaruhi kehidupan anak. Berikut adalah rinciannya:

1. Kurangnya keterampilan pemecahan masalah yang efektif

Anak-anak yang terlalu dilindungi cenderung memiliki keterampilan pemecahan masalah yang kurang berkembang. Mereka mungkin bergantung pada strategi koping yang tidak sehat, seperti pengalihan perhatian atau berfantasi, untuk menghadapi stres. Ketika orang tua terlalu sering campur tangan dan menemukan solusi untuk anak-anak, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar memecahkan masalah sendiri.

Akibatnya, ketika dewasa, anak mungkin masih bergantung pada orang tua dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk menghadapi tantangan di masa depan.

2. Dampak pada kesehatan mental

Ketika orang tua berlebihan dalam menghindari risiko dan membatasi aktivitas anak demi menjaga keselamatan mereka, anak cenderung mengalami gejala depresi dan kecemasan. Keterampilan maladaptif yang mereka kembangkan, seperti internalisasi dan menjaga jarak, dapat meningkatkan tingkat stres dan kecemasan di masa dewasa.

3. Penurunan kepercayaan diri

Walaupun pola asuh yang responsif dapat meningkatkan harga diri anak, pola asuh yang berlebihan justru terkait dengan persepsi diri yang lebih rendah dan kurangnya keyakinan pada kemampuan diri, yang dapat berdampak negatif pada prestasi akademis anak. Ketika orang tua terlalu terlibat, ini dapat menimbulkan keraguan terhadap kemampuan anak.

Akibatnya, anak mungkin mengembangkan pikiran negatif tentang diri mereka sendiri, seperti meragukan kemampuan dalam menyelesaikan masalah sehari-hari. Penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa yang diasuh oleh orang tua yang terlalu protektif cenderung memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah, prestasi akademis yang kurang baik, dan sulit menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus.

4. Ketergantungan pada orang lain

Menurut penelitian, siswa yang memiliki orang tua yang terlalu terlibat lebih cenderung bergantung pada orang lain untuk mencari solusi daripada mengambil tanggung jawab sendiri. Mereka mungkin memiliki keyakinan diri yang rendah dan merasa tidak mampu menyelesaikan tugas dan tujuan mereka sendiri. Akibatnya, mereka menjadi terlalu bergantung pada bantuan orang lain dan tidak mengambil tanggung jawab dalam pekerjaan mereka.

5. Meningkatkan kecenderungan narsisme

Ketika anak-anak terlalu dimanjakan oleh orang tua yang memberikan kepuasan berlebihan, mereka mungkin merasa berhak dan terus menuntut perlakuan seperti itu saat mereka dewasa. Jika orang tua terlalu responsif dengan cara yang tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, maka anak-anak akan lebih mungkin mengembangkan sifat-sifat narsistik secara patologis. Dalam studi longitudinal selama 20 tahun, para peneliti menemukan bahwa pola asuh yang berlebihan berdampak langsung pada perkembangan narsisme pada orang dewasa muda.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya