Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat atau dolar AS melemah pada perdagangan Rabu, 2 Oktober 2024. Koreksi rupiah terhadap dolar AS dinilai akibat ketegangan di Timur Tengah yang memicu aksi safe haven.
Mengutip Antara, rupiah dibuka susut empat poin atau 0,03 persen menjadi 15.210 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya 15.206 per dolar AS.
Advertisement
"Sentimen pasar terhadap aset berisiko terlihat negatif, indeks saham AS dan Eropa ditutup turun. Serangan Iran ke Israel menaikkan ketegangan di Timur Tengah, memicu aksi safe haven," ujar Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra kepada Antara, Rabu (2/10/2024).
Namun, Ariston menilai, Rabu pagi ini kondisi tidak terlalu negatif di pasar. Indeks pasar Asia sebagian bergerak menguat dan nilai tukarnya juga menguat terhadap dolar AS. Hal itu mungkin bisa menahan rupiah tidak terlalu melemah.
"Pasar mungkin melihat kalau Iran tidak akan mendapat dukungan internasional bila terjun dalam perang," tutur dia.
Ariston prediksi, rupiah kembali lesu pada Rabu, 2 Oktober 2024 ke arah 15.250 per dolar AS, dengan potensi penguatan ke arah 15.180 per dolar AS.
Penutupan Rupiah Awal Oktober 2024
Sebelumnya, Rupiah mengalami pelemahan di awal bulan, pada Selasa, 1 Oktober 2024. Rupiah ditutup melemah 66 poin terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada Selasa, 1 Oktober 2024, setelah sempat melemah 75 poin di level Rp.15.206 dari penutupan sebelumnya di level Rp.15.140.
Sedangkan untuk perdagangan Rabu, 2 Oktober 2024, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.15.130 - Rp.15.240," ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Selasa, 1 Oktober 2024.
Sentimen Rilis Data BPS
Pelemahan Rupiah terjadi menyusul rilis BPS yang menunjukkan Indonesia mengalami deflasi 0,12% pada bulan September. Ini menandai deflasi kelima sepanjang 2024.
Adapun tingkat inflasi Indonesia pada September 2024 mencapai 1,84 % secara tahunan (year on year/YoY). Indeks harga konsumen (IHK) turun ke level 105,93 pada September 2024, dari 106,06 pada Agustus 2024.
BPS mencatat,kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan minuman dan tembakau, dengan deflasi sebesar 0,59% dan memberikan andil deflasi 0,17%.
Sementara itu, terdapat komoditas dengan andil inflasi antara lain komponen ikan segar dan kopi bubuk, dengan andil masing-masing 0,02%. Komponen penyumbang inflasi lainnya adalah biaya kuliah akademi perguruan tinggi, juga sigaret kretek mesin.
"Sebelumnya, berdasarkan proyeksi para analis,memperkirakan bahwa secara tahunan inflasi di Indonesia akan mereda. Dari 29 ekonom, nilai tengah proyeksi inflasi September 2024 adalah 2,00% (YoY), turun dari posisi Agustus 2024 dengan inflasi 2,12% (YoY)," ungkap Ibrahim.
Proyeksi terendah inflasi tahunan pada September 2024 adalah 1,80%, sedangkan tertinggi 2,20%.
"Tercatat 20 ekonom memproyeksikan bahwa inflasi tahunan pada September 2024 akan lebih rendah dari bulan sebelumnya. Meskipun demikian, kondisinya berbeda apabila ditilik dari pergerakan IHK secara bulanan. Para ekonom memperkirakan bahwa masih akan terjadi deflasi bulanan pada September 2024," papar Ibrahim.
Advertisement
The Fed Sinyalkan Tak Pangkas Suku Bunga Besar-besaran
Di Amerika Serikat, Ketua Federal Reserve Jerome Powell menolak taruhan pada pemotongan suku bunga yang lebih besar.
Powell menunjukkan yang lebih agresif dalam pidatonya di sebuah konferensi di Tennessee, dengan mengatakan bahwa bank sentral AS kemungkinan akan tetap mempertahankan pemotongan suku bunga seperempat poin persentase ke depannya.
FedWatch Tool milik CME Group kini menunjukkan, para pedagang tetap yakin The Fed akan memangkas lagi pada pertemuan penetapan kebijakan berikutnya di bulan November, tetapi memangkas ekspektasi untuk pengurangan 50 basis poin (bps) menjadi 35,4% dari 53,3% sehari sebelumnya
Pidato Powell disampaikan menjelang serangkaian data AS yang padat pekan ini, termasuk indeks manufaktur Institute for Supply Management yang akan dirilis Selasa malam dan laporan non-manufaktur pada Kamis, diikuti oleh angka pekerjaan bulanan yang berpotensi krusial pada Jumat, Ibrahim menyoroti.
Sementara itu, ketegangan yang meluas di Timur Tengah masih menjadi perhatian pasar, ketika Israel melancarkan invasi darat Israel ke Lebanon tampaknya pada Selasa, 1 Oktober 2024.