Cuaca Indonesia Hari Ini 3 Oktober 2024: Mayoritas Wilayah Berawan pada Siang Nanti

Cuaca hari ini, Kamis (3/10/2024), langit pagi Indonesia sebagian besarnya diprediksi cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan, dan hujan sedang. Seperti itulah prakiraan cuaca Indonesia hari ini.

oleh Arviola Marchsyalina Syurgandari diperbarui 03 Okt 2024, 07:30 WIB
Pancaran ultraviolet yang berasal matahari akan terasa lebih panas dari biasanya. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Cuaca hari ini, Kamis (3/10/2024), langit pagi Indonesia sebagian besarnya diprediksi cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan, dan hujan sedang. Seperti itulah prakiraan cuaca Indonesia hari ini.

Cuaca cerah berawan diprediksi pagi ini akan memayungi Serang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, Ambon, Kupang, Kota Jayapura, dan Manado, hal ini seperti dilaporkan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

Kemudian pada siang hari nanti, sebagian wilayah Indonesia diprakirakan cerah, cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan, dan hujan sedang.

Hujan dengan intensitas ringan diprediksi turun di beberapa wilayah Indonesia pada siang hari nanti, di antaranya Bandar Lampung, Ternate, Kota Jayapura, Padang, dan Medan. Dan akan turun hujan sedang di wilayah Manado.

Selanjutnya malam hari nanti, Indonesia sebagiannya diprediksi cerah berawan, berawan, berawan tebal, hujan ringan, hujan lebat, dan hujan petir.

Hujan petir diprakirakan akan mengguyur wilayah Banjarmasin, hujan ringan diprediksi turun di wilayah Jambi, Palangkaraya, Bandar Lampung, Ambon, Kota Jayapura, Manado, dan Medan. Sementara hujan lebat akan turun di Padang.

Berikut informasi prakiraan cuaca Indonesia selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.id:

 Kota  Pagi  Siang  Malam
 Banda Aceh  Berawan Tebal  Berawan Tebal   Berawan Tebal 
 Denpasar  Berawan Tebal  Berawan  Berawan
 Serang  Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Bengkulu  Berawan Tebal   Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Yogyakarta   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Jakarta Pusat   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Gorontalo   Berawan Tebal  Berawan Tebal  Berawan Tebal
 Jambi   Berawan Tebal  Berawan  Hujan Ringan
 Bandung   Berawan  Berawan  Berawan Tebal
 Semarang   Berawan Tebal  Berawan Tebal  Cerah Berawan
 Surabaya   Cerah Berawan  Cerah  Berawan
 Pontianak   Berawan  Berawan  Berawan
 Banjarmasin   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Hujan Petir
 Palangkaraya  Berawan  Berawan Tebal  Hujan Ringan
 Samarinda  Berawan Tebal  Berawan Tebal  Berawan Tebal
 Tarakan   Hujan sedang  Berawan Tebal  Berawan
 Pangkal Pinang  Berawan  Berawan  Berawan Tebal
 Tanjung Pinang   Hujan Ringan  Berawan  Berawan
 Bandar Lampung  Cerah  Hujan Ringan  Hujan Ringan
 Ambon   Cerah Berawan  Berawan Tebal  Hujan Ringan
 Ternate   Berawan  Hujan Ringan   Berawan
 Mataram   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Kupang   Cerah Berawan  Kabut  Berawan
 Kota Jayapura  Cerah Berawan  Hujan Ringan  Berawan
 Manokwari   Berawan Tebal  Berawan  Hujan Ringan
 Pekanbaru   Berawan  Berawan  Berawan
 Mamuju   Berawan  Berawan  Berawan
 Makassar   Berawan  Cerah  Berawan
 Kendari   Berawan Tebal  Cerah Berawan  Cerah Berawan
 Manado    Cerah Berawan  Hujan Sedang  Hujan Ringan
 Padang   Berawan Tebal  Hujan Ringan  Hujan Lebat
 Palembang  Berawan Tebal  Berawan Tebal  Berawan Tebal
 Medan   Berawan Tebal  Hujan Ringan  Hujan Ringan

BMKG Prediksi Kekeringan Tahun 2024 Lebih Panjang, Pakar UGM Sebut Pentingnya Mitigasi Kekeringan

Sebelumnya, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) positif membuat musim kemarau tahun ini lebih kering dengan tingkat curah hujan rendah sampai sangat rendah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kekeringan tahun ini akan terjadi lebih panjang mulai Mei sampai Oktober 2024.

Pakar Mitigasi Bencana dari Fakultas Geografi UGM, Djati Mardiatno, mengatakan prediksi BMKG itu tidak sepenuhnya meleset karena gejala iklim yang berubah-ubah dan berdampak pada perubahan musim di Indonesia sehingga penting adanya mitigasi kekeringan.

"Tingkat keparahannya itu tidak seperti yang diprediksikan sebelumnya," ujar Djati, Jumat 20 September 2024.

Menurut Djati perubahan iklim ini karena kondisi geografis dan hidrogeologi Indonesia yang beragam menyebabkan beberapa tempat mengalami kekeringan, sedangkan tempat lain belum dapat dikategorikan sebagai bencana kekeringan.

Ia memberikan contoh seperti di Gunung Kidul dan Nusa Tenggara Timur yang dikenal sulit mendapatkan sumber air apalagi di saat musim kemarau melanda bahkan musim kemarau berlangsung lebih panjang dibanding daripada wilayah lain.

Djati mengatakan untuk menilai suatu daerah memiliki potensi kekeringan atau tidak, harus memperhatikan tipe dan zona iklim regional, material penyusun geologis, serta sistem alam yang terdapat di suatu daerah tersebut.


Adanya Perubahan Iklim

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten, mencatat sekitar 201 hektar lahan sawah terancam mengalami puso atau gagal panen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, perubahan iklim ini juga mempengaruhi curah hujan yang turun di beberapa daerah di Indonesia.

"Perkiraan iklim sebelumnya menyatakan bahwa puncak musim kemarau akan berlangsung pada bulan Agustus hingga September," kata Djati.

Menurut Djati, bulan September adalah bulannya sumber mata air cenderung menjadi kering sehingga penting adanya mitigasi kekeringan oleh pemerintah atau masyarakat.

Adanya perubahan iklim, itu tidak menutup kemungkinan akan turunnya hujan di bulan Agustus-September meskipun sedikit.

Perubahan iklim ini banyak sektor pertanian menjadi paling terdampak, karena saluran irigasi kurang mencukupi dan membuat tanaman tidak akan bisa tumbuh dan sawah akan mengering. Hal ini akan berimbas pada kelangkaan stok bahan pangan dan kenaikan harga sembako.

"Kemarau panjang itu tidak terlalu ekstrem sehingga kemungkinan gagal panen itu rendah," terang Djati.

Kondisi menurutnya, pemerintah dan masyarakat tetap waspada dan mengantisipasi datangnya kemarau panjang baik di pengairan sawah dan tidak bergantung hanya kepada air hujan seperti dari sungai, danau, atau embung.

Djati mengatakan jika kondisi geologis suatu wilayah tidak terdapat sumber air alami, maka dapat menanam tanaman komoditas yang tidak membutuhkan banyak air.

Infografis 4 Anomali Cuaca Pemicu Potensi Cuaca Ekstrem di Indonesia. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya