Liputan6.com, Brasilia - Carlos Nobre, seorang ilmuwan iklim terkemuka dari Brasil, setahun yang lalu masih optimis tentang masa depan planet kita. Pada usia 73 tahun, pakar hutan hujan Amazon ini menyambut baik upaya para pemimpin di kawasan untuk mencari solusi bagi kelestarian hutan tersebut dalam sebuah konferensi di Brasil.
Namun, saat ini, Nobre mengeluarkan peringatan serius bahwa hutan hujan terbesar di dunia ini berada dalam ancaman besar. Kebakaran hutan yang dipicu oleh kekeringan terburuk dalam beberapa dekade terakhir telah menimbulkan ancaman eksistensial bagi hutan Amazon.
Advertisement
Dalam wawancara dengan AFP, Nobre menyatakan bahwa planet kita berisiko kehilangan hutan Amazon. Gelombang kebakaran hutan yang memecahkan rekor, dipicu oleh kekeringan parah yang diperburuk oleh perubahan iklim dan penggundulan hutan, telah menyebabkan bencana di seluruh Amerika Selatan, dikutip dari VOA Indonesia, Kamis (3/10/2024).
Kekeringan terburuk yang melanda Brasil dalam beberapa dekade terakhir telah menyebabkan kebakaran hutan terbesar dalam lebih dari satu dekade, dengan 80 persen wilayah Brasil tertutup asap.
Meskipun negara-negara seperti Kanada sering menghadapi kebakaran hutan besar, bencana tersebut biasanya disebabkan oleh sambaran petir alami yang dengan cepat menyebar di vegetasi kering, jelas Nobre. Sebaliknya, di Amazon, sebagian besar kebakaran dipicu oleh aktivitas ilegal manusia untuk kepentingan pertanian.
Para pelaku kejahatan ini tahu bahwa satelit hanya akan mendeteksi kebakaran ketika api sudah meluas hingga 30 atau 40 meter persegi, ujar Nobre. Ini memberi mereka waktu untuk melarikan diri sebelum tertangkap.
Kenaikan Suhu Bumi
Pada bulan Februari lalu, pemantau iklim Eropa, Copernicus, mengumumkan bahwa untuk pertama kalinya dalam catatan sejarah, suhu Bumi selama 12 bulan berturut-turut mencapai 1,5 derajat Celsius lebih panas dari pada era praindustri, empat tahun lebih awal dari yang diprediksi.
Para ahli telah memperingatkan bahwa peristiwa cuaca ekstrem akan meningkat tajam ketika suhu Bumi mencapai 1,5 derajat Celsius lebih hangat daripada era praindustri. Peningkatannya tidak lambat dan linear, kata Nobre.
Pada tahun 2024, kita sudah melihat betapa frekuensi fenomena ekstrem semakin sering terjadi dan memecahkan rekor, tambahnya, seraya mencatat peningkatan gelombang panas, hujan lebat, kekeringan, dan kebakaran hutan sebagai contoh peristiwa cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi di berbagai wilayah di Bumi.
Nobre memperingatkan bahwa kebakaran yang melanda hutan Amazon berisiko mempercepat perubahan hutan menjadi padang rumput sabana kering.
Jika pemanasan global terus berlanjut dan kita tidak menghentikan sepenuhnya penggundulan, degradasi, dan kebakaran hutan, maka pada tahun 2050 kita akan melewati titik di mana kita tidak bisa memulihkan itu semua, ujarnya. Dalam 30 hingga 50 tahun, kita akan kehilangan sedikitnya 50 persen wilayah hutan, ungkapnya.
Peningkatan suhu hingga 2,5 derajat Celsius pada tahun 2050 akan memicu titik kritis baru, termasuk kehilangan hutan Amazon sepenuhnya.
Beberapa langkah yang ia kampanyekan untuk mengurangi pemanasan iklim termasuk percepatan transisi ke energi terbarukan dan penanaman massal pepohonan di kota-kota untuk berfungsi sebagai spons yang menyerap karbon dioksida.
Pepohonan dapat membantu menurunkan suhu perkotaan hingga 4,5 derajat Celsius dan juga meningkatkan kelembapan. Spons perkotaan merupakan solusi yang sangat penting di seluruh dunia, tambah Nobre.
Advertisement