Liputan6.com, Jakarta - Beredar viral di media sosial tentang temuan sejumlah produk dengan nama 'tuyul', 'tuak', 'beer', dan 'wine' yang mendapatkan sertifikat halal. Hal itu salah satunya disuarakan oleh akun Instagram @dianwidayanti pada Jumat, 27 September 2024.
Advertisement
Hal itu disorot tajam mengingat ada aturan fatwa MUI yang melarang pelaku usaha menamakan sesuatu dengan hal yang menyimbolkan kekufuran, kemaksiatan, atau berkonotasi negatif. Nama produk juga tidak boleh menggunakan nama benda/hewan yang diharamkan, termasuk tidak boleh berbentuk menyerupai hewan anjing/babi apapun desainnya.
"Tapi sekarang kok bisa ada tuyul masuk ke dalam halal Indonesia. FYI, sekarang yang memberikan sertifikat halal itu bukan lagi dari LPPOM MUI, tapi udah di-take over sama BPJPH, which is itu under Kemenag atau Kementerian Agama alias pemerintah," kata pembuat konten tersebut.
BPJPH alias Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Kementerian Agama pun bereaksi. Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJP Mamat Salamet Burhanudin dalam keterangan yang dikutip dari laman kemenag.go.id, Selasa, 1 Oktober 2024, berdalih bahwa persoalan tersebut berkaitan dengan penamaan produk dan bukan soal kehalalannya produknya.
"Artinya, masyarakat tidak perlu ragu bahwa produk yang telah bersertifikat halal terjamin kehalalannya karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku," ujarnya.
Penamaan produk halal itu, kata dia, diatur berbagai regulasi, seperti SNI 99004:2021 tentang persyaratan umum pangan halal dan Fatwa MUI Nomor 44/2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk, dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal.
Dalih BPJPH Nama Produk Bertentangan Aturan Dapat Sertifikasi Halal
Bila merujuk peraturan tersebut, semestinya tidak ada nama-nama produk yang menggunakan kata 'tuyul' hingga 'wine' diloloskan mendapat sertifikat halal. Namun, ia mengakui masih ada nama-nama produk tersebut bersertifikasi halal, baik yang ketetapan halalnya dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI maupun Komite Fatwa Produk Halal.
"Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal," klaim Mamat.
Berdasarkan catatan pihaknya, produk dengan nama menggunakan kata 'wine' yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk, dan 53 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa. Sementara, sertifikat halal produk yang namanya mengandung kata 'beer' diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah delapan produk dan 14 produk sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan penetapan halal dari Komite Fatwa.
"Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH, dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain," ucap Mamat.
Advertisement
BPJPH Timpakan Kesalahan pada Ulama
Menurut Mamat, temuan itu mencerminkan perbedaan pendapat di antara ulama mengenai penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. Ia mengklaim perbedaan itu hanya sebatas diperbolehkan atau tidaknya penggunaan nama-nama itu saja, tetapi tidak terkait dengan aspek kehalalan zat dan prosesnya yang telah dipastikan halal.
Kondisi ini, menurut Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan JPH, Dzikro, masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal yang berdasarkan perintah Undang-undang pelaksanaannya dilakukan oleh ekosistem layanan yang luas dan melibatkan banyak aktor.
"Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya," kata Dzikro.
Sementara itu, LPPOM MUI selaku salah satu Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) menelusuri temuan 32 nama produk dengan kata kunci 'wine' dan 'beer' yang diambil dari Sihalal. Hasilnya, terdapat 25 nama produk dengan kata kunci 'wine' di database LPPOM.
"Semuanya berupa produk kosmetik, di mana penggunaan kata 'wine' berasosiasi dengan warna (bukan sensori rasa maupun aroma). Menurut Komisi Fatwa MUI, penggunaan kata 'wine' yang menunjukkan jenis warna 'wine' untuk produk non-pangan diperbolehkan," bunyi pernyataan tertulis LPPOM MUI yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Rabu (2/10/2024).
Penjelasan Lanjutan LPPOM
Selanjutnya, terkait penelusuran tiga produk dengan nama 'beer' yang diperiksa melalui LPPOM, pihaknya menemukan bahwa penamaan itu adalah kesalahan ketik, dari semestinya beef menjadi beer strudel. Hal itu sesuai dengan keterangan pada Ketetapan Halal MUI Provinsi Jawa Barat No. LPPOM-01201281591022. atas produk dari pelaku usaha 'Meylia Kharisma Puspita'.
"Secara paralel dilakukan pengajuan permohonan perubahan nama dalam SH BPJPH sesuai dengan KH berlaku, yakni dari Beer Strudel diubah menjadi Beef Strudel," sambung pemberitahuan itu.
Kasus yang mirip juga menimpa produk bernama Beer Stroganoff, SH BPJPH No. ID34220000185660321 diterbitkan pada 26 April 2021 dengan Pelaku Usaha “Salsa Catering” berdasarkan Ketetapan Halal MUI DI Yogyakarta No. 12340002010421. Berdasarkan Ketetapan Halal (KH) yang diunggah ke Sihalal, tidak ada nama Beer Stroganoff, hanya ada nama Beef Stroganoff.
"Secara paralel dilakukan pengajuan permohonan perubahan nama sesuai dengan KH berlaku, yakni dari Beer Stroganoff dengan nama Beef Stroganoff," sambungnya.
Sementara, produk Ginger Beer berdokumen SH BPJPH No. ID52320000072060221 yang diterbitkan pada 16 Maret 2021 dengan Pelaku Usaha “PT Metro Lombok Asri (Hotel Santika Mataram)” berdasarkan Ketetapan Halal MUI Provinsi NTB No. B-45/DP.P-XXVIII/III/2021 menunjukkan benar ada nama tersebut diunggah ke Sihalal. Tetapi setelah ditelusuri ulang, LPPOM memastikan tidak ditemukan bahan haram dalam pembuatan produk tersebut. Produknya pun tidak berasosiasi dengan “beer”.
"Perusahaan bersedia untuk mengganti nama menu, yakni dari Ginger Beer menjadi Fresh Ginger Breeze. Hal ini dibuktikan dengan surat permohonan perubahan nama yang secara paralel diajukan oleh Pelaku Usaha kepada BPJPH dan perubahan nama pada KH," imbuh pernyataan LPPOM.
Terakhir, proses pemeriksaan halal yang dilakukan LPH LPPOM tidak pernah meloloskan produk dengan nama tuyul dan tuak. "Kami harap seluruh pihak yang terlibat tidak menyebarkan isu yang belum jelas," kata LPPOM.
Advertisement