Serangan Konvoi Diplomat di Distrik Swat, Pakistan Sulit Atasi Aksi Terorisme?

Diplomat dari Rusia, Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhstan, Bosnia, Vietnam, Ethiopia, Rwanda, Zimbabwe, Indonesia, dan Portugal, merupakan bagian dari konvoi yang sedang melakukan perjalanan ke Swat.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 03 Okt 2024, 01:10 WIB
Ilustrasi ledakan (pixabay)

Liputan6.com, Islamabad - Aktivitas teror di Pakistan meningkat akhir-akhir ini. Termasuk insiden serangan yang menyasar rombongan konvoi yang membawa diplomat dari berbagai negara.

Sejumlah pihak menilai, hal itu menunjukkan ketidakmampuan negara tersebut untuk memberikan keamanan bagi utusan asing.

Serangan mengejutkan itu terjadi di Swat Minggu ini, meskipun para diplomat beruntung lolos tanpa cedera. Namun, seorang polisi tewas dalam ledakan itu.

Para diplomat dari berbagai negara, termasuk Rusia, Uzbekistan, Turkmenistan, Kazakhstan, Bosnia, Vietnam, Ethiopia, Rwanda, Zimbabwe, Indonesia, dan Portugal, merupakan bagian dari konvoi yang sedang melakukan perjalanan ke Swat untuk menghadiri pertemuan bisnis ketika mereka menabrak bom pinggir jalan.

Dalam pengungkapan yang mengejutkan, kantor luar negeri Pakistan mengungkapkan bahwa mereka tidak mengetahui kunjungan para diplomat ke Swat, menurut Express Tribune.

Dikutip dari laman infognomonpolitics, Rabu (2/10/2024) terorisme semakin meningkat setelah gencatan senjata dengan pemerintah berakhir pada tahun 2022.

Dalam laporan negara yang diterbitkan pada tahun 2022, AS telah mengakui lonjakan aktivitas teror di negara tersebut ketika menulis: "Pakistan mengalami peningkatan ancaman teroris pada tahun 2022. Jumlah serangan dan korban lebih tinggi dari pada tahun 2021. Kelompok teroris utama yang berfokus melakukan serangan di negara tersebut termasuk TTP, Tentara Pembebasan Balochistan (BLA), dan ISIS-K."

"Kelompok militan separatis melakukan serangan terorisme terhadap berbagai target di provinsi Balochistan, Punjab, dan Sindh. TTP menimbulkan ancaman signifikan terhadap polisi, militer, dan dinas keamanan Pakistan di provinsi Khyber Pakhtunkhwa," kata laporan itu.

"Dalam menyerang berbagai target, teroris menggunakan berbagai taktik, termasuk IED, VBIED, bom bunuh diri, dan pembunuhan yang ditargetkan," kata laporan itu.

 


Bantahan dari Taliban

Truk polisi Pakistan yang rusak akibat serangan bom bunuh diri di Quetta, Balochistan, Pakistan, Selasa (9/1). Tujuh orang tewas, 5 di antaranya adalah polisi dan sisanya warga sipil dan 23 orang mengalami luka. (Liputan6.com/Banaras Khan)

Serangan terhadap konvoi tersebut merupakan pengingat suram bahwa situasi tidak membaik di Pakistan bahkan setelah pemerintahan baru berkuasa awal tahun ini menyusul pertikaian politik panjang yang bahkan menyebabkan mantan Perdana Menteri Imran Khan masuk penjara.

Setelah serangan tersebut, Juru Bicara Kantor Luar Negeri Mumtaz Zahra Baloch ditanyai serangkaian pertanyaan tentang insiden, protokol, dan peran Kementerian Luar Negeri.

Sementara itu, Taliban Pakistan membantah menyerang konvoi para diplomat tersebut.

Serangan terhadap orang asing bukanlah hal baru di Pakistan. Sebelumnya, separatis dan teroris Baloch sebagian besar menargetkan warga negara dan proyek Tiongkok, tetapi peristiwa Swat merupakan pengecualian.


China Desak Pakistan untuk Berlakukan Pengamanan Ekstra bagi Para Pekerja Tiongkok

Personel keamanan di kota perbatasan Pakistan Qila Saifullah di provinsi barat daya Balochistan (Banaras Khan/AFP)

Sebelumnya, Pakistan menghadapi tekanan yang semakin besar dari Beijing atas ketidakmampuannya untuk menjamin keselamatan warga negara China yang bekerja pada proyek Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC).

Meskipun telah melakukan investasi yang signifikan dalam bidang keamanan, serangkaian serangan baru-baru ini terhadap pekerja China telah membuat hubungan kedua negara menjadi tegang, sehingga membuat investor Tiongkok semakin waspada.

Namun, proyek ambisius ini telah dirusak oleh insiden keamanan yang berulang yang menargetkan personel China.

Pada Maret 2024 saja, lima serangan terpisah mengakibatkan kematian sedikitnya 18 orang, termasuk lima warga negara Tiongkok.

Insiden ini telah menyoroti perjuangan Pakistan yang sedang berlangsung untuk memerangi terorisme dan melindungi pekerja asing, dikutip dari laman Khaama.

Kekecewaan Beijing yang semakin meningkat terlihat jelas dalam komentar terbaru Liu Jianchao, kepala Departemen Internasional Partai Komunis Tiongkok.

Sambil mengakui upaya Pakistan dalam memerangi terorisme, Liu menekankan bahwa situasi keamanan yang memburuk mengguncang kepercayaan investor China.

Hal ini menggarisbawahi betapa seriusnya situasi dan potensi konsekuensi ekonomi bagi Pakistan jika gagal mengatasi kekhawatiran Tiongkok.


Upaya Pakistan

Ilustrasi bendera Pakistan (pixabay)

Untuk melindungi warga negara Tiongkok dan proyek CPEC, Pakistan telah menerapkan berbagai langkah keamanan. Pada tahun 2017, negara tersebut membentuk Divisi Keamanan Khusus (SSD) yang terdiri dari 9.000 tentara Angkatan Darat Pakistan dan 6.000 personel pasukan paramiliter, dengan anggaran sebesar 1,3 miliar rupee Pakistan yang dialokasikan untuk keamanan CPEC.

Selain itu, Angkatan Laut Pakistan membentuk "Satuan Tugas-88" untuk menjaga pelabuhan Gwadar yang penting secara strategis dan jalur lautnya.

Namun, laporan terbaru oleh Biro Intelijen Pakistan mengungkapkan bahwa langkah-langkah keamanan ini tidak diterima dengan baik oleh ekspatriat Tiongkok, banyak di antaranya merasa semakin tidak aman.

Laporan tersebut menyoroti kekhawatiran tentang keselamatan dan beban keuangan untuk mematuhi protokol keamanan yang ketat, seperti penggunaan kendaraan antipeluru, yang selanjutnya menggambarkan lingkungan berisiko tinggi yang dihadapi warga negara Tiongkok di Pakistan.

Menanggapi meningkatnya ancaman keamanan, Pakistan telah melarang dua kelompok militan berdasarkan Undang-Undang Antiterorisme tahun 1997: Kelompok Hafiz Gul Bahadur yang terkait dengan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP) dan Brigade Majeed dari Tentara Pembebasan Balochistan.

Kelompok-kelompok ini terlibat dalam serangan terhadap warga negara Tiongkok. Lebih jauh, dalam upaya mendelegitimasi TTP, Kementerian Dalam Negeri Pakistan telah mengubah nama kelompok tersebut menjadi Fitna-al-Khawarij dalam dokumen resmi.

Pakistan dan Tiongkok juga berupaya agar Brigade Majeed terdaftar di bawah Komite 1267 Dewan Keamanan PBB, yang akan membuat kelompok tersebut dikenai sanksi internasional.

Meskipun ada upaya-upaya ini, serangan terhadap warga negara China terus berlanjut dengan frekuensi dan tingkat kematian yang meningkat.

Infografis Adu Kekuatan Tempur Pakistan Vs India. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya