Food Vlogger Kena Blacklist Usai Ulasannya yang Dianggap Menghina Warung Rawon, Berujung Permintaan Maaf

Seorang food vlogger bernama Debi Pratama viral karena memberi penilaian buruk terhadap warung rawon di Jogja. Video reviewnya banyak dikritik warganet karena dianggap kebabalasan dan mengarah pada penghinaan.

oleh Henry diperbarui 03 Okt 2024, 07:51 WIB
Food Vlogger Kena Blacklist Usai Ulasannya yang Dianggap Menghina Warung Rawon, Berujung Permintaan Maaf. foto: Instageam @mood.jakarta

Liputan6.com, Jakarta - Seorang food vlogger bernama Debiprt atau Debi Pratama sedang viral karena memberi penilaian buruk terhadap warung rawon di Jogja. video reviewnya banyak dikritik warganet karena dianggap kebabalasan dan mengarah pada penghinaan.

"Rawon tanpa setan harganya Rp17 ribu, nasinya Rp5 ribu, kuanya keasinan, pantas aja dipisah," ujar Debiprt dalam videonya yang diunggah ulang oleh akunTwitter atau X @gastronusa pada Senin, 30 September 2024.

Pernyataan-pernyataan seperti itu membuat Debiprt masuk daftar hitam alias blacklist para pengusaha kuliner di Yogyakarta karena video yang dibuatnya. Akun tersebut juga mengunggah sebuah foto yang menampilkan wajah Debiprt yang diblacklist oleh para pengusaha kuliner Jogja.

"Kami pelaku usaha F&B Jogja sepakat untuk blacklist @debiprt," tulis keteranhan dalam unggahan tersebut. "Di dalam bisnis itu pertaruhan uangnya gede. Bikin bisnis gak gampang, bisa jadi utang di bank. Di bawahnya ada pegawai yang mungkin lagi nyicil motor. Kamu dikasih kelebihan bukan buat ngerusak usaha orang," tambah keterangan di d foto tersebut.

Debi Pratama atau yang lebih dikenal Debiprt adalah seorang food vlogger yang kerap membagikan review kuliner di akun media sosialnya seperti di TikTok dan Instagram. Dalam setiap ulasannya, ia diketahui kerap memberi ulasan yang kurang menyenangkan bagi pemilik usaha kuliner.

Hal tersebut membuatnya menjadi sosok influencer yang kontroversional, terutama bagi pengusaha kuliner di Yogyakarta. Sebelumnya, Debi Pratama tidak terlalu dikenal oleh masyarakat luas karena masih termasuk baru berkiprah sebagai food vlogger.

Namun, setelah me-review warung rawon yang kemudian viral, kini namanya jadi cibiran publik dan bahkan masuk daftar hitam bagi pelaku bisnis kuliner, terutama di Jogja Kontroversi ini mulai ramai ketika cuitan akun X @txtdrkuliner berupa seruan untuk blacklist Debi Pratama mendapat lebih dari 700 ribu tayangan.

 


Menutup Akun Media Sosial

Food Vlogger Kena Blacklist Usai Ulasannya yang Dianggap Menghina Warung Rawon, Berujung Permintaan Maaf.  foto: Instageam @mood.jakarta

Debi kemudian menjadi bulan-bulanan warganet karena ia kedapatan sudah beberapa kali membuat review negatif, bahkan ada yang sampai gulung tikar. Setelah viral, Debi diduga menghapus seluruh akun media sosialnya untuk menghindari cibiran dari warganet.

Setelah menghilang dari media sosial, warganet justru menggaungkan agar Debi menjadi sosok yang berani bertanggung jawab. Publik meminta idirinya meminta maaf dan melakukan klarifikasi atas aksinya yang merugikan orang lain.

"Minimal bikin video permohonan maaf dan klarifikasi, kalau gak UU ITE kan mas,” komentar salah satu warganet.  Video ulasannya pun ramai dibagikan ulang di beberapa akun media sosial, termasuk akun Instagram @1mood.jakarta.

"Baru-baru ini Debiprt mereview menu rawon andalan dari salah satu warung makan rumahan di Jogja, Rumah makan tersebut selayaknya warung makan rumahan bisa, tak pernah mengecap diri paling enak, bahkan otentik, semuanya serba bisa saja,” tulis keterangan unggahan pada Rabu, 2 Oktober 2024.  

Namun nyatanya banyak pelanggan yang jatuh hati dengan menunya. Bahkan ada yang bolak-balik mampir ke warung makan itu hingga sekarang banyak pelanggan tetapnya.


Minta Maaf

Food Vlogger Kena Blacklist Usai Ulasannya yang Dianggap Menghina Warung Rawon, Berujung Permintaan Maaf. foto: Instageam @mood.jakarta.  foto; Twitter @txtdrkuliner

 "Namun Debiprt dengan congkaknya datang dan mereview rawonnya dengan bahasa tidak apik menurut bayak orang di media sosial, pun kesannya malah menjatuhkan,” tulis unggahan itu lagi.

"Mungkin inginnya meniru foodvlooger yang sempat mereview makanan di sana, tapi malah gagal dan membuat orang geram. Tak hanya itu, Debiprt juga memberi rating rendah dari rasa menunya sekitar 14/21 pada masakan rawon,” sambungnya.

Kabar terbarunya, Deni akhirnya meminta maaf kepada pemilik warung makan rawon Mamiku di Jogja. Debi Pratama mendatangi langsung sang pemilik yang bernama Gilang.Dalam potret yang diunggah di akun Instagram @gumoninn, Devi yang mengenakan kemeja warna putih berjabat tangan dengan Gilang.

Dalam potret yang diunggah di akun Instagram @gumoninn dan Twitter @txtdrkuliner, Rabu, 2 Oktober 2024, Devi yang mengenakan kemeja warna putih berjabat tangan dengan Gilang. Saya Debi, pemilik akun @debiprt_, sudah bertemu langsung dengan owner @warungmakanmamiku," tulisnya.

"Saya telah memohon maaf atas kesalahan yg saya buat pada postingan review rawon yang telah merugikan Warung Makan Mamiku," sambungnya. Selain itu, Debi juga meminta maaf kepada warung-warung lain yang turut dirugikan olehnya.

Debi mengaku sama sekali tidak punya niat atau bermaksud untuk menjatuhkan pelaku usaha tersebut. "Saya berjanji tidak akan mengulangi hal serupa ke warung lain. Maaf atas kegaduhan yang terjadi," tutupnya.


Etika Review Makanan

ilustrasi makanan/copyright unsplash/Brooke Lark

Beberapa waktu lalu, praktisi sekaligus penulis makanan Kevindra Prianto Soemantri menyebut ranah untuk mengubah makanan secara profesional sampai sebelum era digital, dipegang oleh kritikus restoran. "Sebelum era blogging, Instagram, yang bisa me-review restoran hanyalah kritikus restoran yang berada di bawah media massa," kata Kevin kepada Liputan6.com, Kamis, 21 September 2023.

Kevin menjelaskan kritikus restoran di media massa dibekali etika jurnalistik hingga diajarkan untuk bersikap profesional. "Tapi di era digital, ketika semua orang bisa punya opini, banyak teman-teman yang sebetulnya enggak diajarkan atau enggak punya latar belakang sebagai jurnalis atau kritikus itu, akhirnya punya kebebasan berbicara yang sayangnya tidak sesuai konteks, tidak sesuai tempat, akhirnya tidak paham bahwa sebetulnya tugas seorang kritikus restoran dan makanan adalah pengamat," katanya.

Penulis buku "Jakarta A Dining History: Transformasi Lanskap Restoran Ibu Kota dari Abad Ke-19 hingga 1990" ini menambahkan, "Pengamatan berdasarkan data, observasi, tidak berdasarkan makan sekali habis itu dikritik atau di-review. Ini yang tidak dilakukan oleh mungkin teman-teman reviewer sekarang."

"Kalau kritikus restoran atau makanan, kita datang tidak izin karena kalau minta izin, mereka tahu siapa kita dan dikasih pelayanan yang bagus. Datang saja dan makan saja sebagai pelanggan biasa," terangnya.

Kevin menerangkan untuk tidak hanya sekali datang ke sebuah tempat makan bila mengulas makanan atau tempat makan. Ia menyarankan datang setidaknya 3--4 kali untuk memastikan cita rasa dari sajian tersebut.

 

Infografis Cara Aman Pesan Makanan via Online dari Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya