Liputan6.com, Jakarta - Perpusnas menyerahkan sertifikat penetapan naskah Bo’ Sangaji Kai sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) Tahun 2024 kepada Museum Kebudayaan Samparaja Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Penyerahan dilakukan Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan Pengelolaan Naskah Nusantara Perpusnas Agus Sutoyo kepada Kepala Museum Kebudayaan Samparaja, Dewi Ratna Muchlisa.
Advertisement
Selain Bo’ Sangaji Kai dari Kesultanan Bima, pada tahun ini, Perpusnas menetapkan enam naskah lainnya sebagai IKON yaitu Pustaha Laklak Tambar ni Hulit (Sumatera Utara), Naskah Undang-Undang Simbur Cahaya (Sumatera Selatan), Lontar Sri Tanjung (Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur), Kidung Bwana Winasa Karya Padanda Ngurah (Kabupaten Badung, Bali), Lontara Attoriolong Bone (Sulawesi Selatan), dan Lontar Primbon Suku Tengger (Jawa Timur).
Agus Sutoyo menjelaskan, penetapan naskah sebagai IKON menjadi salah satu target program pengarusutamaan naskah Nusantara yang tengah dijalankan Perpusnas.
Menurutnya, indikator capaian program pengarusutamaan naskah Nusantara di suatu daerah ditandai dengan adanya ekosistem pernaskahan yang baik, adanya dukungan dari pemerintah daerah, dan memiliki usulan naskah kuno unggulan yang dapat diarusutamakan pada tingkat nasional.
"Di Nusa Tenggara Barat ini, kami sampaikan apresiasi atas kerja keras berbagi pihak termasuk pengelola Museum Kebudayaan Samparaja Kota Bima dan Pemerintah Daerah Kota Bima yang telah bekerja sama dengan Perpustakaan Nasional RI sehingga terpilihnya naskah Bo’ Sangaji Kai menjadi Ingatan Kolektif Nusantara," kata Agus, dalam Seminar Nasional Bo' Sangaji Kai sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) yang digelar di Bima, NTB, pada Rabu (2/10/2024) kemarin.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan, naskah Bo’ Sangaji Kai layak diakui sebagai IKON karena cakupan sejarah yang luas dan dampaknya melintasi batas negara. Naskah Bo' Sangaji Kai disebut merepresentasikan kekayaan budaya dan peristiwa penting sejarah dunia, salah satunya peristiwa meletusnya Gunung Tambora pada 1815.
Senada dengan hal itu, Dewi Ratna Muchlisa sebagai pemilik naskah Bo' Sangaji Kai mengatakan naskah ini menjadi dokumen penting Kesultanan Bima yang menggambarkan kemajuan peradaban.
"Naskah ini disalin atau ditulis ulang sehingga menjadi bukti kemajuan literasi masyarakat Bima dalam penggunaan tulisan yang terorganisir," ungkapnya.
Tantangan Berat
Sementara itu, Ketua Dewan Pakar IKON Muchlis Paeni menjelaskan upaya pengarusutamaan naskah Nusantara masih menghadapi tantangan yang berat. Pasalnya, masih banyak naskah kuno atau manuskrip, yang oleh pemiliknya dianggap sebagai barang pusaka peninggalan leluhur.
Padahal menurutnya, sebuah manuskrip terkadang tidak hanya mengandung catatan sejarah, tetapi juga berbagai karya tentang ilmu pengetahuan.
Misalnya, tentang ilmu pengetahuan di bidang pertanian, perdagangan, pengobatan, hingga tata kelola pemerintahan. Namun karena manuskrip tersebut hanya disimpan dan tidak pernah dibuka maupun dibaca, banyak ilmu pengetahuan di dalamnya yang tidak diketahui generasi sekarang.
"Maka tugas perpustakaan adalah mengembalikan marwah manuskrip-manuskrip ini dari barang pusaka kembali menjadi barang pustaka di perpustakaan," kata Muchlis.
Advertisement