Pertanda sebelum Marissa Haque Meninggal Diungkap Ustadz Yusuf Mansur, Sabda Rasulullah tentang Firasat Mukmin

Sebelum meninggal dunia, Marissa Haque sudah memiliki firasat yang lantas tampak dalam ucapan-ucapannya

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Okt 2024, 00:30 WIB
Potret Marissa Haque terbaru. (Liputan6.com/IG/marissahaque)

Liputan6.com, Cilacap - Kabar mengejutkan datang dari dunia hiburan Indonesia. Salah seorang artis papan yang merupakan istri penyayi Rock ‘n Roll Ikang Fawzi, Marissa Haque meninggal dunia pada Rabu (02/10/2024) di usia 61 tahun.

Sebelum kepergiannya, berdasarkan penuturan teman-teman dan orang terdekatnya, Marrisa Haque mengatakan sesuatu yang boleh jadi merupakan firasat dirinya tidak akan lama lagi hidup di dunia.

Kepada teman-temannya, ia mengatakan, jika dirinya meninggal dunia maka ia ingin di makamkan di TPU Tanah Kusir. Tak hanya itu, isyarat serupa juga disampaikannya kepada mahasiswanya.

Hal ini sebagaimana dijelaskan Ustadz Yusuf Mansur melalui Insta Storynya @yusufmansurnew pada Rabu (3/10/2024). Dia mengungkap bahwa Marissa Haque pernah membahas soal kematian saat almarhumah mentraktir mahasiswanya minggu lalu.

"Ga rugi nih kalo udah traktir lalu saya meninggal,” ucap Marissa Haque ke mahasiswanya dikutip via kanal showbiz, Kamis (3/10/2024).

 

Simak Video Pilihan Ini:


Hadis Rasulullah tentang Firasat Orang Mukmin

Ikang Fawzi di pemakaman Marissa Haque.

Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW mengingatkan agar berhati-hati terhadap firasat orang mukmin. Pasalnya firasat orang mukmin boleh jadi merupakan suatu pertanda akan terjadinya sesuatu di kemudian hari. Rasulullah SAW bersabda,

“Berhati-hatilah kamu terhadap firasat seorang mukmin, sebab ia melihat dengan (diterangi) cahaya Allah.” (Riwayat Tirmidzi, dari Abu Sa’id al-Khudry).

Berdasarkan hadis di atas, Rasulullah SAW menginformasikan bahwa firasat orang mukmin itu bisa benar-benar menjadi kenyataan sebab mata hatinya saat melihat sesuatu yang belum terjadi itu diterangi cahaya (nur) dari Allah SWT.

Jikalau demikian adanya, maka mempercayai firasat seorang mukmin diperbolehkan. Namun persoalannya, jika kita dihadapkan pada sebuah hadis, pertanyaan mendasar yang kerap mengemuka ialah bagaimana kualitas hadis tersebut?


Kualitas Hadis Diperselisihkan Para Ulama

Ilustrasi masjid, Islam. (Photo Copyright by Freepik)

Menukil hidayatullah.com, hadits ini, memang diperselisihkan para ulama. Sebagian mereka bahkan mengkategorikannya sebagai hadits maudhu (palsu), seperti Ibnul Jauzi dan ash-Shaghani.

Namun, Ibnu Hajar, al-Haitsami, as-Suyuthi dan asy-Syaukani menyatakannya sebagai hadits hasan (baik), karena maknanya memiliki penguat dari sumber lain. Jadi, ia bisa dijadikan pegangan. 

Yunus bin Abdul A’la pernah berkata kepada Imam Syafi’i, “Tahukan Anda, wahai Abu ‘Abdillah, apa yang dikatakan oleh teman kami?” Maksudnya, al-Laits bin Sa’ad atau lainnya. Bahwa ia berkata, “Andaikan engkau melihat dia (penganut bid’ah) bisa berjalan di atas air, maka jangan percaya, jangan perdulikan, dan jangan pula berbicara dengannya.” Beliau pun menanggapi, “Sungguh, demi Allah, dia telah berkata dengan ringkas dan padat.” (lihat: Syarh I’tiqadi Ahlis Sunnah wal Jama’ah, karya al-Lalika’iy).


Syarat Mukmin mendapatkan Firasat yang Benar

Ilustrasi doa, Islami, muslim. (Photo by Masjid MABA on Unsplash)

Artinya, “kemampuan” semacam itu takkan Allah berikan kepada pelaku bid’ah, apalagi ahli maksiat dan orang kafir. Menurut Syarif Ali al-Jurjani dalam at-Ta’rifat, jika saja hal itu muncul dari mereka, maka namanya istidraj, yakni kemuliaan semu yang akan menyeret mereka ke dalam kehinaan dan siksa-Nya perlahan-lahan.

Benar bahwa tebakan-tebakan mereka adakalanya tepat, namun bangsa jin suka mencuri dengar berita dari langit, lalu dibisikkannya ke telinga orang-orang fasik atau kafir yang bekerjasama dengannya, setelah dicampur dengan sejuta kebohongan. 

Dalam kitab “Bariqah Mahmudiyah” dikatakan bahwa firasat hanya bisa dicapai dengan komitmen yang kuat kepada Allah, seperti menundukkan pandangan (ghaddhul bashar), menahan diri dari syahwat, memakmurkan jiwa dengan muraqabah (senantiasa merasa diawasi oleh Allah), dan membiasakan diri memakan yang halal. 

Dengan demikian bisa dipahami bahwa firasat yang muncul dari seorang mukmin yang mana ia memiliki ketakwaan kepada Allah SWT boleh jadi merupakan suatu pertanda akan terjadinya sesuatu dikemudian hari.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya