Liputan6.com, Jakarta International Maritime Organization (IMO) telah menyetujui penetapan Pulau Nusa Penida dan Gili Matra di Selat Lombok sebagai Particularly Sensitive Sea Area (PSSA).
Hal ini merupakan salah satu misi utama Delegasi Indonesia dalam Pertemuan Marine Environment Protection Committee (MEPC) ke-82 yang berlangsung di London, mulai 30 September hingga 4 Oktober 2024.
Advertisement
Direktur Perkapalan dan Kepelautan, Capt. Hendri Ginting, yang memimpin delegasi Indonesia, menjelaskan bahwa pembahasan terkait penetapan PSSA untuk Nusa Penida dan Gili Matra diperkenalkan melalui Dokumen MEPC 82/12 pada hari kedua pertemuan.
“Banyak negara memberikan dukungan tanpa ada keberatan. Ini adalah langkah positif menuju penetapan resmi PSSA di kedua wilayah tersebut,” ujar Ginting, kamis (3/10/2024).
Pembahasan lebih lanjut dilakukan dalam Technical Group (TG) yang khusus menangani penetapan PSSA. Delegasi Indonesia, yang diwakili oleh berbagai instansi, memaparkan proposal secara intensif.
Hasilnya, TG secara prinsip telah menyetujui pembentukan PSSA di Nusa Penida dan Gili Matra, dengan penetapan draft MEPC Resolution yang dijadwalkan pada penutupan sidang MEPC-82.
Banyak Dukungan
Penetapan PSSA ini didukung oleh banyak negara anggota IMO, termasuk Australia, Singapura, Korea Selatan, hingga Jerman.
Penetapan PSSA di Selat Lombok ini juga merupakan kelanjutan dari penetapan Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Lombok pada tahun 2019 yang bertujuan untuk melindungi ekosistem laut yang rentan.
Punya Keanekaragaman Hayati
Selat Lombok memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa dan merupakan bagian dari kawasan segitiga karang dunia (Coral Triangle).
Selain itu, wilayah ini juga penting secara ekologis karena menjadi jalur migrasi spesies laut langka yang sangat sensitif terhadap dampak aktivitas pelayaran internasional.
Penetapan PSSA di Nusa Penida dan Gili Matra ini akan menjadikan kedua wilayah tersebut sebagai kawasan pertama di Indonesia yang diakui sebagai PSSA.
Keberhasilan ini dapat menjadi percontohan untuk penetapan kawasan potensial lainnya di Indonesia sebagai PSSA dalam rangka melindungi lingkungan maritim Indonesia yang rentan.
Pertemuan MEPC-82 dipimpin oleh Harry Conway dari Liberia, membahas berbagai isu lingkungan maritim, termasuk upaya penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), pencegahan polusi laut, serta perlindungan kawasan sensitif.
Delegasi Indonesia yang hadir secara fisik terdiri dari perwakilan Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, KBRI London, dan berbagai instansi terkait.
Advertisement