Marak Situs Jastip Ilegal Barang Murah China, Pemerintah Bakal Investigasi

Penutupan cross border dan larangan importasi barang pemesanan sistem online e-commerce di bawah USD 100 telah membuka celah bagi oknum-oknum lainnya mendatangkan barang impor ilegal dari luar negeri, khususnya China.

oleh Maulandy Rizki Bayu Kencana diperbarui 03 Okt 2024, 19:40 WIB
Little Bangkok Siap Jadi Destinasi Belanja Bagi Pelaku Usaha Jastip. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Penutupan cross border dan larangan importasi barang pemesanan sistem online e-commerce di bawah USD 100 telah membuka celah bagi oknum-oknum lainnya mendatangkan barang impor ilegal dari luar negeri, khususnya China.

Akun media sosial hingga situs jasa titip (jastip) pembelian barang impor China dengan harga murah banyak bermunculan. Mereka menawarkan jasa impor barang dari China dengan harga miring.

Temuan ini dibenarkan oleh Plt Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM, Temmy Satya Permana. Dia menyatakan barang-barang tersebut tidak masuk dalam jalur resmi dan tidak dikenakan pajak. Sehingga harga yang dihasilkan jauh lebih murah di bawah rata-rata harga jual, dan berpotensi merusak pasar dalam negeri.

Temmy menjelaskan, akses ke platform jasa titip ini bisa ditemukan sangat mudah, hanya dengan mencari link terkait dan akan langsung meluncur ke sebuah aplikasi. Kemudian barang yang dipesan akan langsung dibeli, dan dikirimkan dengan ongkir relatif murah.

"Mereka yang akan belikan. Dikirim dari Singapur misalnya. Biaya kirimnya murah banget gitu loh," kata Temmy dalam sesi bincang media di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Kendati begitu, ia menemukan bahwa barang-barang yang biasa dicari di platform tersebut tidak bersifat kebutuhan primer, semisal kaos band yang dibanderol kurang dari USD 100.

"Begitu kemarin cross border ketutup, mereka enggak bisa beli ini gitu loh. Makanya kita enggak terlalu khawatir karena barang-barang hobbies yang dicari," ungkap dia.

Namun, ia menganggap keberadaan situs-situs itu belum terlalu mengkhawatirkan. Lantaran angka trafik dan transaksi di sana masih terbatas. Jika ada lonjakan trafik, pihaknya akan segera melakukan investigasi khusus.

"Tapi selama ini masih belum mengkhawatirkan, saya rasa masih barang-barang hobbies. Contohnya saya bisa beli kaosnya Iron Man, atau kaosnya Gundam. Kan kita kalau di bawah USD 100 di cross border udah enggak boleh nih," terang dia.

"Makanya kita enggak terlalu khawatir karena barang-barang hobbies yang dicari. Belum banyak kok, trafiknya enggak terlalu mengkhawatirkan. Yang pasti, apabila mengkhawatirkan, kita pasti akan melakukan investigasi khusus kalau untuk ini," pungkasnya.


Sangat Membahayakan UMKM, KemenkopUKM Pastikan Aplikasi Temu Tak Masuk Indonesia

Aplikasi Temu adalah platform e-commerce asal China yang menawarkan direct-to-consumer (D2C). Ini dianggap mengancam UMKM di Indonesia (dok: Ilyas)

Sebelumnya, aplikasi TEMU kembali menjadi perbincangan di media sosial X setelah adanya cuitan yang mengulas presentasi salah satu narasumber pada acara E-Commerce Expo tentang bahaya aplikasi TEMU.

Merespons isu tersebut, Staf Khusus Menteri Bidang Pemberdayaan Ekonomi Kreatif Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Fiki Satari menegaskan, Pemerintah saat ini terus berkomitmen untuk mengawal dan memastikan agar aplikasi TEMU tidak masuk ke Indonesia.

"Jika TEMU sampai masuk ke Indonesia, ini akan sangat membahayakan UMKM dalam negeri. Apalagi platform digital dari China ini bisa memfasilitasi transaksi secara langsung antara pabrik di Cina dengan konsumen di negara tujuan ini akan mematikan UMKM,” kata Fiki dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (2/10/2024).

Fiki menuturkan, aplikasi TEMU memiliki konsep menjual barang langsung dari pabrik ke konsumen tanpa adanya seller, reseller, dropshipper maupun afiliator sehingga tidak ada komisi berjenjang. Hal tersebut ditambah dengan adanya subsidi yang diberikan platform membuat produk di aplikasi dihargai dengan sangat murah.

"Mereka sudah masuk ke Amerika Serikat (AS) dan Eropa, bahkan sekarang sudah mulai ekspansi ke Kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia. Maka kita harus terus kawal agar tidak masuk ke Indonesia," ujar Fiki.

Adapun kata Fiki, sejak September 2022 lalu aplikasi TEMU telah berupaya mendaftarkan merek sebanyak tiga kali di Indonesia.

 


Sempat Ajukan Ulang Pendaftaran

Aplikasi Temu adalah platform e-commerce asal China yang menawarkan direct-to-consumer (D2C). Ini dianggap mengancam UMKM di Indonesia (dok: Ilyas)

Bahkan pada 22 Juli 2024, aplikasi TEMU sempat mengajukan ulang pendaftarannya di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM).

"Aplikasi TEMU dari China ini sudah coba mendaftarkan merk, desain, dan lainnya ke DJKI, tapi tidak bisa karena sudah ada perusahaan asal Indonesia dengan nama serupa dan dengan KBLI yang mayoritas sama. Tapi kita tidak boleh lengah, harus kita kawal terus," ujarnya.

KemenkopUKM pun berharap agar KemenkumHAM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta stakeholders terkait dapat bersinergi mencegah masuknya marketplace TEMU ke Indonesia. “Hal ini diperlukan semata-mata demi melindungi pelaku usaha di dalam negeri khususnya UMKM,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya