Liputan6.com, Jakarta - Yayasan Mitra Netra menggelar media briefing pada Kamis (3/10/2024), untuk membahas hasil penelitian yang berfokus pada penyandang disabilitas, khususnya tunanetra, dalam sektor formal. Acara ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang tantangan dan peluang yang dihadapi oleh tunanetra dalam mencari pekerjaan.
Penelitian yang berjudul “Faktor Kunci Kesuksesan Tunanetra Bekerja di Sektor Formal” merupakan hasil kolaborasi antara Yayasan Mitra Netra (Indonesia), Resources of the Blind (Filipina), dan Sao Mai Center (Vietnam), dengan dukungan dari The Nippon Foundation.
Advertisement
Penelitian ini dilakukan berdasarkan undang-undang yang mengatur hak penyandang disabilitas untuk bekerja, yang sayangnya masih belum sepenuhnya terlaksana di Indonesia.
Di Indonesia sendiri regulasi yang mengatur tentang hal ini sudah ada. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 yang mengatur tentang sistem kuota penerimaan tenaga pekerja untuk penyandang disabilitas sebesar 1% untuk perusahaan swasta dan 2% untuk instansi.
Namun, berdasarkan data Australia - Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) tahun 2023, sekitar 1,5% atau setara dengan 4 juta penyandang disabilitas tunantera di Indonesia masih belum mendapatkan hak tersebut. Hanya 1% dari total keseluruhan yang sudah bekerja di sektor formal.
Dengan permasalahan yang ada membuat tiga negara termasuk Indonesia, melakukan kolaborasi penelitian faktor kesuksesan dan hambatan yang dialami oleh penyandang disabilitas dalam memasuki sektor formal yang didukung oleh The Nippon Foundation.
“The Nippon Foundation mendukung penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang menghambat penyandang disabilitas visual dalam mendapatkan kesempatan kerja, khususnya apa saja keberhasilan dan kegagalan hasil kerja melalui penelitian berbasis bukti, sehingga penyandang disabilitas visual dapat memperoleh akses kepada pekerjaan yang lebih aman setelah menyelesaikan pendidikan tinggi," ucap Direktur Program The Nippon Foundation, Yosuke Ishikawa, di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Lebih lanjut ia mengatakan, "Melalui penelitian ini, The Nippon Foundation berharap Yayasan Mitra Netra dan organisasi mitranya di Vietnam dan Filipina dapat mewujudkan mekanisme dukungan ketenagakerjaan yang berkelanjutan dan menjadi model bagi wilayah lain untuk mempromosikan ketenagakerjaan yang lebih inklusif."
Yayasan Mitra Netra berharap melalui hasil penelitian ini para penyandang disabilitas memperoleh dukungan. Baik dari pihak penyedia lapangan pekerjaan hingga pemerintah yang membuat regulasi mengenai aturan wajib penerimaan penyandang disabilitas di sektor formal, baik perusahaan negeri maupun swasta.
“Keterlibatan Mitra Netra dalam proyek penelitian ini merupakan bentuk komitmen kami untuk memberdayakan dan mendukung tunanetra agar dapat hidup mandiri, cerdas, dan bermakna dalam masyarakat yang inklusif," jelas Kabag. Humas & Divisi Ketenagakerjaan Yayasan Mitra Netra, Aria Indrawati.
"Kami juga berharap, baik pemerintah pusat dan daerah, serta pemberi kerja dari sektor BUMN, BUMD, dan swasta dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai landasan untuk merumuskan kebijakan dan program yang lebih efektif, mendorong praktik inklusif di tempat kerja, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang potensi tunanetra," sambungnya.
Hasil dari Penelitian Turnanetra Bekerja di Sektor Formal
“Tujuan dari penelitian ini untuk menemukan dan mengindentifikasi faktor kunci yang mendukung keberhasilan tunanetra bekerja di sektor formal dan hambatan yang dialami saat memasukin bidang tersebut,” ujar Chief Researcher (Indonesia), Yossa Nainggolan.
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dengan melibatkan 196 responden penyandang disabilitas tunantera di tiga negara yaitu Indonesia, Filipina, dan Vietnam. Sekitar 54 dari 196 responden merupakan penyandang disabilitas tunanetra di Indonesia.
Dalam penelitian ini diperoleh empat faktor kontribusi baik dari internal maupun eksteral. Faktor-faktor tersebut di antaranya memahami siapa penyandang disabilitas atau respondennya, kemudian metode yang digunakan dalam melakukan riset, analisis cara kerja formal, dan tantanan serta rekomendasi bagi para penyedia lapangan pekerjaan dan penyandang disabilitas tunanetra.
Beberapa pihak ikut dilibatkan dalam penelitian ini seperti penyandang disabilitas yang sudah bergabung di sektor formal, orang tua, pemerintah, LSM, dan penyedia pekerjaan.
Metode dalam pengambilan data menggunkan dua kombinasi metode yaitu kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dengan melakukan penyebaran survei berupa kuisioner. Untuk Indonesia sendiri responden penelitian yang diikutsertakan yaitu mereka yang sudah masuk dan bekerja di sektor formal.
Sementara itu, dalam pengambilan data dengan menggunakan metode kualitatif dilakukan dengan beberapa cara yaitu in dept interview kepada para penyandang disabilitas tunanetra baik yang sudah bekerja di sektor formal maupun yang belum. Kemudian, menggunakan Forum Group Disscussion (FGD) yang melibatkan pengusaha, pemilik usaha, LSM, universitas, dan pemerintah.
Hasilnya menunjukan bahwa 73% responden sudah berhasil menduduki pekerjaan di sektor formal dan 27% responden masih belum memperoleh pekerjaan.
Beberapa bidang yang sudah ditempati oleh para penyandang diisabilitas tunanetra di antaranya 28% bekerja di sektor pendidikan sebagai pengajar, 16% bekerja dibidang sosial dan LSM, 16% bekerja dibidang administrasi, 15% di bidang fisioterapi, 8% di bidang teknologi infomasi, dan 3% dibidang keuangan.
Advertisement
Tantangan dan Dukungan untuk Penyandang Disabilitas Tunanetra Memasuki Sektor Formal
Sebagian besar penyedia lapangan pekerjaan masih belum memahami dan mengetahui bahwa penyandang disabilitas tunanetra dapat melakukan pekerjaan seperti mereka yang tidak memiliki keterbatasan.
Salah satunya di bidang teknologi dengan memanfaatkan bantuan alat NonVisual Desktop Access (NVDA). NVDA merupakan alat pembaca layar yang membantu para penyandang disabilitas tunanetra dalam melakukan pekerjaannya.
Dilain sisi regulasi yang dibuat oleh pemerintah dalam pelaksanaannya masih belum diimplementasikan dengan baik. Sehingga, masih banyak penyandang disabilitas yang belum mendapatkan pekerjaan di sektor formal.
Melalui penelitian ini diharapkan baik pemerintah maupun penyedia lapangan pekerjaan memberikan dukungannya. Seperti melaksanakan dan menjamin regulasi wajib terkait 1% untuk perusahaan swasta dan 2% untuk instansi.
Selain itu, dari penyedia lapangan pekerjaan juga diharapkan dapat memfasilitasi pada penyandang disabilitas dalam melaksanakan pekerjaannya dan memahami isu tentang penyandang disabilitas.
“Walaupun masih minim, perusahaan perlu bekerja sama dengan LSM terutama yayasan yang peduli tentang isu penyandang disabilitas dan ketenangakejaan. Selain itu, dukungan dari orang tua harus dipupuk sejak kecil untuk memberikan motivasi kepada mereka. Dukungan dari orang tua dapat berupa pendidikan dan kursus serta kebebasan anak untuk melakukan hal yang disukai,” tutup Yossa.