Liputan6.com, Port-au-Prince - Sekelompok geng bersenjata menyerang sebuah kota kecil di Haiti. Setidaknya 20 orang termasuk anak-anak tewas akibat serangan tersebut.
Laporan BBC yang dikutip Jumat (4/10/2024) menyebut 50 orang lainnya terluka saat anggota geng Gran Grif mengamuk di Pont-Sondé di wilayah Artibonite bagian tengah, sekitar 71 km (44 mil) di barat laut ibu kota Port-au-Prince.
Advertisement
Rekaman video menunjukkan sekelompok orang melarikan diri dari kekerasan dengan sepeda motor dan berjalan kaki. Seorang jaksa pemerintah menggambarkan serangan itu sebagai "pembantaian", demikian dilaporkan Associated Press (AP).
Geng-geng bersenjata telah menguasai sebagian besar wilayah Haiti dan misi kepolisian yang didukung PBB, yang dipimpin oleh petugas dari Kenya, dimulai pada bulan Juni dalam upaya untuk merebut kembali kendali.
Jumlah pasti korban tewas akibat serangan itu tidak jelas - media lokal melaporkan bahwa lebih dari 50 orang tewas, sementara kelompok hak asasi manusia Haiti menyebutkan angka 20 atau lebih, demikian laporan AP menyebutkan.
Gran Grif dikatakan sebagai salah satu geng paling kejam di Haiti. Pada Januari 2023, para anggotanya dituduh menyerang kantor polisi di dekat Port-Sondé dan menewaskan enam petugas. Geng tersebut juga dituduh memaksa penutupan rumah sakit yang melayani lebih dari 700.000 orang.
Menurut laporan PBB yang dikutip oleh AP, geng tersebut beranggotakan sekitar 100 orang dan telah dituduh melakukan kejahatan termasuk pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, dan penculikan. Baik pendiri maupun pemimpinnya saat ini dikenai sanksi AS.
Amukan anggota geng pada hari Kamis (9/10) waktu setempat itu terjadi hampir sebulan setelah otoritas Haiti memperluas keadaan darurat untuk mencakup seluruh negara.
Perdana Menteri Haiti Garry Conille telah berjanji untuk menindak tegas geng-geng tersebut, dengan PBB mengatakan "penggunaan kekuatan yang kuat" diperlukan.
PBB telah menyetujui misi kepolisian yang terdiri dari 2.500 petugas dari berbagai negara - termasuk 1.000 yang dijanjikan oleh Kenya. Adapun penempatan mereka telah disahkan selama satu tahun, dengan peninjauan akan diadakan setelah sembilan bulan.
PM Haiti juga Pernah Ditembaki Geng
Kawanan geng di Haiti juga pernah menargetkan perdana menteri (PM).
Adegan menegangkan dialami oleh PM Haiti Garry Conille, tatkala ia ditembaki oleh oleh kawanan geng.
"Ia lolos tanpa cedera pada hari Senin (29/7/2024) setelah geng melepaskan tembakan di dekat rumah sakit yang dikunjunginya," kata seorang sumber pemerintah kepada AFP yang dikutip Rabu (30/7), saat negara yang bermasalah itu berupaya memulihkan stabilitas setelah berbulan-bulan kekerasan terkait geng.
PM Garry Conille, yang menjabat pada bulan Juni, sedang meninggalkan tempat itu di daerah yang dikuasai geng di ibu kota Port-au-Prince ketika orang-orang bersenjata mulai melepaskan tembakan otomatis, kata pejabat itu dengan syarat anonim.
Conille, dikawal oleh polisi Haiti dan anggota pasukan keamanan Kenya yang didukung PBB, berhasil melarikan diri dari daerah itu tanpa cedera.
Rekaman video menunjukkan beberapa petugas polisi berlari untuk berlindung saat tembakan terdengar. Belum diumumkan apakah ada yang terluka.
Bangunan rumah sakit itu dikuasai geng sejak akhir Februari hingga awal Juli, ketika operasi polisi berhasil merebutnya kembali.
Kelompok kriminal menguasai sekitar 80 persen wilayah Port-au-Prince, dan penduduk setempat mengatakan bahwa mereka menghadapi ancaman pembunuhan, pemerkosaan, dan penculikan untuk tebusan.
Ratusan petugas polisi dari Kenya telah dikerahkan di ibu kota Haiti, sebagai bagian dari upaya internasional untuk membawa stabilitas ke negara yang dilanda kekacauan politik, sosial, dan ekonomi.
Adapun PM Haiti Garry Conille telah berjanji untuk memulihkan otoritas negara. Ia menjabat sebagai bagian dari pemerintahan sementara yang dibentuk setelah pengunduran diri pendahulunya yang tidak populer dan tidak dipilih, Ariel Henry.
Advertisement