Liputan6.com, Jakarta Seorang mahasiswa kedokteran Harvard telah menarik perhatian publik dengan eksperimen anehnya. Nick Horowitz, pria berusia 25 tahun, menjalani eksperimen makan telur dalam jumlah luar biasa. Selama 28 hari, ia mengonsumsi 720 butir telur untuk mengetahui efeknya terhadap kolesterol.
Baca Juga
Advertisement
Horowitz menjadikan dirinya kelinci percobaan dalam eksperimen ini. Mahasiswa tersebut ingin menguji dampak makan telur setiap hari terhadap kadar kolesterol jahat dalam tubuhnya. Hasilnya mengejutkan, bahkan memicu perdebatan tentang makanan kaya protein ini.
Eksperimen ini berlangsung di Cambridge, Massachusetts, di mana Horowitz belajar. Meski banyak yang memperingatkan bahaya telur, Horowitz ingin membuktikan bahwa konsumsi telur secara ekstrem tidak selalu berdampak buruk pada kesehatan. Hasil eksperimennya pun langsung menjadi bahan diskusi di berbagai kalangan.
Banyak pakar yang awalnya skeptis terhadap eksperimen ini. Namun, Horowitz menyelesaikan eksperimen dengan hasil yang tak terduga. Berikut Liputan6.com mengulas aksinya melansir dari Daily Mail, Jumat (4/10/2024).
Alasan Telur Dipakai Eksperimen
Telur dikenal sebagai sumber protein tinggi, namun sering dikaitkan dengan peningkatan kolesterol. Horowitz memilih telur sebagai bahan utama untuk eksperimen anehnya. Ia ingin membuktikan bahwa konsumsi telur secara berlebihan tidak selalu berbahaya.
Nick Horowitz berpendapat bahwa efek telur terhadap kolesterol bisa berbeda-beda pada setiap orang. "Saya merasa tertantang untuk membuktikan mitos seputar konsumsi telur," ungkapnya kepada media lokal. Dengan memakan 720 telur selama 28 hari, ia berusaha menemukan bukti ilmiah tentang dampak nyata telur terhadap tubuh.
Eksperimen ini dilaksanakan dengan ketat dan terukur. Horowitz menjalani pemeriksaan kesehatan secara berkala selama eksperimen berlangsung. Data yang dikumpulkan menunjukkan penurunan kolesterol jahat pada tahap akhir percobaan.
Advertisement
Rasanya Makan 720 Telur Sebulan
Menjalani eksperimen makan telur dalam jumlah besar tentu bukan perkara mudah. Horowitz mengaku sempat merasa jenuh dengan rasa telur yang monoton. Namun, ia tetap menjalani eksperimen ini dengan tekad yang kuat.
“Telur merupakan makanan yang serba guna, jadi mengolahnya dengan berbagai cara merupakan eksperimen yang menyenangkan, tidak terlalu sulit,” kata Horowitz dalam sebuah wawancara. Ia mencoba berbagai cara memasak, seperti menggoreng, mengocok, hingga membuat telur dadar.
Meski demikian, Horowitz mengakui ada tantangan tersendiri. “Di hari-hari terakhir, saya benar-benar bosan dengan rasa telur. Tapi saya ingin menyelesaikan eksperimen ini dan melihat hasil akhirnya,” ujarnya dengan antusias.
Pendapat Ilmuwan tentang Efek Konsumsi Telur Berlebih
Banyak ilmuwan skeptis terhadap eksperimen Horowitz. Beberapa di antaranya memperingatkan tentang risiko jangka panjang dari konsumsi telur dalam jumlah besar. Mereka khawatir kadar kolesterol dalam tubuh Horowitz bisa melonjak drastis.
Dr. Robert Thompson, seorang ahli gizi dari Universitas Boston, berkomentar, “Eksperimen ini cukup ekstrim. Meskipun hasilnya menarik, kita tidak boleh lupa bahwa setiap orang memiliki metabolisme yang berbeda-beda.” Menurutnya, percobaan semacam ini tidak bisa dijadikan patokan umum bagi semua orang.
Meski demikian, hasil eksperimen Horowitz tetap menjadi perhatian. Beberapa pakar juga mulai mempertimbangkan ulang pandangan mereka tentang konsumsi telur. "Ini membuka diskusi baru tentang diet berbasis protein tinggi," kata Dr. Thompson.
Advertisement
Dampak Makan Banyak Telur Terhadap Kolesterol
Eksperimen yang dilakukan Nick Horowitz ini membawa kesimpulan yang cukup mengejutkan. Kadar kolesterol jahatnya tidak mengalami peningkatan meski mengonsumsi 720 telur dalam waktu singkat. Bahkan, ada penurunan kecil dalam kadar LDL pada akhir percobaan.
Horowitz mengakui bahwa eksperimen ini tidak bisa dijadikan patokan bagi semua orang. Namun, hasilnya memberikan wawasan baru tentang bagaimana tubuh bereaksi terhadap konsumsi telur dalam jumlah besar.
“Setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap makanan, itulah yang saya ingin buktikan,” katanya.
Eksperimen ini juga membuktikan bahwa mitos tentang konsumsi telur bisa diperdebatkan kembali. Meskipun hasilnya mengejutkan, para pakar tetap menganjurkan agar konsumsi telur dilakukan secara moderat.