Calon Kades Bagi Uang Itu Haram Tidak? Penjelasan Fikih Gus Baha Tak Terduga

Gus Baha sering ditanya uangh mahar misalnya nyalon kades apakah uang itu harap? Gus Baha beri penjelasan fikihnya secara mendalam.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2024, 08:30 WIB
Gus Baha (TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, adalah salah satu ulama yang kerap menyampaikan ceramah dengan pendekatan yang santai namun mendalam.

Dalam sebuah ceramah, Gus Baha memberikan pandangannya tentang hukum suap dalam kontestasi politik, terutama dalam pemilihan kepala desa (kades) atau bupati. Nasihatnya seputar fikih ini menarik perhatian karena relevan dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dalam ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @SUDARNOPRANOTO, Gus Baha menyinggung pertanyaan yang sering muncul terkait suap dalam pemilihan umum.

"Saya sering ditanya, 'saya nyalon lurah atau bupati, suap itu haram, Gus. Tapi kalau gak bayar, gak menang'. Betul, yang menang itu yang bayar," kata Gus Baha menirukan pertanyaan yang kerap diterimanya.

Gus Baha menjelaskan bahwa persoalan ini tidak sederhana karena melibatkan realitas di lapangan yang kerap kali sulit dihindari.

Banyak calon kepala desa atau pejabat yang merasa harus memberikan uang kepada masyarakat agar dipilih. Di sisi lain, ajaran Islam dengan tegas melarang suap.

"Suap itu haram, tapi kalau gak bayar gak menang," tambah Gus Baha.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Pandangan Secara Fikih

Ilustrasi Pilkades (Istimewa)

Meski demikian, Gus Baha memberikan pendekatan yang lebih bijak dalam menanggapi masalah ini. Ia mengakui bahwa suap memang haram, namun sikap medit (kikir) juga haram.

"Akhirnya fikihnya tak rubah, nyuap yo haram, medit haram, dimodifikasi sedikit," ucapnya dengan nada humor.

Lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa dalam situasi tertentu, umat perlu memahami konteks tanpa meninggalkan prinsip dasar fikih.

Ia mencontohkan bagaimana beberapa orang yang telah melakukan suap dalam proses pemilihan kemudian datang lagi dengan dalih bahwa uang yang dikeluarkan merupakan bagian dari sedekah. "Akhirnya datang lagi, alhamdulillah, Gus, habis sodakoh," ceritanya.

Gus Baha menekankan bahwa tidak semua pertanyaan dalam agama bisa dijawab dengan mudah, terutama jika tidak memahami fikih secara mendalam. Ia mengingatkan bahwa mereka yang tidak ahli fikih sering kali memberikan jawaban yang salah atau sewenang-wenang.

"Anda bukan orang fikih, kalau gak ahli fikih jawabnya semaunya sendiri," tegasnya.

Dalam situasi semacam ini, Gus Baha mengingatkan pentingnya bijaksana dalam memberikan jawaban. Sebagai ulama yang mendalami fikih, ia mengaku sering menghadapi kebingungan dalam menjawab pertanyaan yang sulit, terutama ketika realitas di lapangan tidak selalu sesuai dengan ajaran agama.

"Kalau sebagai orang yang ngerti fikih, kadang ya bingung juga," ucapnya.

Gus Baha juga memberikan nasihat bahwa umat Islam harus tetap berpegang pada prinsip kebaikan dan tidak mudah terjebak dalam praktik yang merugikan.

Menurutnya, dermawan lebih baik daripada pelit, meskipun dalam konteks politik ada godaan untuk menggunakan uang demi kepentingan tertentu. "Dermawan itu lebih baik daripada pelit, karena bisa menjaga hubungan dan mendatangkan keberkahan," ujarnya.


Pendekatan Fikih

Ilustrasi Pilkades . (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)

Selain itu, Gus Baha juga menyentuh soal hubungan sosial dalam masyarakat. Menurutnya, umat Islam sebaiknya tidak memutus hubungan keluarga meskipun mungkin ada anggota keluarga yang dikenal pelit. "Kita gak mungkin menganjurkan untuk memutus hubungan keluarga, tapi gak mungkin juga suruh ikut orang pelit," jelasnya.

Dalam konteks ini, Gus Baha menekankan pentingnya mencari solusi yang bijaksana tanpa menimbulkan masalah baru. Ia mengingatkan bahwa dalam Islam, kita dianjurkan untuk tidak memperdebatkan hal-hal yang jika dijelaskan terlalu rinci justru menimbulkan masalah lebih besar.

"Kata Al-Qur'an itu jangan berdiskusi tentang sesuatu yang kalau menjadi jelas malah menimbulkan masalah," tambahnya.

Ia juga menekankan pentingnya memahami situasi dan kondisi sebelum memberikan jawaban, terutama dalam masalah yang melibatkan hukum Islam seperti fikih.

Menurut Gus Baha, tidak semua masalah bisa dijawab dengan pendekatan yang hitam-putih. "Fikih itu harus bisa menyesuaikan dengan keadaan, tapi jangan sampai meninggalkan nilai-nilai agama," nasihatnya.

Dengan gaya ceramah yang khas dan humoris, Gus Baha berhasil mengemas nasihat tentang fikih dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat. Ia menutup ceramahnya dengan mengingatkan bahwa Islam adalah agama yang fleksibel, namun tetap harus memegang teguh prinsip-prinsip yang telah diajarkan.

"Jangan terlalu banyak berdebat soal yang jelas-jelas sudah diatur dalam agama, itu hanya akan menambah masalah," tutupnya.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya