Ketemu Wanita Cantik Berpotensi Dosa, kalau Jelek Bagaimana? Ini Kata Gus Baha

Menurut Gus Baha, bertemu perempuan cantik atau jelek sama berpeluang mendapatkan dosa.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Okt 2024, 11:30 WIB
Gus Baha (Tangkap layar YouTube Kumparan Dakwah)

Liputan6.com, Cilacap - Tentu saja banyak yang beranggapan bahwa bertemu wanita cantik itu memiliki peluang memperoleh dosa. Namun saat bertemu perempuan tidak cantik atau jelek tidak beresiko dosa.

Anggapan keliru sebagian kalangan ini dibantah telak oleh ulama asal Rembang yakni KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha).

Menurut murid kinasih Mbah Moen ini bahwa bertemu perempuan cantik dan wanita jelek itu memiliki risiko yang sama yakni yang bersangkutan akan memperoleh dosa.

Hal ini beliau jelaskan dalam sebuah kesempatan ceramahnya sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Short @hidayahkdinchanel, Jumat (04/10/2024).

 

Simak Video Pilihan Ini:


Begini Alasannya

KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. (SS TikTok)

Gus Baha mengisahkan sahabatnya yang menganggap bahwa bertemu wanita jelek tidak berdosa, sampai-sampai ia tidak berani bertemu dengan wanita cantik.

Ia berpendapat bahwa bertemu wanita cantik itu dosa sebab bis amenimbulkan syahwat.

“Saya pernah punya teman khusyuk, bertemu cewek cantik tidak berani, bertemu perempuan jelek berani,” kisah Gus Baha.

“Terus dia merasa jadi wali,” sambungnya.

“Bertemu perempuan jelek itu enak Gus tidak berdosa, sebab tidak syahwat,” terang sahabat Gus Baha.

Anggapan keliru itu langsung dikoreksi Gus Baha bahwa bertemu wanita baik cantik aau jelek itu sama-sama berpotensi dosa.

Jikalau bertemu wanita cantik itu dosanya syahwat, tapi bertemu wanita jelek menurut Gus Baha potensi dosanya itu menghina.

“Aku bilang begini, luh mulutmu itu, bertemu perempuan jelek itu dosanya menghina, ngawur saja kamu,” tendas Gus Baha.


Perintah Menjaga Pandangan

Ilustrasi doa, ibadah, muslim, Islam. (Photo by Masjid Pogung Dalangan on Unsplash)

Menukil uin-antasari.ac.id, dalam ajaran Islam, perintah menjaga pandangan yang dimaksud adalah menundukkan pandangan (ghadhdhul bashar), yang diiringi dengan perintah memelihara kemaluan (hifzhul farj), sebagaimana yang termaktub dalam Q.S. al-Nur, ayat 30-31, yang artinya:

Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat (30). Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung (31).

Menurut Yusuf al-Qardhawi dalam kitabnya al-Halal wal Haram, menyatakan bahwa dalam dua ayat ini ada beberapa hal. Dua di antaranya berlaku untuk laki-laki dan perempuan, yaitu menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, sedangkan yang lain khusus untuk perempuan. Kalau diperhatikan, dua ayat tersebut memerintahkan untuk menundukkan sebagian pandangan dengan menggunakan huruf mim, tetapi dalam hal menjaga kemaluan, Allah SWT. tidak menggunakannya, misalnya wa yahfazhu min furujihim [dan menjaga sebagian kemaluan], seperti halnya ‘menundukkan pandangan’ yang Allah SWT. masih memberi kelonggaran walaupun sedikit, guna mengurangi kesulitan dan melindungi kemaslahatan.

Lebih lanjut menurut al-Qardhawi, bahwa yang dimaksud dengan ‘menundukkan pandangan’ bukanlah berarti memejamkan mata dan menundukkan kepala ke tanah, karena merupakan hal yang sangat sulit bahkan tidak mungkin dilakukan. Hal ini sama dengan menundukkan suara seperti yang disebut dalam Q.S. Luqman, ayat 19, yaitu waghdhudh min shawtik [dan tundukkanlah sebagian suaramu]. Di sini tidak berarti kita harus membungkam mulut sehingga tidak dapat lagi berbicara. Dengan demikian, yang dimaksud dengan ‘menundukkan pandangan’ adalah menjaga pandangan, tidak dilepaskan/diarahkan begitu saja tanpa kendali [dengan syahwat], sehingga dapat memicu pelakunya, laki-laki atau perempuan untuk berpikiran dan bertindak asusila.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya