Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana membatasi konsumsi BBM Subsidi. Rencana itu, dikhawatirkan dapat mengerek harga jual produk-produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Sektor usaha tersebut dinilai bisa terdampak dari pembatasan konsumsi BBM Subsidi. Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita melihat kemungkinan adanya kenaikan harga produk-produk UMKM.
Advertisement
Pasalnya, pelaku usaha tadi yang tak lagi bisa menggunakan Pertalite akan beralih ke jenis BBM Non Subsidi dengan harga yang lebih tinggi. Dampaknya, biaya produksi dari UMKM akan meningkat dan berpengaruh pada harga jual produk ke konsumen.
"Bagi kelompok usaha yang kehilangan fasilitas BBM subsidi, terutama UMKM, tentu akan menaikan harga produk dan jasa yang mereka produksi," kata Ronny kepada Liputan6.com, Sabtu (5/10/2024).
Tak cuma itu, dampaknya dikhawatirkan meluas ke sektor-sektor lainnya. Sebut saja, biaya transportasi yang bisa naik, harga produk makanan yang juga akan naik. Kalaupun tidak naik, volume penjualan dan ukuran kemasan makanan UMKM akan menjadi lebih kecil.
"Jika itu adalah usaha jasa transportasi, maka biaya transportasi akan naik. Jika itu UMKM makanan, maka harga makanan yang mereka produksi akan naik atau volume dan ukurannya akan dikurangi, dan seterusnya," ujarnya.
"Artinya, pembatasan penjualan BBM bersubsidi memang memiliki potensi menaikan harga-harga barang dan jasa tertentu di satu sisi dan menekan daya beli masyarakat di sisi lain yang berisiko memperlemah tingkat konsumsi rumah tangga dari kelas menengah yang kehilangan fasilitas BBM bersubsidi," sambung Ronny.
Daya Beli Masyarakat Tertekan
Sebelumnya, pembatasan konsumsi BBM Subsidi dinilai bisa menekan daya beli masyarakat. Tak cuma itu, kelompok kelas menengah diprediksi akan semakin banyak mengandalkan tabungan imbas tambahan pengeluaran.
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) membeberkan perhitungannya. Dia menyadari pembatasan BBM Subsidi bisa menghemat anggaran untuk sektor tersebut.
"Jadi pembatasan pembelian BBM bersubsidi adalah sisi lain dari pengurangan anggaran subsidi untuk BBM, tanpa menaikan harga Pertalite," kata Ronny kepada Liputan6.com, Sabtu (5/10/2024).
Melalui skema tersebut, sebagian konsumen BBM Subsidi tak tidak berhak akan beralih ke BBM Non subsidi dengan harga yang lebih tinggi. Dengan tambahan pengeluaran itu, daya beli kelas menengah yang mayoritas jadi targetnya akan tertekan.
"Untuk menyikapi itu, kelompok yang akan kehilangan fasilitas BBM subsidi ini bisa saja berhenti menggunakan kendaraan dan beralih ke moda transportasi lain, sehingga pendapatannya tidak tertekan," ucapnya.
"Tapi bisa juga tetap menggunakan kendaraan, dengan keharusan untuk bermigrasi ke BBM non subsidi, lalu mengalami tekanan pada pendapatannya," sambung Ronny.
Ada risiko lain yang dihadapi ketika pendapatan dari kelas menengah yang penggunaan BBM-nya beraluh tadi tidak bertambah. Misalnya, ada pengurangan anggaran belanja untuk kebutuhan lainnya. Pada akhirnya, konsumsi rumah tangga menurun di sektor lain.
"Risikonya, dengan pendapatan yang tidak naik, maka konsumsi atas kebutuhan lain berpotensi dihentikan atau disubstitusikan dengan barang atau jasa yang lebih murah harganya. Ujungnya tentu penurunan konsumsi rumah tangga dari kelas menengah yang kehilangan subsidi BBM," jelasnya.
Advertisement
Kelas Menengah Semakin Banyak Pakai Tabungan
Lebih lanjut, Ronny memandang akan semakin banyak kelas menengah yang turun kelas imbas daya beli yang tertekan tadi. Kondisi tersebut bisa mendorong kelompok tadi menggunakan sejumlah tabungan yang dimilikinya.
"Kondisi ini, saya kira akan semakin memperbanyak kelas menengah yang akan turun kelas dan menambah masyarakat yang masuk ke dalam kategori 'pemakan tabungan'," kata dia.
Menurunnya konsumsi kelas menengah tadi ikut berimbas pada sektor perbankan. Ini diprediksi imbas dari dana pihak ketiga yang tertekan karena penggunaan simpanan kelompok masyarakat kelas menengah.
"Ujungnya, selain konsumsi kelas menengah akan menurun, liquiditas perbankan juga akan ikut terkontraksi, karena dana pihak ketiga akan ilut tertekan akibat aksi makan tabungan dari kelas menengah ini," pungkasnya.