Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah sentimen global telah mendorong volatilitas di pasar pada pekan ini terutama sejak the Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) memangkas suku bunga bulan lalu.
Mengutip riset Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Sabtu (5/10/2024), ketegangan di Timur Tengah yang meningkat dan stimulus besar dari pemerintah China telah mendorong kenaikan harga komoditas. Hal itu juga mendorong rotasi global ke China. Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah pada pekan ini. IHSG turun 2,6 persen ke posisi 7.496,09.Seiring hal itu, apakah lebih memilih saham value atau growth?
Advertisement
IHSG merupakan gambaran umum pasar saham Indonesia dan memperhitungkan pergerakan harga dan kapitalisasi pasar saham masing-masing menentukan kontribusi. Saham-saham kapitalisasi pasar yang memiliki bobot lebih besar dalam menggerakan IHSG.
Pada periode 18 September 2024-4 Oktober 2024 di tengah IHSG melemah 4,25 persen, ada 15 saham yang berkontribusi positif. Saham-saham itu antara lain saham BRMS, MDKA, BUMI, PANI, ICBP, MFIN, ASII, ANTM, INCO, MEDC. Kemudian ada saham ADMR, INKP, ESSA, HEAL dan AKRA.
“Skenario pemangkasan suku bunga positif bagi pasar,” demikian dikutip dari riset Ashmore.
Sedangkan ketegangan geopolitik telah berdampak negatif terhadap IHSG. Ada 15 saham yang menekan IHSG seiring sentimen ketegangan geopolitik yang meningkat antara lain saham BREN, BBRI, AMMN, BMRI,TLKM, dan BBNI. Selain itu, ada saham GOTO, TPIA, DCII, BRPT, CUAN KPIG, FILM, CPIN dan MAPI.
Ashmore melihat saham-saham komoditas mencatat kinerja baik pada periode ini seiring harga komoditas yang menguat. DI sisi lain, saham blue chip mengalami aksi jual dalam jumlah besar seiring investor mulai beralih ke China.
"Namun, yang menarik adalah ada perbedaan yang jelas antara saham yang tertinggal atau melambat sehingga bebani indeks terutama volatilitas pada harga saham value dan growth,” demikian seperti dikutip.
Volatilitas Masih Tinggi
Ashmore menyoroti ada lima saham yang berkontribusi besar yang memiliki volatilitas dan berdampak signifikan terhadap indeks bahkan alami perubahan harga lebih dari 10 persen dalam periode ini antara lain saham BREN, AMMN, DCII, BRPT dan CUAN. Ashmore menilai, saham-saham tersebut termasuk growth stock dengan valuasi yang ekstrem.
Ke depan, Ashmore prediksi ada tren volatilitas tinggi yang berkelanjutan pada growth stock dalam jangka pendek. Hal ini seiring volume perdagangan saham Indonesia sebagian besar masih didominasi oleh investor ritel. Investor ini biasanya kurang menghargai saham value stock dan mencari investasi jangka pendek.
Adapun growth stock ini merupakan saham yang berpotensi mencatat imbal hasil lebih besar dibandingkan rata-rata.
Meski demikian, Ashmore prediksi, lebih banyak arus modal asing masuk ke Indonesia karena valuasi tetap murah dan investor global keluar dari Amerika Serikat karena suku bunga turun, seiring premi risiko menjadi lebih menarik.
“Selain itu, lembaga besar domestik tetap investasi sebagian besar dalam instrumen pendapatan tetapi, tetapi kita mungkin melihat lebih banyak partisipasi institusional dalam beberapa bulan mendatang seiring suku bunga yang turun,” demikian seperti dikutip.
Advertisement
Aliran Dana Investor Asing Bakal Mengalir
Ashmore melihat, satu perbedaan inti antara investor institusional dengan investor ritel adalah institusi biasanya memiliki cakrawala investasi yang lebih panjang dan lebih menghargai value stock daripada growth stock, terutama jika saham tersebut tidak dapat dibenarkan secara fundamental dan valuasinya tetap terlalu mahal.
Adapun value stock termasuk saham yang diperdagangkan di pasar saham lebih rendah terhadap nilai perusahaan. Ini biasa diukur dengan price to earning ratio, price to book dan dividen yield.
“Karena itu, kami menyoroti pentingnya memahami berbagai karakteristik saham dan tetap konsisten dengan filosofi kami untuk menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang dengan tingkat risiko yang lebih terkendali,”
Meskipun terjadi arus keluar baru-baru ini, dalam satu bulan terakhir saja telah melihat total arus masuk bersih asing sebesar Rp19 triliun dari arus masuk Rp49 triliun sepanjang 2024. Lingkungan saat ini tetap sangat menarik bagi ekuitas Indonesia.
"Di mana secara historis kita telah melihat arus masuk asing yang besar selama siklus penurunan suku bunga yang berarti lebih banyak arus masuk yang akan datang, oleh karena itu kami sarankan untuk tetap berinvestasi dalam strategy value,” demikian seperti dikutip.