Liputan6.com, Jakarta - Gus Baha atau pemilik nama lengkap KH Ahmad Bahauddin Nursalim, pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur'an Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur'an (LP3iA), memberikan pandangan menarik tentang jihad.
Dalam salah satu ceramahnya, Gus Baha menyampaikan bahwa mengajak anak ke mall atau warung makan yang enak yang menyenangkan juga bisa dianggap sebagai bentuk jihad, asalkan dilandasi niat yang benar.
Dalam ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @arrumidesain88, Gus Baha mengutarakan bahwa orang tua yang mengajak anak-anak atau ponakannya untuk bersenang-senang di tempat seperti mall atau warung enak pun bisa bernilai ibadah.
"Orang ngajak anak cucunya ke mall atau ngajak ponakane marung ning warung rodo enak itu juga termasuk jihad," ujar Gus Baha dengan santai, namun penuh makna.
Namun, Gus Baha menekankan bahwa jihad tersebut hanya berlaku jika niatnya untuk menanamkan nilai-nilai tauhid dalam kehidupan anak-anak.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Gus Baha Tidak Asal-asalan
“Niat ketika sudah menanamkan kalimat tauhid. Saya pernah baca, memang saya benar-benar baca kitab, mboten akal-akalan kulo,” jelasnya, mempertegas bahwa pernyataan ini bukan sekadar ucapan tanpa dasar.
Ia kemudian memberikan contoh mengenai seorang wali yang tetap menjadi wali hingga akhir hayatnya karena selalu melonggarkan sedikit aturan dalam keluarga.
"Ada seorang wali yang akan jadi wali terus sampai mati ketika tausiah alal ahli agak longgar pada keluarga," jelas Gus Baha.
Artinya, dalam upaya menanamkan ajaran agama, seseorang harus bijak dan fleksibel, terutama dalam lingkungan keluarga.
Gus Baha juga menceritakan pengalaman pribadinya dalam mendidik anak untuk sholat. "Misalnya begini, ini yang saya alami mawon mboten wong sing kulo alami. Kulo nglatih anak kulo sholat, wis sholat, Allahu Akbar, dan bagi saya Allahu Akbar itu kalimat yang spesial," kenangnya.
Baginya, momen ketika anaknya mulai bisa mengucapkan kalimat takbir dan bersujud adalah sesuatu yang sangat berharga.
Gus Baha menegaskan bahwa kebahagiaan seorang mukmin sejati tidak perlu bergantung pada status sosial atau materi.
"Kalau sampean memang Mukmin betul mukmin sejati, kamu gak usah pakai status itu anak kamu besok makan atau tidak," ucapnya.
Menurutnya, yang lebih penting adalah bagaimana seseorang mendidik anak untuk mengucapkan kalimat thayibah dan menjaga agar anak tetap berada di jalan tauhid.
Advertisement
Jangan Artikan Jihad secara Sempit
"Sesuatu yang spesial itu harus dipertahankan," tambah Gus Baha. Baginya, ketika seorang anak sudah bisa mengucapkan kalimat Allahu Akbar dan melaksanakan sujud, hal tersebut harus dijaga dengan baik. Salah satu caranya adalah dengan memastikan anak tidak kecewa terhadap orang tuanya.
"Caranya gimana? Minimal seorang anak itu jangan kecewa sama bapaknya," katanya.
Gus Baha juga menekankan pentingnya membahagiakan anak, misalnya dengan memberikan mereka makanan enak atau jajan yang mereka sukai.
"Nak senenge jajan yo jajakno, nak senenge mangan enak, mangan enak," ujarnya dengan bahasa sederhana namun penuh pesan.
Menurut Gus Baha, hal-hal kecil seperti ini penting untuk menjaga hubungan baik antara orang tua dan anak, serta untuk mengawal ajaran Islam yang telah ditanamkan.
Namun, Gus Baha menegaskan bahwa semua hal ini harus dilakukan dengan niat yang benar, yakni demi mengawal kalimat tauhid dan kebenaran-kebenaran Islam.
"Tapi semuanya ini demi mengawal kalimat tauhid dan kebenaran-kebenaran Islam yang kamu tanam," tegasnya.
Pesan Gus Baha ini menjadi pengingat bagi orang tua agar tidak hanya fokus pada aspek formal dalam pendidikan agama, tetapi juga memperhatikan aspek emosional dan kebutuhan anak.
Kebahagiaan anak, menurutnya, bisa menjadi bagian dari jihad asalkan dilandasi dengan niat untuk menanamkan ajaran tauhid dalam diri mereka.
Ceramah Gus Baha ini memberikan sudut pandang baru tentang jihad, yang selama ini sering diartikan secara sempit.
Jihad bukan hanya soal perjuangan fisik, tetapi juga bagaimana kita membentuk generasi yang taat beragama dengan cara-cara yang bijak dan penuh kasih sayang.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul