Liputan6.com, Samarinda - Putusan Pengadilan Tinggi Kalimantan Timur yang membebaskan terdakwa kasus korupsi yang merugikan negara sebesar Rp10,77 miliar melalui Perusahaan Daerah (Perusda) PT Migas Mandiri Pratama Kaltim dianggap mencederai upaya pemberantasan korupsi. Kasus ini menjerat Direktur Utama PT Multi Jaya Concepts (PT MJC) Wendy.
Sebelumnya terdakwa Wendy divonis 7 tahun 6 bulan pidana penjara beserta denda Rp 300 juta subsider 3 bulan pidana kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Ary Wahyu Irawan pada Jumat (2/2/2024). Terdakwa merugikan keuangan PT MMPKT yang merupakan Perusda Kaltim dan PT Migas Mandiri Pratama Hilir (MMPH) Kaltim.
Terdakwa Wendy telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi secara bersama-sama, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Juga
Advertisement
Pada proses banding di tingkatan Pengadilan Tinggi, Terdakwa wendi divonis bebas berdasarkan putusan nomor 2/PID.SUS-TPK/2024/PT.SMR yang terbit pada Senin 18 Maret 2024, melalui Hakim Ketua Jamaluddin Samosir dan dua Hakim Anggota yaitu Soehartono dan Masdun.
Ini tentu memunculkan pertanyaan besar sembari menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung menyangkut perkara yang membebaskan terdakwa kasus korupsi.
Akademisi Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai Mahkamah Agung harus mempertimbangkan putusan Pengadilan Tipikor Samarinda yang menegaskan bahwa terdakwa harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Dalam pertimbangan hukum jelas tidak ada alasan yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana," ujarnya, kamis (2/10/2024).
Anggota Tim Legal dari PT Migas Mandiri Pratama Kaltim, Yasa menyatakan, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum, khususnya MA, untuk menegakkan keadilan. Dia menambahkan bahwa kerugian negara yang tercatat berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Kaltim.
“Karena sampai saat ini kerugian negara tersebut tercatat sebagai kerugian di PT Migas Mandiri Pratama Kaltim dan menjadi catatan pengurang terhadap PAD bagi Pemerintah Provinsi Kaltim sesuai dengan Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK),” kata Yasa.
Kawal Kasus di MA
Koordinator Pokja 30, Buyung Marajo, juga menyoroti kasus ini, yang merugikan daerah hingga miliaran rupiah. Dia menegaskan pihaknya akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut, mengingat jelasnya bukti aliran dana dari PT Multi Jaya Concept (MJC) ke PT MMP Kaltim.
"Jika MA tetap membebaskan pelaku korupsi, itu menunjukkan kegagalan penegakan hukum di Kaltim," ujar Buyung.
Menurutnya, masyarakat perlu mempertanyakan proses pemilihan Direksi dan Komisaris di BUMD agar tidak menjadi ajang kepentingan politik.
“Ini juga menambah citra buruk Kaltim, dan masyarakat wajib mempertanyakan tata cara pemilihan Direksi dan Komisaris pada BUMD, jangan sampai BUMD hanya menjadi makanan dan tumbal politik bagi Kepala Daerah untuk menjadi BUMD sebagai sapi perah,” tegasnya.
Untuk itu Pokja 30 menyatakan sikap, agar MA memutuskan perkara berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan PN Tipikor Samarinda. Kemudian meminta MA tegak lurus menegakkan hukum dan keadilan.
Tidak terpengaruh dengan kepentingan siapapun, selain mengungkap perkara ini secara terang benderang. MA harus menjaga namabaik, tidak hanya institusi tetapi juga marwah pemberantasan korupsi.
"Dan terakhir kami mengajak seluruh masyarakat, khusunya warga kaltim, untuk mengawal perkara ini mengingat segala bentuk penyertaan modal milik daerah merupakan milik rakyat Kaltim," kata Buyung.
Advertisement