Liputan6.com, Jakarta - Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah kasus penyakit kritis. Pada 2023, penyakit jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, hemofilia, talasemia, leukemia, dan sirosis hati menjadi delapan penyakit kritis dengan jumlah kasus tertinggi, mencapai 29,7 juta kasus di Indonesia.
Angka ini menunjukkan kenaikan sebesar 27,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penyakit kritis yang biasanya menyerang kelompok usia lanjut karena penurunan ketahanan dan metabolisme tubuh kini mulai mengintai kelompok usia muda.
Advertisement
Hal ini terlihat dari hasil pengukuran kadar gula darah dalam Survei Kesehatan Indonesia 2023 oleh Kementerian Kesehatan, yang menunjukkan peningkatan prevalensi diabetes melitus (DM) pada penduduk usia di atas 15 tahun, termasuk usia produktif.
Salah satu faktor utama penyebab penyakit kritis di usia muda adalah gaya hidup. Kemajuan teknologi yang menawarkan berbagai kemudahan sering membuat orang lebih banyak duduk atau berbaring, sehingga aktivitas fisik berkurang.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia 2023, lebih dari sepertiga responden (37,4%) mengaku jarang berolahraga, dan 48,7% di antaranya menyebutkan kurangnya waktu sebagai alasan utama. Gaya hidup ini berdampak serius pada sistem kekebalan tubuh, meningkatkan risiko penyakit kritis seperti jantung, hipertensi, obesitas, depresi, kecemasan, dan bahkan kematian dini.
Head of Product Management Prudential Syariah, Ika Meynita menjelaskan penyakit kritis berdampak signifikan pada penurunan produktivitas pasien, serta biaya kesehatan yang sangat tinggi, termasuk perawatan jangka panjang.
"Lambat laun, kondisi ini juga berdampak pada keuangan pasien. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kesehatan dan mempersiapkan rencana finansial sejak dini. Dengan persiapan lebih awal, seseorang bisa merasa lebih tenang saat menghadapi risiko kehidupan seperti penyakit kritis," jelasnya.
Mencegah penyakit kritis
Pertama, mengadopsi gaya hidup sehat dan meningkatkan pemahaman tentang cara melindungi diri dari risiko penyakit. Selain itu, melakukan pemeriksaan kesehatan rutin, termasuk pemeriksaan genetik keluarga, dapat mendeteksi potensi masalah kesehatan sejak dini dan memungkinkan tindakan preventif yang lebih efektif.
Merencanakan kesejahteraan finansial dengan memiliki proteksi sesuai kebutuhan pribadi juga menjadi langkah awal untuk menghadapi risiko penyakit kritis. Terlebih, biaya kesehatan terus meningkat, salah satunya disebabkan oleh risiko kesehatan pasca-pandemi.
Berdasarkan riset dari Mercer Marsh Benefits mengenai Health Trends 2024, biaya kesehatan di tahun 2024 diperkirakan naik hingga 13%. Oleh karena itu, memiliki proteksi penyakit kritis adalah bagian penting dari perencanaan finansial yang sehat untuk menjalani hidup dengan lebih tenang.
Penyakit kritis dapat menyerang siapa saja, baik tua maupun muda, dan berdampak serius pada kesehatan serta finansial individu.
"Untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan, penting memiliki proteksi yang memadai untuk melindungi diri dan keluarga dari dampak penyakit kritis. Jika seseorang sudah memiliki proteksi sejak dini, ia bisa lebih fokus pada pemulihan dan menjalani hidup dengan lebih tenang," tutup Ika.
Advertisement