Liputan6.com, Jakarta PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) terus berkomitmen mendukung peningkatan produksi pangan dalam negeri. Salah satu inisiatifnya adalah membantu kelompok tani (poktan) di Banyuasin, Palembang mengolah lahan rawa yang sebelumnya tidak produktif menjadi lahan pangan.
Anwar, Ketua Poktan Karya Bersama di Desa Sungai Rebo, Banyuasin I menyatakan, petani di daerahnya telah mendapat pendampingan dari WPI sejak 2023. Dengan program ini, lahan rawa yang sebelumnya tidak dapat dimanfaatkan kini telah diolah menjadi lahan pertanian. "Lahan rawa ini milik desa, siapa pun dapat memanfaatkannya jika bersedia mengolah," kata Anwar beberapa waktu lalu.
Advertisement
Sebelum adanya pendampingan, petani kesulitan mengolah lahan rawa yang luasnya mencapai ratusan hektare (ha) karena tingginya kandungan zat asam. Hambatan itu membuat sebagian besar wilayah desa tidak produktif, salah satunya karena biaya pengolahan lahan rawa sangat besar.
Dengan pendampingan WPI, poktan mendapatkan bantuan berupa pupuk hitam (rock phosphate), benih unggul, dan pestisida, yang memungkinkan lahan tersebut menjadi lebih subur.
Saat ini, petani telah berhasil mengolah 20 ha lahan rawa menjadi lahan pertanian padi, meskipun produktivitas awalnya masih 2-3 ton per ha. "Kami berharap luas lahan yang diolah bisa terus bertambah, tahun ini bisa mencapai 100 ha," ujar Anwar.
M Amin Febriansyah, Anggota Kelompok Kemitraan Pematang Palas, Banyuasin I adalah salah satu petani yang telah mengolah sawah lahan rawa secara turun temurun. Dia mengatakan, kemitraan dengan WPI telah membantu meningkatkan produktivitas lahan mereka.
“Dengan teknik baru, kami berhasil meningkatkan hasil panen menjadi 4-5 ton per ha. Sebelumnya, maksimal hasilnya hanya 2-3 ton per ha,” katanya.
Produktivitas Lahan Padi
Dia berharap, selain meningkatkan produktivitas lahan padi yang sudah ada, dengan kemitraan, petani dapat mengolah lahan rawa yang masih belum produktif menjadi lahan pangan. Kerjasama dengan perusahaan juga diharapkan dapat terus berlanjut demi kesejahteraan petani dan peningkatan produksi pangan di daerahnya.
Rice Business Head PT WPI Saronto menjelaskan, optimasi lahan tidak produktif bertujuan untuk mendukung peningkatan produksi pangan melalui lahan yang sudah ada. Hal itu sesuai dengan arahan pemerintah dalam mendukung produksi pangan nasional. Selain di Palembang, pihaknya juga telah mendampingi optimasi lahan tidak produktif lainnya di Sidoarjo dan Mojokerto, Jawa Timur.
“Optimasi lahan tidak produktif dapat menjadi salah satu jawaban dalam meningkatkan produksi pangan di tengah terbatasnya lahan pangan,” kata Saronto.
Dia menambahkan, dalam optimasi lahan tidak produktif dapat melibatkan berbagai pihak, seeperti pemerintah desa, petani, perusahaan, dan akadamisi, agar upaya tersebut dapat lebih mudah tercapai mengingat permasalahan yang dihadapi masih kompleks.
Advertisement
Sukses Bangunkan Lahan Tidur, Produksi Gabah Petani Sidoarjo Capai 8 Ton per Ha
PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) berhasil melakukan pendampingan kepada petani mengolah lahan tidak produktif seluas 6 hektare (ha) di Desa Kedung Rawan, Sidoarjo, Jawa Timur. Kesuksesan itu terbukti dengan produksi gabah yang mencapai 8 ton per ha pada musim tanam (MT) ketiga.
Selain WPI, program pendampingan tersebut juga didukung oleh PT wilmar Chemical Indonesia yang memproduksi Pupuk Mahkota dan Syngenta yang menyediakan pestisida.
Rice Business Head PT WPI Saronto menjelaskan, dalam program pendampingan yang telah berlangsung sejak 2023, pihaknya berhasil mendampingi petani menghidupkan kembali lahan tidak produktif tersebut. Pada MT ketiga itu petani mampu mencapai produksi gabah hingga 8 ton per ha. "Keberhasilan ini bisa menunjukkan ke petani, kalau dikelola dengan baik hasilnya akan bagus," kata Saronto di sela Panen Padi Swa Kelola di Desa Kedung Rawan, Rabu (8/5) lalu.
Sesuai komitmen awal, pendampingan perusahaan hanya dilakukan hingga tiga kali musim tanam. Setelahnya, lahan akan dikembalikan ke masyarakat untuk dikelola secara mandiri. Meski demikian, WPI akan tetap memberikan pendampingan teknis hingga mereka mampu mengelola sendiri. Perusahaan juga membangun pintu air khusus untuk lahan tersebut di saluran irigasinya. "Kemitraan ini tetap berlanjut karena kami menyerap hasil panen petani," ujar dia.
Lahan Tidak Produktif
Awalnya, lahan tidak produktif tersebut sudah 10 tahun tidak digarap petani karena termasuk ke dalam daerah banjir. Lahan itu kemudian ditawarkan ke Wilmar agar memberikan pendampingan ke petani. Saronto menjelaskan, menghidupkan lahan tidur tidak mudah.
Pada MT satu, pengelolaan lahan dapat dikatakan gagal karena masih lahan banyak gulma yang tumbuh dan menelan biaya cukup besar. Saat panen hasilnya juga hanya 1,6 ton per ha dari target 6 ton per ha.
Belajar dari MT satu, perusahaan mulai menganalisa kembali dan melakukan perbaikan pada pengelolaan lahan. Pada MT dua, selain biaya dapat ditekan, hasil panen melonjak hingga 6 ton per ha.
Advertisement