Analisis Pew Research: Hampir 24 Juta Imigran Berhak Berikan Suara di Pilpres AS

Hasil analisis dari Pew Research menunjukkan bahwa hampir 24 juta imigran di Amerika Serikat berhak berikan suara pada Pilpres AS 2024.

oleh Tim Global diperbarui 08 Okt 2024, 18:35 WIB
Para pemilih mengantre memberikan suara dalam pemungutan suara awal secara langsung untuk pilpres AS di Fairfax, Virginia, AS (18/9/2020). Warga dapat memilih untuk memberikan suara secara langsung atau melalui pos sebelum Hari Pemilu yang jatuh pada 3 November mendatang. (Xinhua/Liu Jie)

Liputan6.com, Washington, DC - Hampir 24 juta imigran di Amerika Serikat berhak memberikan suara mereka dalam Pilpres pada November 2024.

Inilah hasil analisa data sensus Amerika Serikat yang dilakukan Pew Research baru-baru ini. Menurut pengakuan Laban Seyoum adalah seorang laki-laki yang rajin bekerja berjam-jam untuk menjalankan sebuah perusahaan angkutan truk kecil di Jessup, Maryland.

"Kami akan membiarkannya berjalan selama beberapa menit,” ujarnya, dikutip dari VOA Indonesia, Selasa (8/10/2024).

Seyoum datang ke Amerika Serikat bersama keluarganya pada 2000 untuk menghindari perang antara Ethiopia dan Eritrea. Seyoum mengatakan dia adalah seorang yang konservatif dalam soal fiskal dan sosial, dan dia sangat mendukung calon presiden dari Partai Republik Donald Trump.

"Ketika Presiden Trump berkuasa, bisnis yang saya jalankan sangat luar biasa. Pasar berkembang pesat, kesempatan kerja bagus, dan orang-orang optimis," ujarnya.

Seyoum terdaftar sebagai anggota Partai Republik yang mencalonkan diri untuk menjadi senator di negara bagian Maryland. Ia mengatakan bisnisnya merasakan dampak dari tingginya harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini, dan ia menyalahkan Partai Demokrat karena kenaikan harga BBM itu.

"Saat ini harga diesel berkisar antara 5 dolar hingga 5 dolar 50 sen per galon. Ini membuat bisnis menjadi sangat tidak menguntungkan," kata Seyoum.

Seyoum lebih jauh mengatakan hanya Trump yang punya cara untuk mengatasi harga minyak global yang fluktuatif akibat kombinasi berbagai faktor yang kompleks saat ini.

"Trump menunjukkan kepada kita cara menurunkan harga BBM. Kita harus mengebor, mengebor dan mengebor minyak. Lalu kita bersaing. Kita tidak perlu menjelajahi ideologi lain," tutur Seyoum.

 


Datang dari Sierra Leone ke AS

Ilustrasi bendera Amerika Serikat (AFP Photo)

Lain lagi dengan Fatmata Barrie yang melihat pilihan dalam pemilu kali ini berbeda. Ia datang ke AS dari Sierra Leone saat berusia 11 tahun. Barrie mendapatkan gelar sarjana hukum, bekerja di sebuah organisasi hak-hak sipil dan komunitas, dan kini menjadi Direktur Eksekutif Dewan Akuntabilitas Polisi di Montgomery County, Maryland. Ia memilih Kamala Harris.

"Saya pikir Wapres Kamala Harris adalah orang yang membela rakyat.Ia adalah sosok yang kita butuhkan saat ini untuk menjembatani kesenjangan yang ada di Amerika Serikat," katanya.

Barrie menyampaikan kekhawatirannya jika Trump kembali berkuasa.

"Saya khawatir. Ketakutan terhadap imigran mulai muncul lagi. Ketakutan terhadap orang kulit hitam dan coklat mulai muncul lagi. Dan sulit jika orang yang berada di atas memimpin sehingga semua orang merasa nyaman," ujar Barrie.

Barrie menjadi sukarelawan di bank pangan setempat dan mengatakan kemajuan perekonomian Amerika Serikat tidak memberikan manfaat yang sama bagi semua orang.

"Perbedaannya pada dasarnya adalah kelompok teratas – 0,1% – akan memiliki semua uang dan kita semua akan kesulitan jika memilih Trump. Bangsa ini tidak dibangun oleh kelompok itu. Amerika menjadi Amerika karena pekerjaan yang dilakukan para pekerja kerah biru di negara ini.”

Pew Research mengatakan warga negara yang menjalani naturalisasi berjumlah sekitar 10 persen dari seluruh pemilih di Amerika Serikat, dan sebagian besar dari pemilih tersebut telah berada di Amerika Serikat selama lebih dari 20 tahun. 

Infografis Kronologi Penembakan Donald Trump Saat Kampanye Pilpres AS. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya