Ahli Kimia: Israel Gunakan Bom Terlarang di Lebanon

Intensitas serangan udara Israel, yang diklaim menargetkan Hizbullah, meningkat sejak 23 September 2024.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 07 Okt 2024, 07:32 WIB
Foto yang diambil dari Israel utara, di sepanjang perbatasan dengan Lebanon selatan, pada 30 September 2024 ini menunjukkan kebakaran setelah pengeboman Israel di sebuah wilayah di Lebanon selatan. (Jalaa MAREY/AFP)

Liputan6.com, Beirut - Sindikat Ahli Kimia di Lebanon (SCL) memperingatkan pada hari Minggu (6/10/2024) bahwa skala kerusakan dan kedalaman kerusakan pada bangunan dan tanah menunjukkan penggunaan bom yang dilarang secara internasional yang mengandung uranium yang telah dideplesi oleh pasukan Israel.

SCL mengutuk agresi biadab terhadap warga sipil di Lebanon dan pembantaian yang dilakukan terhadap rakyat Lebanon. SCL menyatakan bahwa peringatannya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang dampak menghirup debu dari pengeboman Israel di beberapa wilayah Lebanon.

"Tingkat kerusakan dan penetrasi bangunan dan tanah hingga puluhan meter adalah bukti penggunaan bom yang mengandung uranium terdeplesi, yang memiliki daya tembus yang luar biasa," ungkap SCL, seperti dilansir kantor berita Anadolu, Senin (7/10).

SCL menekankan bahwa penggunaan jenis senjata yang dilarang secara internasional tersebut, terutama di Beirut yang berpenduduk padat, menyebabkan kerusakan besar-besaran, dan debunya menyebabkan banyak penyakit, terutama jika terhirup.

Lebih lanjut, SCL menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menghentikan serangan Israel terhadap Lebanon dan menghentikan penggunaan bom yang dilarang secara internasional.

SCL mendesak pula Lebanon untuk mengajukan gugatan hukum kepada Dewan Keamanan PBB terhadap pelanggaran yang terjadi di tanah Lebanon dan upaya pembunuhan massal terhadap warga sipil yang tidak bersalah.

Melansir kantor berita AP, Kementerian Kesehatan Lebanon menyebutkan setidaknya 1.400 warga Lebanon, termasuk warga sipil, petugas medis, dan pejuang Hizbullah, tewas dan 1,2 juta orang terusir dari rumah mereka akibat serangan Israel dalam lebih dari dua pekan terakhir.

Israel mengatakan pihaknya bermaksud mengusir Hizbullah dari perbatasannya, sehingga puluhan ribu warga Israel dapat kembali ke rumah. Israel juga telah memulai invasi darat ke Lebanon selatan pada 1 Oktober.

Masyarakat internasional telah memperingatkan bahwa serangan Israel di Lebanon dapat meningkatkan konflik Jalur Gaza menjadi perang regional yang lebih luas.


Israel Membahayakan Pasukan Perdamaian PBB

Sementara Kementerian Kesehatan menyatakan, sedikitnya 63 orang tewas dan 92 lainnya luka-luka dalam gelombang serangan udara baru Israel yang menargetkan banyak wilayah di Lebanon selatan dan timur. (Jalaa MAREY/AFP)

Serangan Israel pada Minggu pagi di Kota Qamatiyeh di tenggara Beirut menewaskan enam orang, termasuk tiga anak-anak. Hal tersebut dikonfirmasi Kementerian Kesehatan Lebanon.

Kantor Berita Nasional milik pemerintah Lebanon melaporkan lebih dari 30 serangan pada Minggu malam, sementara militer Israel mengatakan sekitar 130 proyektil telah melintas dari Lebanon ke wilayah Israel.

Pekan lalu, Israel melancarkan apa yang disebutnya operasi darat terbatas ke Lebanon selatan setelah serangkaian serangan menewaskan Sekretaris Jenderal Hizbullah Hassan Nasrallah dan sejumlah komandan utamanya. Pertempuran ini merupakan yang terburuk sejak Israel dan Hizbullah berperang selama sebulan pada tahun 2006.

Seorang pejabat PBB menuturkan kepada AP, Israel tengah membangun pangkalan operasi terdepan di dekat misi penjaga perdamaian PBB di perbatasan di Lebanon selatan (UNIFIL). Pangkalan itu membahayakan pasukan penjaga perdamaian, kata pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim karena sensitivitas situasi.

UNIFIL, yang dibentuk untuk mengawasi penarikan pasukan Israel dari Lebanon selatan setelah invasi Israel tahun 1978, menolak permintaan militer Israel untuk mengosongkan beberapa posisinya menjelang serangan darat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya