Mengungkap Dalang di Balik Pembubaran Diskusi Kemang

Saksi kunci dalam kasus ini, berinisial JW, juga telah diperiksa oleh penyidik. JW merupakan bagian dari kelompok pelaku di lokasi kejadian, meskipun tidak terlibat langsung dalam aksi perusakan.

oleh Muhammad Ali diperbarui 08 Okt 2024, 00:00 WIB
Diskusi Forum Tanah Air bertema 'Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional", dibubarkan paksa oleh sekelompok orang tak dikenal. Acara digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (28/9/2024) (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi terus mendalami kasus pembubaran paksa diskusi bertajuk Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional yang berlangsung di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu, 29 September 2024. Hingga kini, total sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka.

"Total sembilan tersangka," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indardi, saat konferensi pers pada Senin (7/10/2024).

Ade menyampaikan bahwa empat tersangka baru ditangkap, yakni berinisial YL (24), WSL (28), FMC (24), dan RAS. Mereka diduga terlibat dalam aksi perusakan selama pembubaran berlangsung. WSL, misalnya, dituduh merusak banner dan tiang proyektor, sementara FMC menarik layar proyektor, dan RAS merusak properti lainnya.

"Mereka langsung ditahan setelah penangkapan," kata Ade, menegaskan tindakan cepat pihak kepolisian.

Sebelumnya, polisi juga telah menahan lima tersangka lainnya dengan inisial FEK, GW, MR alias RD (28), YS (33), dan RR (27), yang ditangkap di lokasi dan waktu yang berbeda. Saksi kunci dalam kasus ini, berinisial JW, juga telah diperiksa oleh penyidik.

Menurut Ade, JW merupakan bagian dari kelompok pelaku yang berada di lokasi kejadian, meskipun tidak terlibat langsung dalam aksi perusakan. Pemeriksaan dilakukan di Polda Metro Jaya pada Selasa (1/10/2024).

"JW mengetahui detail peristiwa yang terjadi," pungkas Ade.

Kasus ini masih terus dikembangkan oleh pihak kepolisian guna mengungkap seluruh pihak yang terlibat. Dengan menggali keterangan tersangka, kepolisian diharapkan dapat mengungkap sosok dalang di balik pembubaran diskusi tersebut. 

Sementara itu sejumlah Anggota Polri juga diperiksa buntut pembubaran paksa diskusi Forum Tanah Air bertema 'Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional". Jumlahnya pun bertambah.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi melaporkan, hingga kini sebanyak 30 anggota telah dimintai keterangan oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya.

"Terkait audit atau evaluasi internal perkembangan pemeriksaan oleh bid propam Polda Metro Jaya, sampai dengan saat ini ada 30 anggota Polri yang dilakukan pemeriksaan. Sebelumnya kami sampaikan ada 11 ya, update menjadi 30 anggota," kata Ade Ary dalam keterangannya, Rabu (2/10/2024).

Ade Ary mengatakan, Bidang Propam turut memeriksa enam orang dari latar belakang sipil. Dia merinci, diantaranya pelaku pembubaran, dan dari pihak manajemen hotel Grand Kemang.

"Kemudian warga masyarakat ada 6 yang dilakukan pemeriksaan oleh Propam antara lain pelaku tindak pidana pada insiden itu, kemudian ada management Hotel Grand Kemang dan sekuriti Grand Kemang," ujar dia.

Ade Ary mengatakan, pemeriksaan enam orang warga sipil berkaitan dengan pengamanan yang dilakukan oleh jajaran kepolisian.

"Untuk didalami tentang apa SOP yang sudah dilakukan, apa yang dilakukan oleh petugas pengamanan dari Polda, Polres Metro Jakarta Selatan dan juga Polsek Mampang," ujar dia.   


Ramai Ramai Mengecam Aksi Pembubaran Paksa Diskusi Kemang

Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Kemenkumham, Dhahana Putra, mengecam tindakan pembubaran paksa forum diskusi yang dihadiri sejumlah tokoh di kawasan Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (28/9/2024).

Dia menilai bahwa peristiwa pembubaran diskusi yang terjadi pada Sabtu itu bertentangan dengan prinsip-prinsip kebebasan HAM yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi, “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.”

“Selain itu, ada juga Pasal 28E Ayat 3 yang berbunyi, Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Kebebasan berpendapat merupakan hal penting di dalam sebuah negara demokrasi, termasuk Indonesia,” kata Dhahana di Jakarta, Minggu (29/9/2024).

Dia mengatakan pemerintah telah menjamin kebebasan berpendapat dengan mengeluarkan sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai payung hukumnya.

Dhahana juga menegaskan bahwa tindakan pembubaran tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 24 ayat 1, yaitu pembubaran diskusi umum secara paksa merupakan pelanggaran serius terhadap hak atas kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai.

“Tak hanya itu, kebebasan berpendapat, khususnya di muka umum, diatur secara khusus dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Berpendapat di Muka Umum,” katanya. dilansir dari Antara.

Wakil Ketua Umum (Waketum) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mendesak pihak kepolisian untuk mengadili para pelaku pembubaran diskusi yang diadakan di Kemang, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, pada Sabtu (28/9/2024).

Anwar menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang menjamin hak setiap individu untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28E Ayat 3.

“Oleh karena itu, pihak kepolisian harus secepatnya menangkap para pelaku tersebut, karena kita sebagai bangsa yang beragama, berbudaya, dan taat hukum sudah jelas-jelas tidak bisa menerima kehadiran dari sikap dan tindakan-tindakan yang bersifat premanisme tersebut,” kata Anwar dalam keterangan, Minggu (29/9/2024).

 


Pendekatan Dialogis Bukan Anarkis

Anwar menambahkan bahwa jika ada perbedaan pendapat, pendekatan yang seharusnya digunakan adalah dialogis, menggunakan akal sehat yang berakhlak dan beretika, bukan dengan cara kekerasan.

Ia juga menekankan bahwa kegiatan diskusi yang dihadiri oleh sejumlah tokoh, seperti Refly Harun dan Din Syamsuddin, adalah kegiatan legal yang dijamin oleh konstitusi. “Untuk itu, sebagai warga negara yang baik, semestinya semua orang harus menghormatinya,” ujarnya, dilansir dari Antara.

Dalam rangka menjaga perkembangan demokrasi dan kehidupan berbangsa yang sehat, Anwar meminta pihak berwajib untuk memproses dan mengadili tindakan perusakan tersebut dengan seadil-adilnya.

“Tanpa ada tindakan dari pihak kepolisian terhadap para pelaku keonaran tersebut, maka trust atau kepercayaan dari masyarakat terhadap pihak kepolisian tentu akan rusak, dan itu jelas tidak baik bagi perjalanan bangsa ini ke depannya,” tambah Anwar Abbas.

 

Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) 2016 lebih buruk daripada 2015 (liputan6/abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya