Meme Kucing Ternyata Sudah Viral dari Abad ke-19, Begini Cara Penyebarannya Meski Belum Ada Media Sosial

Daya tarik kucing tidak hanya diakui baru-baru ini karena "meme" kucing ternyata bahkan sudah disebarluaskan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu.

oleh Siti Syafania Kose diperbarui 16 Okt 2024, 21:20 WIB
Sebuah kartu pos yang menunjukkan dua kucing yang sedang melihat foto-foto kucing lain. (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Kucing, dengan kelucuannya, telah menjadi bagian dari berbagai meme viral semenjak internet pertama kali tersebar luas. Walau mayoritas meme viral berumur pendek dan mudah dilupakan setelah beberapa waktu, sepertinya meme kucing selalu relevan dan terkesan abadi. 

Namun, daya tarik kucing tidak hanya diakui baru-baru ini karena "meme" kucing ternyata bahkan sudah disebarluaskan sejak lebih dari 100 tahun yang lalu.

Melansir dari BBC pada Rabu (16/10/2024), gambar-gambar kucing telah relevan dalam konteks komunikasi antarmanusia sejak awal abad ke-20, dalam bentuk kartu pos.

Meme kucing dalam bentuknya yang modern sudah ada sejak tahun 1990-an, ketika email pertama kali memungkinkan para pekerja kantor dan teman yang bosan untuk saling berkirim pesan berisi kucing lucu. Kucing-kucing tersebut melompat dari sana ke media sosial seiring dengan berkembangnya web, di mana video viral seperti Keyboard Cat dan meme seperti Grumpy Cat bermunculan di berbagai platform. Peminat konten ini sangat tinggi sehingga situs web seperti ICanHasCheezburger bermunculan untuk menampilkan video dan meme kucing.

Namun sebelum diciptakannya internet, kucing-kucing dulu “viral” dan sering muncul dalam kartu pos zaman Edwardian. Dan, menurut para ahli sejarah media, memahami kartu pos kucing di awal abad ke-20 mungkin bisa membantu kita memahami media sosial saat ini.

Seorang kurator senior di Museum Seni Rupa Boston, dan salah satu kurator pameran The Postcard Age di museum tersebut, Ben Weiss mengatakan, “Beberapa hal tetap bertahan dari generasi ke generasi dan media, dan penggambaran kucing adalah salah satunya. Hal ini cukup melegakan.”

Menurut Weiss, pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, kartu pos berfungsi seperti media sosial saat ini. Kartu pos yang lebih murah, lebih cepat, dan lebih nyaman daripada surat digunakan untuk berbagi pikiran, merencanakan tempat dan waktu untuk bertemu, menceritakan lelucon, dan juga mengirim gambar kucing. 

Baik itu surat yang dikirim dengan prangko pada tahun 1924 atau postingan yang diunggah ke media sosial pada tahun 2024, kucing dalam berbagai bentuk selalu ada untuk para seniman dan khalayak umum.


Kucing Sebagai Ikon Politik di Awal Abad ke-20

Poster Suffrage Movement atau gerakan Hak Pilih Perempuan karya Mary Lowndes pada tahun 1909. (Wikimedia Commons)

Pada saat itu, kucing dianggap lebih dari sekadar hewan pengusir hama. Para raja dan sosialita, termasuk Ratu Victoria, adalah penikmat kucing yang terkenal, dan hubungan hewan ini dengan Halloween sangat terkenal. Beberapa kartu pos menampilkan kegiatan kucing pada umumnya, seperti menyeruput susu dari piring, bermain dengan benang, dan berjemur di bawah sinar matahari. Sebagian lagi mendandani kucing sebagai manusia, melakukan pekerjaan dan ikut serta dalam kegiatan rumah tangga.

Namun, penggunaan kucing di kartu pos tidak selalu sesantai itu.

Seperti meme saat ini, budaya kartu pos bersinggungan dengan politik. Beberapa kucing kartu pos yang paling terkenal dikaitkan dengan gerakan Hak Pilih Perempuan di Inggris atau yang dikenal sebagai Suffrage Movement.  Kartu pos dijual sebagai penggalangan dana untuk tujuan sosial. Selain itu, perusahaan pembuat kartu pos juga mengambil kesempatan untuk membuat konten seputar isu-isu yang menjadi perhatian masyarakat.

“Kartu pos mirip dengan meme, dan sama seperti saat ini, budaya visual pada awal abad ke-20 adalah tentang hewan, terutama kucing,” ujar seorang pustakawan di Universitas Johns Hopkins, dan kurator pameran Votes and Petticoats yang memperingati budaya visual gerakan Hak Pilih Perempuan, Heidi Herr. 

Kucing biasanya diasosiasikan dengan suasana rumah tangga, dan "harus menjadi pasif, cantik, dekoratif, dan sopan”, kata Herr, tetapi pada saat yang sama, kucing adalah pemangsa dan siapa pun yang memeliharanya tahu bahwa kucing suka menggunakan cakarnya. Herr mengatakan, "Kaum Suffragette (pejuang Hak Pilih Perempuan) adalah ratu kapitalis, mereka membangun brand mereka," kata Herr. 

Gerakan ini sangat cerdas dalam menggunakan media baru seperti kartu pos dan film untuk menyampaikan pesan mereka dan kucing menawarkan simbolisme yang kuat. 


Sejarah Kartu Pos, Media Sosial Zaman Dahulu

Sebuah kartu pos tahun 1923 menunjukkan kucing-kucing yang sedang bermain croquet. (Wikimedia Commons)

Kartu pos pertama dicetak di Austria-Hongaria pada tahun 1869, waktu yang tepat untuk sebuah inovasi di bidang surat-menyurat karena pada tahun 1874, 21 negara membentuk Universal Postal Union, yang memungkinkan surat dikirim dan dikirimkan secara internasional. Lebih banyak negara menyusul di tahun-tahun berikutnya, dan kartu pos mengikuti perkembangan ini.

Seperti meme, kartu pos tidak hanya memuat gambar dan beberapa baris teks, tetapi juga merupakan bukti nyata perubahan dunia dan kemajuan teknologi yang mengejutkan yang memungkinkannya untuk dikirimkan setiap hari ke tangan dan kotak surat masyarakat.

“Kita telah melupakan kepadatan jaringan komunikasi di awal abad ke-20, yang digunakan oleh kartu pos,” kata Weiss. “Anda dapat mengirim kartu pos kepada seseorang pada pukul 10.00 dan mengatakan bahwa Anda akan tiba di sana pada pukul 17.30, jika Anda pergi dari Manhattan ke Jersey City, dan Anda dapat menyampaikan pesan tersebut dengan cepat.”

Kartu pos di awal abad ke-20 bisa dibilang menandai pertama kalinya dalam sejarah bahwa komunikasi dengan kecepatan seperti itu terjangkau dan dapat diakses secara luas oleh kebanyakan orang. Weiss mengatakan bahwa, antara tahun 1900 dan 1914, “ada kegilaan besar-besaran di seluruh dunia terhadap kartu pos sampai-sampai orang mengatakan bahwa kartu pos telah menjadi penyakit dalam aliran darah masyarakat”.

Selama era demam kartu pos ini, jutaan kartu pos yang tak terhitung jumlahnya beredar, dan ini merupakan momen yang tepat bagi kucing untuk mengambil alih media baru ini.


Tanggapan terhadap Kartu Pos Mencerminkan Tanggapan terhadap Internet

Kartu pos yang dikirim ke Ted Claxton, menampilkan kucing kartun karya Louis Wain (Wikimedia Commons)

Tidak semua orang merasa nyaman dengan dampak kartu pos terhadap masyarakat. Menurut penulis buku Picturing the Postcard: A New Media Crisis at the Turn of the Century, Monica Cure, surat kabar menyebut kartu pos sebagai “teror baru” dan “monster Frankenstein”, khawatir dengan popularitas produk tersebut. 

Kantong para pekerja pos membengkak dengan kartu pos, sehingga muncullah kisah-kisah tentang cedera akibat mengangkat kantong surat yang terlalu berat.

“Kartu pos dianggap begitu cepat,” kata Cure. “Ada banyak keluhan tentang apa yang akan dilakukan kartu pos terhadap kemampuan membaca dan menulis orang, karena jika Anda bisa menulis beberapa baris saja, mengapa Anda harus belajar tata bahasa dan menjadi penulis yang baik?” lanjutnya.

Orang-orang juga khawatir kartu pos akan menyebabkan lebih banyak hubungan yang dangkal, karena alih-alih saling menulis surat, mereka hanya saling berkirim foto. 

Sifat kartu pos yang terbuka dan tidak tersegel juga menakutkan bagi banyak orang, kata Cure. Ide pertama untuk kartu pos sebenarnya ditolak karena “terlalu menakutkan untuk memiliki sesuatu di mana pelayan dapat membaca surat Anda”.

Saat ini, kekhawatiran serupa meramaikan percakapan seputar media sosial. Sosial media terlalu cepat, merupakan ancaman keamanan nasional, dan mengarah pada pemikiran yang lebih dangkal.

Menurut Cure, bentuk-bentuk baru dari teknologi komunikasi mengusik cara-cara yang biasa digunakan orang untuk melihat diri mereka sendiri dan komunitas mereka.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya