Rekomendasi Saham Emiten Migas di Tengah Konflik Timur Tengah

Berikut saham pilihan seiring kenaikan harga minyak dunia di tengah ketegangan geopolitik di Timur Tengah.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 08 Okt 2024, 06:00 WIB
Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) melonjak sekitar 5% usai Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, AS dan Israel sedang mendiskusikan kemungkinan untuk menyerang fasilitas minyak Iran.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) melonjak sekitar 5% usai Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, AS dan Israel sedang mendiskusikan kemungkinan untuk menyerang fasilitas minyak Iran.

Iran merupakan produsen minyak terbesar ketiga di organisasi negara eksportir minyak (OPEC), dengan produksi mencapai 3,7 juta barel per hari pada Agustus 2024 atau sekitar 4% dari total produksi global. Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) membukukan kenaikan mingguan terbaik dalam lebih dari setahun.

Kenaikan harga minyak ini terjadi karena para pedagang khawatir Israel akan menyerang fasilitas minyak mentah Iran sebagai balasan atas serangan rudal balistik Teheran.

Akhir pekan lalu, harga minyak mentah patokan AS, West Texas Intermediate (WTI) melonjak 9,09% minggu ini dan mencetak kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2023. Sedangkan patokan global, minyak Brent melonjak 8,43% untuk kenaikan mingguan terbesar sejak Januari 2023.

"Kenaikan harga minyak berpotensi memberikan sentimen positif jangka pendek bagi emiten produsen migas dan penunjang migas, seperti MEDC, ENRG, WINS, ELSA, dan LEAD," ulas Investment Analyst Stockbit, Hendriko Gani dalam risetnya, dikutip Selasa (8/10/2024).

Dalam jangka yang lebih panjang, selain konflik geopolitik, prospek harga minyak akan dipengaruhi seberapa berhasil paket stimulus yang dikucurkan pemerintah China untuk memulihkan ekonominya dan meningkatkan permintaan minyak dibandingkan potensi tambahan suplai dari rencana kenaikan produksi OPEC+.

Equity Analis PT Indo Premier Sekuritas (IPOT) Imam Gunadi mencatat hingga Minggu, 6 Oktober 2024, masih terjadi serangan beruntun yang melanda pinggiran selatan Beirut.

Serangan ini terjadi setelah beberapa hari pengeboman oleh Israel terhadap pinggiran Beirut yang dianggap sebagai benteng bagi kelompok bersenjata Hezbollah yang didukung Iran, yang mengakibatkan kematian pemimpin mereka, Sayyed Hassan Nasrallah.

 

 


Dampak Kenaikan Harga Minyak

Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Berlanjutnya perang ini berpotensi membuat harga minyak naik lagi dan ada probability dapat mempengaruhi laju inflasi sehingga menjadi sentimen yang buruk bagi ekonomi. Namun di sisi lain, emiten-emiten yang bergerak di industri migas akan diuntungkan atas kenaikan harga minyak ini,” kata Imam.

Beberapa saham sektor migas yang bisa dicermati, antara lain PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan strategi Buy on Breakout BUMI (Support 156, Resist 132). Emiten ini merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batu bara dan minyak bumi.

Kenaikan harga minyak yang akhir-akhir ini terjadi, dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perusahaan batu bara dan minyak bumi seperti BUMI.

"Biasanya permintaan akan energi khususnya minyak dapat meningkat karena dibutuhkan untuk bahan bakar perang, selain itu perang juga dapat mengganggu rantai pasokan yang membuat harga minyak naik ditambah dengan sentimen stimulus dari China yang juga dapat meningkatkan permintaan minyak," kata Imam.

Selain minyak, komoditas yang terpengaruh adalah batu bara, di tengah harga minyak yang naik dapat membuat konsumen minyak beralih ke energi lain yang lebih terjangkau yaitu batu bara, sehingga hal ini dapat membuat permintaan komoditas batu bara juga meningkat.

 

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 


Harga Minyak Mentah Cetak Kenaikan Mingguan Terbaik

Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Sebelumnya, harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) membukukan kenaikan mingguan terbaik dalam lebih dari setahun. Kenaikan harga minyak ini terjadi karena para pedagang khawatir Israel akan menyerang fasilitas minyak mentah Iran sebagai balasan atas serangan rudal balistik Teheran.

Mengutip CNBC, Sabtu (5/10/2024), harga minyak mentah patokan AS, West Texas Intermediate (WTI) melonjak 9,09% minggu ini dan mencetak kenaikan mingguan terbesar sejak Maret 2023.

Sedangkan patokan global, minyak Brent melonjak 8,43% untuk kenaikan mingguan terbesar sejak Januari 2023.

Minyak mentah AS melonjak sekitar 5% pada hari Kamis setelah Presiden Joe Biden mengindikasikan Gedung Putih sedang membahas serangan Israel terhadap industri minyak Iran.

Biden mengklarifikasi komentar tersebut pada Jumat, mencegah Israel menargetkan ladang minyak.

“Israel belum menyimpulkan apa yang akan mereka lakukan. Itu masih dalam pembahasan,” kata Biden kepada wartawan pada jumpa pers Gedung Putih.

“Jika saya berada di posisi mereka, saya akan memikirkan alternatif lain selain menyerang ladang minyak.”

Rincian Harga Energi Jumat:

Harga minyak WTI untuk kontrak November dipatok USD 74,38 per barel, naik 67 sen atau 0,91%. Dari awal tahun sampai saat ini harga minyak mentah AS telah naik hampir 4%.

Harga minyak Brent untuk kontrak Desember ditutup USD 78,05 per barel, naik 43 sen atau 0,55%. Tahun ini harga minyak patokan global ini telah naik lebih dari 1%.

Harga bensin kontrak November dipatok USD 2,0958 per galon, naik 0,15%. Tahun ini bensin sedikit berubah.

Harga gas alam untuk kontrak November ditutup USD 2,854 per seribu kaki kubik, turun 3,91%. Tahun ini harga gas naik lebih dari 13%.

 


Israel Balik Menyerang

Ilustrasi harga minyak dunia hari ini (Foto By AI)

Kepala analis minyak Goldman Sachs Daan Struyven mengatakan, harga minyak mentah akan melonjak USD 10 hingga USD 20 per barel jika serangan Israel melumpuhkan 1 juta barel produksi Iran per hari selama periode yang berkelanjutan.

"Seberapa tinggi harga akan naik tergantung pada apakah OPEC menggunakan kapasitas minyak cadangannya untuk menutupi kesenjangan tersebut," kata Struyven.

Harga minyak telah melonjak minggu ini karena ketegangan geopolitik, harga telah naik dari titik terendah.

Bulan lalu, harga mencapai level terendah dalam hampir tiga tahun karena sentimen bearish melanda pasar karena permintaan yang lemah di Tiongkok dan rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi.

"Risiko terhadap prospek harga minyak jelas signifikan," kata Struyven kepada "Squawk Box Asia" CNBC, Jumat.

Pasar minyak sebagian besar mengabaikan perang yang meningkat di Timur Tengah hingga Iran meluncurkan hampir 200 rudal balistik ke Israel pada hari Selasa.

"Premi risiko geopolitik yang diperhitungkan dalam pasar minyak hingga hari ini pada dasarnya cukup moderat," kata Struyven.


Premi Risiko

Ilustrasi harga minyak dunia (dok: Foto AI)

Harga minyak Brent sekitar USD 77 per barel masih di bawah pandangan Goldman Sachs tentang apa yang merupakan nilai wajar berdasarkan tingkat persediaan, katanya.

"Premi risiko telah moderat karena tidak ada gangguan pasokan yang berkelanjutan selama dua tahun terakhir meskipun ketegangan geopolitik tinggi," kata Struyven.

Ada juga sekitar 6 juta barel per hari kapasitas cadangan yang dapat beroperasi dan mengimbangi keketatan dari sebagian besar skenario gangguan pasokan, kata analis Goldman Sachs.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya