Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) peluang dampak positif dari Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 2024 ini. Harapannya, melalui kucuran dana yang besar bisa menstimulasi perekonomian daerah dan nasional.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani mencatat setidaknya ada Rp 30 triliun dana APBN yang dikucurkan untuk hajat akbar demokrasi tersebut. Nilai itu belum menghitung modal kampanye dari setiap pasangan calon kepala daerah.
Advertisement
"Pilkada yang dijalankan secara serentak untuk 38 provinsi, 416 Kabupaten dan 98 Kota di Indonesia menjadi agregator belanja yang cukup signifikan. Alokasi dari APBN 2024 tidak kurang dari Rp 30 triliun untuk pemilu. Alokasi dari pasangan calon dan peserta pilkada tentunya lebih besar lagi," kata Ajib dalam keterangannya, selasa (8/10/2024).
Menurutnya, perputaran uang ini akan langsung mengalir di masyarakat, dalam bentuk barang maupun uang. Kontribusi pilkada serentak ini diharapkan memberikan kontribusi yang cukup signifikan, layaknya momentum lebaran terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2024.
Secara umum, kata dia, kondisi perekonomian tahun 2024 mengalami fluktuasi yang harus dimitigasi dengan baik oleh pemerintah. Kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi cukup agresif di angka 5,11 persen.
Kuartal kedua mengalami penurunan menjadi 5,05 persen. Kuartal ketiga diprediksi tidak akan lebih baik dari kuartal kedua.
"Kuartal keempat menjadi momentum pertumbuhan ekonomi lebih agresif dengan momentum pilkada serentak ini. Sehingga target asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2024 yang mematok target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen secara agregat bisa tercapai," pungkasnya.
Minta Pemerintah Pikir Ulang Kenaikan PPN
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah mengkaji ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi 12 persen pada 2025. Menyusul kondisi deflasi yang dialami dalam 5 bulan berturut-turut hingga September 2024.
Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani mengatakan kebijakan fiskal yang tepat harus diambil pemerintah. Meski, sisa waktu di 2024 ini jadi ruang sempit untuk menetapkan kebijakan yang baik.
"Dimana pemerintah mempunyai ruang fiskal yang begitu sempit untuk bisa menggunakan kebijakan fiskal sebagai pengatur perekonomian, karena pemerintah membutuhkan dana yang besar untuk kebutuhan APBN," ujar Ajib dalam keterangannya, Senin (7/10/2024).
Dia menyoroti rencana kenaikan tarif PPN per 1 Januari 2025. Rencana itu dinilai kontraproduktif dengan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat. Menurutnya, pemerintah harus memikirkan ulang penerapan kebijakan tersebut.
"Kondisi ini tentunya perlu dipertimbangkan ulang oleh pemerintah, karena masih banyak opsi lain dalam menambal keuangan negara tanpa membebani masyarakat luas," pintanya.
Selain itu, dari aspek kebijakan moneter, diharapkan suku bunga acuan kembali diturunkan oleh Bank Indonesia. Pada September 2024, BI menurunkan suku bunga ke 6 persen, harapannya, kali ini ada penurunan kembali sebesar 25 basis poin.
"Dengan tingkat suku bunga acuan dibawah 6 persen, potensi likuiditas akan lebih banyak mengalir di sistem perekonomian indonesia, dan daya beli masyarakat akan mengalami kenaikan ketika kemudian perbankan juga mengikuti dengan menurunkan suku bunga kreditnya," urainya.
Advertisement
Investasi Serap Tenaga Kerja
Selanjutnya, investasi yang berkualitas juga dinilai perlu digenjot oleh pemerintah. Hal itu akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja secara masif.
"Hal ini sejalan dengan konsep ekonomi yang masuk dalam Program Asta Cita pemerintahan Prabowo, yaitu penyediaan lapangan pekerjaan," kata dia.
"Penyediaan lapangan kerja yang masif ini menjadi prasayarat agar pertumbuhan ekonomi bisa eskalatif di masa selanjutnya. Pengangguran yang menyentuh angka 7 juta orang perlu diserap dengan kebijakan investasi yang padat karya," sambung Ajib Hamdani.