PT Timah Bukan BUMN, Terungkap Dalam Sidang Kasus Dugaan Korupsi Timah

PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah.

oleh Tim News diperbarui 08 Okt 2024, 07:42 WIB
PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah. (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - PT Timah rupanya bukan lagi menjadi bagian dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal tersebut diungkapkan eks Direktur Utama PT Timah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani saat menjadi saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi timah.

Sidang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan 3 terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM Babel Amir Sahbana, Rusbani dan Suryanto Wibowo pada Senin (7/10/2024).

Dalam persidangan, Penasihat Hukum (PH) mempertanyakan kepada Riza mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2017 tanggal 10 November 2017.

Aturan tersebut memberikan mandat kepada PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) sebagai induk perusahaan dalam Holding Industri Pertambangan, kemudian dilanjutkan dengan PP 45 Nomor Tahun 2022 dan PP Nomor Tahun 2022 yang merupakan proses pembentukan Holding Industri Pertambangan Mining Industry Indonesia (MIND ID)

"PP 2017 (Nomor 47) yang pembentukan subholding pertambangan," kata Riza, Senin (7/10/2024).

Riza menjelaskan, PT Timah mengikuti aturan Perseroan Terbatas (PT) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007.

"Apakah PT Timah dalam melakkukan aktivitasnya masih berpedoman terhadap UU PT atau BUMN," tanya Penasihat Hukum kepada Riza.

"Perseroan Terbatas," jawab Riza.

Dalam pelaksanaanya, lanjut Riza, PT Timah merupakan anak usaha BUMN yang induknya (MIND ID).

"Sesuai dalam PP yang di tahun 2017, PT Timah anak usaha BUMN," tandas Riza.

 


Sidang Dugaan Korupsi Harvey Moies, Saksi Klaim PT Timah Biaya Operasional Smelternya Lebih Murah

Sidang kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah dengan terdakwa Harvey Moeis akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, PT Timah menklaim biaya operasional smelter miliknya lebih murah jika dibandingkan dengan smelter perusahaan swasta. Namun saksi yang dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis memberikan bukti yang menunjukan smelter swasta lebih murah.

Hal tersebut diungkapkan saksi yaitu penyerta modal CV Venus Inti Perkasa (VIP) Tamron Tansil alias Aon dan General Manajer PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Senin 30 September 2024.

Menurut Tamron, biaya smelter miliknya untuk memproduksi logam timah memakan biaya US$2000 sampai US$2500 per tonnya yang sudah masuk biaya pegawai.

"Sedangkan PT Timah memerlukan memakan biaya US$1000 per ton tanpa biaya pegawai, sehingga Harga Pokok Penjualan (HPP) PT Timah lebih tinggi," ujar Tamron dalam sidang, Senin 30 September 2024.

"Menurut perhitungan saya, PT Timah tidak akan mampu menghasilkan nilai serendah itu secara perhitungan, secara HPP. Sedangkan selek PT Timah sendiri, PT Timah tidak sanggup melebur sendiri. Dan seleknya sendiri dia lebur ke tempat lain," sambung dia.

Tamron menambahkan, di CV VIP hanya memiliki pegawai sebanyak 300 orang yang bekerja di smelternya, sedangkan PT Timah memiliki kurang lebih 6.000 pegawai.

"Biaya karyawan juga untuk PT Timah terlalu besar. Jauh dibandingkan kita," tandas dia.

Senada, Rosalina juga membernarkan bahwa biaya produksi logam timah di PT Timah tidak masuk akal jika hanya US$1000.

"Pernyataan PT Timah seribu (US$1000) itu sudah sampai saya konfrontasi pada saat saya disebagai terdakwa. Jadi angka seribu itu sangat tidak masuk akal kalau bagi hitungan saya," kata Rosalina.

 


Masih Gunakan Teknologi Tradisional

Kerugian negara tersebut timbul dari pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015-2022. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Rosalina menyebut, smelter PT Timah masih menggunakan teknologi yang tradisional, sehingga memakan biaya yang lebih mahal jika dibandingkan smelter smelter milik perusahannya.

"Karena Tinindo (PT TIN) sendiri yang tadinya memakai tanur (smelter) refraktori, itu saja kita ganti menggunakan tanur listrik yang lebih efisien. Bagaimana dengan tanur listrik yang lebih efisien, biayanya bisa lebih tinggi daripada yang tradisional (milik PT Timah)," kata dia.

Hakim pun sempat menanyakan kepada Rosalina terkait dengan analisis yang didapatkan darimana sehingga bisa mendapatkan hitung-hitungan seperti itu.

"Apakah selama ini Saksi sering menganalisa, menghitung-hitung begitu? Mengenai biaya untuk pengolahan PT Timah," tanya Hakim kepada Rosalina.

"Saya GM (PT TIN)yang mulia, jadi saya mengontrol itu semua," jawab Rosalina.

Infografis Babak Baru Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis dan Helena Lim. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya