Sulitnya Generasi Sandwich Punya Rumah, Apa yang Harus Dilakukan?

Memiliki rumah sendiri merupakan impian bagi banyak orang, tetapi bagi generasi sandwich, impian ini terasa semakin sulit untuk diraih.

oleh Satrya Bima Pramudatama diperbarui 08 Okt 2024, 18:00 WIB
Konferensi Pers Peluncuran Laporan “Langkah Generasi Sandwich Menuju Kepemilikan Properti”, di Rumah Wijaya, Jakarta (Foto: Satrya Bima Pramudatama, senin 08/10/2024)

Liputan6.com, Jakarta Berdasarkan laporan terbaru dari hasil kolaborasi antara platform properti Pinhome dan perusahaan riset global YouGov, generasi sandwich di Indonesia diperkirakan berjumlah 41 juta orang sedang menghadapi tantangan besar dalam membeli rumah.

Hal ini dikarenakan generasi ini berperan menopang kehidupan anak-anak sekaligus orang tua, selain itu, mereka juga berada dalam tekanan finansial yang luar biasa sehingga menjadi sulit untuk memiliki rumah karena adanya tanggung jawab besar tersebut.

 “Generasi sandwich menghadapi tantangan besar dalam mewujudkan mimpi memiliki rumah, karena harus menopang keluarga sekaligus mengejar impian pribadi,” ujar, CEO dan Founder Pinhome Dayu Dara Permata pada Selasa (08/10/2024) saat Konferensi Pers Peluncuran Laporan “Langkah Generasi Sandwich Menuju Kepemilikan Properti”

Pinhome dan YouGov juga melakukan survei daring terhadap 400 responden generasi sandwich di Indonesia dan menemukan bahwa meskipun 49% generasi ini termotivasi untuk memiliki rumah karena kebutuhan keluarga, dan 48% karena alasan stabilitas, hambatan finansial tetap menjadi faktor utama yang menghalangi mereka. 

3 Hambatan Utama dalam Membeli Rumah

Menurut laporan Pinhome dan YouGov terdapat tiga tantangan terbesar yang dihadapi generasi sandwich dalam memiliki rumah yaitu

1. Menemukan Properti yang Tepat

Generasi sandwich kesulitan menemukan properti yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Sebagian besar lebih memilih rumah tapak, tetapi karena terbatasnya pilihan dan tingginya harga, pilihan properti menjadi semakin sempit.

 

 


Hambatan Selanjutnya

Maket rumah yang dipamerkan dalam pameran Indonesia Property Expo (IPEX) 2017 di JCC, Senayan, Jakarta, Jumat (11/8). Pameran proyek perumahan ini menjadi ajang transaksi bagi pengembang properti di seluruh Indonesia. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

 2. Biaya Tambahan yang Tidak Transparan

Biaya pembelian rumah sering kali membengkak karena adanya biaya tambahan yang tidak jelas sejak awal, menambah beban finansial bagi para calon pembeli.

3. Cicilan KPR yang Tinggi

Tingginya angka cicilan menjadi masalah serius. Mayoritas dari mereka memilih tenor cicilan di atas lima tahun agar angsuran bulanan lebih terjangkau, namun tetap saja biaya cicilan ini membebani kehidupan sehari-hari mereka.

Solusi

Untuk mengatasi permasalahan tersebut Pinhome menyediakan jutaan properti yang bisa diakses dengan mudah melalui platform digital mereka, ini memudahkan generasi sandwich dalam mencari rumah yang sesuai. Fitur ‘’simulasi KPR’’ yang ditawarkan juga menampilkan seluruh biaya secara transparan sehingga calon pembeli bisa mendapatkan gambaran yang jelas mengenai biaya yang harus dikeluarkan.

"Riset kami menunjukkan bahwa 67% generasi sandwich memanfaatkan media sosial dan 39% menggunakan aplikasi seperti Pinhome untuk mencari properti, menyoroti pentingnya platform digital dalam pembelian rumah"​ ungkap, General Manager YouGov Indonesia, Edward Hutasoit.

Pinhome juga menyediakan fitur ‘’PinValue’’, yang membantu generasi sandwich menilai harga pasaran properti sehingga mereka bisa yakin bahwa harga rumah yang akan mereka beli sesuai dengan nilai pasar.

“Kami berharap bisa memberikan wawasan kepada seluruh pemangku kepentingan mengenai kebutuhan dan tantangan generasi sandwich, serta menginspirasi mereka untuk mewujudkan mimpi memiliki rumah,” tutup Dara.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya