Cuaca Hari Ini Rabu 9 Oktober 2024: Jabodetabek Cerah Berawan Siang Nanti

Langit pagi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) hari ini, Rabu (9/10/2024), keseluruhannya diprakirakan berawan, kabut, cerah, dan cerah berawan. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.

oleh Hisyam Adyatma diperbarui 09 Okt 2024, 06:15 WIB
Warga menggunakan payung saat berjalan di tengah cuaca terik di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Senin (24/4/2023). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan dinamika atmosfer yang tidak biasa menjadi salah satu penyebab Indonesia mengalami suhu panas dalam bebrapa hari terakhir. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Langit pagi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) hari ini, Rabu (9/10/2024), keseluruhannya diprakirakan berawan, kabut, cerah, dan cerah berawan. Demikianlah prediksi cuaca hari ini.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, cuaca Jakarta siang nanti mayoritas diprakirakan cerah berawan.

Begitu juga dengan prediksi cuaca di Kepulauan Seribu, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Sementara itu, cuaca Bogor, Jawa Barat di siang hari akan berkabut.

Untuk malam hari nanti, cuaca Jakarta diprediksi BMKG akan berawan tebal, kecuali Jakarta Selatan dan Timur yang diprediksi akan hujan ringan.

Wilayah penyangganya yaitu Bekasi, Depok, dan Kota Bogor, Jawa Barat di malam hari diprakirakan hujan ringan.

Sementara di Kota Tangerang, Banten diprakirakan BMKG malam hari akan berawan tebal.

Berikut informasi prakiraan cuaca Jabodetabek selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:

 Kota  Pagi  Siang   Malam 
 Jakarta Barat  Berawan  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Jakarta Pusat   Berawan  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Jakarta Selatan   Berawan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Jakarta Timur   Berawan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Jakarta Utara   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan Tebal
 Kepulauan Seribu   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Berawan
 Bekasi   Cerah Berawan  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Depok   Cerah  Cerah Berawan  Hujan Ringan
 Kota Bogor   Kabut  Kabut  Hujan Ringan
 Tangerang  Berawan  Cerah Berawan  Berawan Tebal

KLHK Raih Penghargaan Green Eurasia 2024 Atas Inisiatif dalam Pengendalian Perubahan Iklim

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Rasio Ridho Sani, mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya menerima penghargaan Peringkat Pertama – 1st Place Green Eurasia 2024 Award. (Dok. Istimewa)

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menerima penghargaan Green Eurasia 2024 di Yerevan, Armenia pada Eurasian Economic Forum (EEF) 2024.

Dalam Green Eurasia Award 2024, Eurasian Economic Commision (EEC) Board menetapkan KLHK sebagai Pemenang Peringkat Pertama (1st Place) dari International Climate Competition “Green Eurasia” 2024 untuk Kategori Sustainable Land Use, Forestry and Water Management. Green Eurasia Award 2024 diberikan atas inisiatif kebijakan dan komitmen Indonesia atas kebijakan Zero Burning Practices dalam penanganan emisi dari lahan dan hutan serta upaya pengendalian perubahan Iklim.

Pemberian penghargaan Green Eurasia 2004 dilakukan pada tanggal 1 Oktober 2024 di Dvin Musical Hall Yerevan, setelah Plenary Session dari Eurasian Economic Forum (EEF) 2024, yang dihadiri beberapa kepala pemerintahan negara anggota Eurasian Economic Union (EEU) yaitu Perdana Menteri Armenia, Perdana Menteri Belarusia, Perdana Menteri Kazakhstan, Perdana Menteri Kyrgyztan, dan Perdana Menteri Rusia, serta perwakilan beberapa negara lainnya.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum LHK) Rasio Ridho Sani, mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya menerima penghargaan Peringkat Pertama – 1st Place Green Eurasia 2024 Award yang diserahkan langsung oleh Deputy Prime Minister Republic of Armenia, Mher Herberti Grigoryan, didampingi oleh Minister of Trade of the Eurasian Economic Union, Andrey Slepnev.

Atas Penerimaan Green Eurasia 2024 Award ini, Menteri Siti Nurbaya mengatakan bahwa penghargaan Green Eurasia terhadap inisiatif kebijakan dan komitmen Indonesia dalam upaya pengendalian perubahan iklim ini merupakan bentuk pengakuan dunia atas inisiatif, komitmen, dan konsistensi Pemerintah Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim, termasuk pengendalian emisi dari hutan dan lahan.

"Saya mengapresiasi Dewan Eurasian Economic Commission yang telah memberikan penghargaan 1st Place, Peringkat Pertama Green Eurasia 2004 kepada KLHK," ujar Menteri LHK Siti Nurbaya.


Ucapkan Terima Kasih

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meresmikan dua proyek penting dalam bidang restorasi lingkungan yakni Ekoriparian Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) dan Universitas Lancang Kuning (UNILAK). (Istimewa)

Menteri Siti, juga mengucapkan terima kasih dan apresiasi atas dukungan seluruh pihak atas komitmen dan konsistensi dalam upaya pengendalian perubahan iklim selama ini.

Menteri Siti menambahkan bahwa agenda perubahan iklim Indonesia, termasuk pengendalian emisi dari hutan dan lahan melalui FOLU NET Sink 2030 harus menjadi agenda bersama seluruh stakeholder. Tantangan utama dalam mewujudkan FOLU NET SINK 2030 adalah menjaga konsistensi dan komitmen bersama seluruh stakeholder.

"Inisiatif-inisiatif kebijakan dan kerja-kerja serta capaian-capaian dalam penurunan emisi karbon dan berbagai apresiasi yang ditelah didapatkan oleh Pemerintah Indonesia dari berbagai negara dan lembaga internasional selama satu dekade, merupakan modal penting dalam melanjutkan upaya pengendalian perubahan iklim yang lebih baik kedepan," pungkas Menteri Siti.


Salju Abadi Mencair Akibat Perubahan Iklim, Perbatasan Swiss dan Italia Bergeser

Ilustrasi Swiss dan Italia. (Dok. Google Maps)

Swiss dan Italia sepakat "menggambar ulang" sebagian perbatasan mereka di Pegunungan Alpen karena mencairnya gletser akibat perubahan iklim.

Sebagian besar perbatasan Swiss-Italia ditentukan oleh garis punggung gletser atau area salju abadi, namun mencairnya gletser telah menyebabkan batas alami ini bergeser.

Swiss secara resmi menyetujui perjanjian tentang perubahan tersebut pada hari Jumat (27/9/2024), namun Italia belum melakukan hal yang sama. Langkah ini menyusul rancangan perjanjian oleh komisi gabungan Swiss-Italia pada bulan Mei 2023. Demikian seperti dilansir BBC, Rabu (2/10).

Statistik yang diterbitkan September lalu menunjukkan bahwa gletser Swiss kehilangan 4 persen volumenya pada tahun 2023, kehilangan terbesar kedua setelah rekor pencairan tahun 2022 sebesar 6 persen.

Laporan tahunan diterbitkan setiap tahun oleh Jaringan Pemantauan Gletser Swiss (Glamos), yang mengaitkan rekor kerugian tersebut dengan musim panas yang sangat hangat berturut-turut, dan curah salju yang sangat rendah pada musim dingin 2022. Para peneliti mengatakan bahwa jika pola cuaca ini terus berlanjut, pencairan es akan semakin cepat.

Pada hari Jumat, Swiss mengatakan bahwa batas-batas yang ditetapkan ulang telah disusun sesuai dengan kepentingan ekonomi kedua belah pihak.

Memperjelas batas-batas akan membantu kedua negara menentukan siapa yang bertanggung jawab atas pemeliharaan wilayah alam tertentu.

Batas-batas Swiss-Italia akan diubah di wilayah Plateau Rosa, tempat perlindungan Carrel, dan Gobba di Rollin - semuanya berada di dekat Matterhorn dan resor ski populer termasuk Zermatt.

Perubahan batas yang tepat akan dilaksanakan dan perjanjian akan dipublikasikan setelah kedua negara menandatanganinya.


Mengurangi Gas Rumah Kaca

Duta Besar Jerman untuk Indonesia Ina Lepel (kiri), Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Alue Dohong (tengah) dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi (kanan) melakukan seremoni potong kue pada Perayaan Hari Persatuan Jerman (2/10/2024). (Liputan6.com/Siti Syafania Kose)

Tahun lalu, Glamos memperingatkan bahwa beberapa gletser Swiss menyusut begitu cepat sehingga tidak mungkin bisa diselamatkan, bahkan jika suhu global tetap berada dalam target kenaikan 1,5 Celcius sesuai Perjanjian Iklim Paris.

Para ahli mengatakan bahwa tanpa pengurangan gas rumah kaca yang terkait dengan pemanasan global, gletser yang lebih besar seperti Aletsch - yang tidak berada di perbatasan - bisa menghilang dalam satu generasi.

Sejumlah penemuan terjadi di gletser Swiss dalam beberapa tahun terakhir karena pencairan dan penyusutannya yang cepat.

Juli lalu, sisa-sisa manusia yang ditemukan di dekat Matterhorn dipastikan adalah pendaki Jerman yang hilang sejak 1986.

Pada tahun 2022, reruntuhan pesawat yang jatuh pada tahun 1968 muncul dari gletser Aletsch.

Infografis Pencegahan dan Bahaya Mengintai Akibat Cuaca Panas. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya