Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) merinci sejumlah program yang akan dilanjutkan di era pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Mulai dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) UMKM hingga sertifikasi produk UMKM.
Deputi Bidang Usaha Mikro Kemenkop UKM, Yulios mengatakan KUR UMKM yang dijalankan akan menggunakan skema baru. Yakni, inovasi credit scoring. "Beberapa hal yang akan dilanjutkan program KUR, setelah itu dalam prosesnya itu kita akan memakai analisis inovatif kredit scoring, nah ini menjadi kita terapkan," kata Yulius di Kantor Kemenkop UKM, Selasa (8/10/2024).
Advertisement
Kemudian, mendorong UMKM untuk memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB). Hal ini akan membuktikan UMKM untuk mengakses pinjaman untuk meningkatkan skala usahanya.
"Jadi ini tetap akan kita lakukan pada pemerintahan ke depan. Tentunya banyak hal juga yang akan tetap kita lakukan, misalnya bagaimana antara pengusaha besar," ujar dia.
Selanjutnya, ada sertifikasi produk UMKM yang juga dinilai penting untuk terus diperhatikan pemerintahan Prabowo-Gibran. Harapannya, itu bisa memperkuat daya saing produk di kancah global.
"Sertifikasi produk tetap akan kita dorong untuk meningkatkan produktivitas produk daya siang UMKM," tuturnya.
Ada Tantangan
Kendati begitu, dia menyadari ada sejumlah tantangan dalam pengembangan UMKM ke depannya. Misalnya, usaha mikro yang berjalan sebatas untuk bertahan hidup.
"Saya kira itu tantang terbesar untuk mendorong UMKM naik kelas skalanya sebagian besar survival kita berikan kemudahan akses," ucapnya.
Pada saat yang sama, ada tantangan pula bagi kelompok UMKM yang sudah mulai naik kelas. Terutama untuk mendorong tingkat pembayaran kewajiban pajaknya.
"Itu yang salah satu tantangan kita bagaimana memberikan UMKM kesadaran selain usaha yang mereka tekuni wajib membayar pajak sebagai kontribusi kepada negara," pungkasnya.
Dorong UMKM Naik Kelas, HIPMI Usul Perubahan Nama Kemenkop UKM
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Anggawira mendorong agar pemerintah ke depan bisa lebih memaksimalkan peran UMKM demi perekonomian Indonesia.
Dalam hal ini, ia berharap adanya gebrakan dari pemerintah, khususnya Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) yang menaungi geliat pelaku usaha UMKM.
"Kita ingin di pemerintahan ke depan sektor UMKM yang berada di bawah Kementerian Koperasi dan UKM, kementerian yang punya pilar penting di ekonomi memang lebih agresif," kata Anggawira dalam sesi bincang media di Jakarta, Kamis (25/7/2024).
Sehingga, ia menekankan agar Kementerian Koperasi dan UKM mampu memberikan respons yang tidak biasa-biasa saja. Terlebih di sektor usaha mikro yang saat ini masih terjebak dalam kesulitan akses pembiayaan.
"Harus ada yang mampu memberikan langkah agar ada suatu akselerasi. Jangan sampai usaha mikro kecil dan menengah ini hanya sebagai simbol," tegas Anggawira.
Bukan hanya sekadar jumlah, Anggawira menyebut yang juga perlu dibenahi yakni peningkatan kualitas UMKM demi menggapai cita-cita Indonesia Emas 2045.
Demi menunjang cita-cita tersebut, ia lantas mengusulkan agar Kemenkop UKM berganti nama menjadi suatu instansi yang lebih terarah untuk mendongkrak para pelaku UMKM.
"Nama Kementerian ini lebih baiknya ada perubahan nama, mungkin jadi Kementerian Peningkatan Kelas Menengah, whatever lah. Kalau sekarang targeting-nya kurang jelas apa, apakah hanya menambah dari sisi kuantitas, tapi dari sisi kualitas enggak bergerak," tuturnya.
"Kalau bicara jujur, dalam pilar ekonomi ini kan kita masih ditopang oleh pelaku kecil dan mikro. Padahal kalau mau naik ke negara industri harus banyaknya pelaku usaha menengah. Banyak yang bukan hanya mikro, tapi juga Informal. Ini tantangan," pungkasnya.
Advertisement
Target Kredit UMKM 30% Sulit Tercapai, Ini Penyebabnya
Sebelumnya, Kementerian Koperasi dan UKM masih sanksi jika target Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk penyaluran kredit UMKM oleh perbankan sebesar 30 persen pada 2024 bisa tercapai.
Plt Deputi Bidang UKM Kemenkop UKM Temmy Satya Permana bilang, target penyaluran kredit perbankan UMKM hingga 30 persen sulit tercapai karena bermacam faktor. Lantaran, ekspansi bisnis UMKM kini tengah melemah.
"Target 30 persen sulit achieve. Pasar memang lagi melemah sekarang. Ekspansi kredit bisa betul-betul dilaksanakan kalau pasar bergairah, betul-betul butuh suplai banyak. Suplainya siap, tapi pasarnya enggak siap terima. Demand-nya berkurang," ujarnya dalam sesi bincang bersama media di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Berkaca pada data penyaluran kredit UMKM di 2023 yang hanya 19,6 persen, Temmy menyebut masih ada sejumlah PR yang belum terselesaikan dengan baik. Khususnya terkait pengenaan suku bunga rata-rata untuk kredit non KUR masih terlampau tinggi, di atas 10 persen.
Kredit UMKM
Padahal, kredit UMKM mayoritas dinikmati oleh pelaku usaha skala kecil dan menengah yang bukan pemegang kredit usaha rakyat (KUR).
"Dari 19,6 persen itu, ternyata kredit kecil menengah menempati porsi yang besar, sebesar 53,79 persen. Artinya kalau kita bicara ada Rp 1.364 triliun kredit kepada UMKM, lebih dari 50 persen adalah kredit skala kecil dan menengah. Ini tidak ada insentif dari pemerintah," bebernya.
"Kalau mikro, itu ada KUR, PNM dan lain-lain. Sementara kecil dan menengah yang di atas Rp 500 juta itu diserahkan kepada rata-rata industri, kepada suku bunga perbankan normal," kata Temmy.
Menurut dia, pelaku UMKM skala kecil dan menengah masih terbebani oleh tingginya suku bunga kredit tersebut. Temmy lantas membandingkannya dengan beberapa negara tetangga Indonesia.
"Dari hasil yang disampaikan ke kami dari teman-teman, suku bunga untuk kredit kecil dan menengah masih relatif tinggi di tahun 2021, sebesar 8,59 persen. Sementara negara ASEAN seperti Malaysia 3,45 persen, Singapura 5,42 persen," terangnya.
Advertisement
Perlu Melakukan Kajian
Artinya, dia menambahkan, pemerintah perlu melakukan kajian kredit skala kecil dan menengah bisa diberikan semacam insentif maupun subsidi. Sehingga aksesibilitas penggunaannya bisa lebih tinggi.
"Walaupun jumlahnya hanya sekitar 250 ribu pelaku usaha untuk kecil menengah, tapi mereka kita harapkan bisa menjadi pendorong ekspor, termasuk penyerapan tenaga kerja," imbuh dia.
Nada pesimistis terhadap target kredit UMKM 30 persen pun dilontarkan Kementerian PPN/Bappenas, yang memprediksi realisasinya mentok di angka 24 persen. Di sisi lain, Kemenkop UKM masih menunggu realisasi realisasi penyalurannya hingga Desember 2024.
"Mudah-mudahan sih di akhir triwulan tiga ini ada perbaikan yang signifikan ya terhadap kondisi perekonomian kita. Karena biasanya menjelang pelantikan (kabinet Prabowo Subianto) ini pasar masih wait and see," tuturnya.
"Kebijakan 100 hari pertama biasanya yang bisa jadi trigger untuk teman-teman di pelaku ekonomi, baik perbankan maupun pelaku usaha," pungkas Temmy.