Liputan6.com, Cilacap - Rasa sedih bisa dialami oleh siapapun juga. Tak peduli saat kita kaya atau miskin. Tak peduli pula saat kita memiliki uang atau tidak.
Perasaan ini tak melihat itu semua. Tak terkecuali kesedihan ini yang dialami oleh ulama kharismatik asal Rembang, yakni KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha.
Dalam salah satu kesempatan tausiyahnya, Gus Baha mengisahkan kesedihan yang ia alami saat ibunya sedang sakit dan harus dirawat di rumah sakit.
Baca Juga
Advertisement
Meskipun sedih, sebab ibundanya sakit, namun Gus Baha merasa sangat senang sebab uangnya habis untuk membiayai ibunya di rumah sakit.
Simak Video Pilihan Ini:
Senang Uangnya Habis untuk Biaya Ibunya yang Sakit
Gus Baha menyampaikan ini dalam rangka membicarakan salah satu nikmat yang diberikan Allah SWT kepadanya. Pasalnya beliau diberikan kekuatan tatkala merawat ibunya yang sakit.
"Saya itu masih ingat, saya ini cerita tahadus binni’mah, saya dulu ya tidak begitu kaya, saya anyaran jadi kiai kan 2005, ibu saya sering sakit,” terangnya dikutip dari tayangan YouTube Short @Pengaosangusbaha, Selasa (08/10/2024).
Ketika itu kondisi ekonominya belum seperti saat ini. Belau juga belum sepopuler saat ini. Ketika itu dirinya hanya memiliki uang Rp5 juta dan habis untuk membiayai ibunya di rumah sakit. Uang miliknya ini hanya tersisa sedikit.
"Saya punya uang hanya 5 juta, membayar rumah sakit itu habis 4 juta atau berapa, pokoknya cuma kembali 100 ribu,” sambungnya.
Meski demikian, dirinya tidak menyesal sama sekali, bahkan sebaliknya merasa sangat senang. Pasalnya uang untuk membiayai ibu yang sakit bukan hal yang sia-sia, namun sangat besar pahalanya.
"Saya bilang begini sama santri yang saya suruh bayar, “Nak uang ini habiskan untuk bayar biaya ibu saya di rumah sakit,” terangnya
“Saya senang uang saya habis untuk orang tua, betapa hinanya aku kalau uang saya habis saya pakai ke bar atau hal lain yang tidak jelas," tandasnya.
Advertisement
Pahala Agung sebab Merawat Ibu yang Sakit
Menukil aluswah-tuban.com, merawat orang tua (khususnya ibu) yang sedang sakit menjadi bakti seorang anak terhadap orang tua yang sudah merawat dan membesarkan mereka. Tak sekadar itu saja, Allah SWT juga akan menjanjikan amalan surga bagi seorang anak yang dengan sabar dan ikhlas merawat orangtua yang sedang sakit.
Rasulullah pernah berpesan kepada Umar bin Khattab ra., “Akan datang padamu Uwais bin Amir bersama rombongan orang-orang Yaman dari kabilah Murad dari Qaran. Ia pernah mengidap kusta lalu sembuh dan meninggalkan bekas sebesar mata uang dirham.
Ia memiliki seorang ibu yang selalu ia rawat dan layani. Jika ia bersumpah atas nama Allah, maka akan dikabulkan sumpahnya itu. Oleh karenanya, jika kamu dapat meminta Uwais memohonkan ampunan untukmu, lakukanlah!”
Maka ketika Umar menjadi khalifah, setiap ada rombongan kafilah dari Yaman lewat, ia selalu bertanya adakah seseorang bernama Uwais ada di antara mereka. Hingga suatu hari, lelaki yang ditunggu itu muncul.
“Apakah betul kamu Uwais bin Amir?” tanya Umar.
“Betul,” jawab Uwais.
Khalifah Umar lalu menanyakan ciri-ciri yang ia dengar dari Rasulullah, dan lelaki tadi ternyata memiliki semuanya—persis seperti yang disampaikan oleh Rasulullah.
Khalifah Umar langsung meminta, “Mohonkanlah ampunan untukku.”
Uwais pun dengan senang hati mendoakan sang khalifah.
Lalu Khalifah Umar bertanya kembali, “Hendak pergi ke mana engkau Uwais?”
“Aku hendak pergi ke Kufah ya Amirul Mukminin,” jawab Uwais.
“Apakah aku perlu membuatkan surat khusus kepada pejabat Kufah terkait kedatanganmu?” Umar menawarkan.
Uwais dengan kerendahan hati menjawab, “Aku Iebih senang berada bersama rakyat biasa ya Amirul Mukminin.” (HR. Muslim no. 4613).
Sahabat Al Uswah yang berbahagia, itulah Uwais bin Amir yang lebih terkenal dengan nama Uwais Al-Qarni. Beliau adalah seorang tabi’in dengan kedudukan paling luhur, sesuai dengan sabda Rasulullah:
إِنَّ خَيْرَ التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
Sungguh sebaik-baik Tabi’in ialah seorang laki-laki yang dipanggil Uwais. Ia punya seorang ibu dan punya bekas kusta berwarna putih. Maka mintalah kepadanya untuk memohonkan ampun untuk kalian (HR. Muslim no. 2542).
Uwais lama tinggal di Yaman dan tak sempat berjumpa dengan Rasulullah hingga beliau wafat. Asbagh bin Zaid berkata bahwa alasan Uwais tidak bisa menemui Rasulullah di Madinah karena ia sibuk menjaga dan merawat ibunya di rumah.
Ulama hadis Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani menerangkan bahwa seorang sahabat adalah mereka yang berjumpa dengan Rasulullah dalam keadaan beriman kepadanya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Oleh karena itu, meski hidup semasa dengan Rasulullah, Uwais hanya dapat dikategorikan sebagai seorang Tabi’in.
Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul