UAH Wanti-Wanti Jangan Pakai Sajadah Seperti Ini saat Sholat, Kenapa?

UAH mengingatkan agar tidak menggunakan sajadah yang seperti ini

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2024, 01:30 WIB
Ustadz Adi Hidayat alias UAH. (YouTube Adi Hidayat Official)

Liputan6.com, Cilacap - Alas untuk sholat yang biasa disebut dengan sajadah memang jenisnya bermacam-macam. Ada yang empuk hingga saat dipakai kening tidak merasa menempel pada tempat sujud.

Adapula yang tidak empuk sama sekali hingga saat sujud kening kita benar-benar merasa menempel di tempat sujud.

Seiring semakin beraneka ragam produksi sajadah ini, Ustadz Adi Hidayat atau yang populer dengan akronim namanya yakni UAH mengingatkan agar membeli sajadah atau alas sujud yang baik.

Hal ini penting dalam kaitannya dengan ibadah sholat. Sebab sholat merupakan sarana interaksi antara seorang hamba dengan Allah SWT.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Jangan Gunakan Sajadah seperti Ini

Bursa Sajadah dengan koleksi terbaru varian sajadah yang semakin lengkap

Ustadz asal Pandeglang, Banten ini mengingatkan agar tidak menggunakan alas sujud atau sajadah yang terlampau empuk dan sampai-sampai kening tidak merasakan pertemuannya dengan tempat sujud.

“Jangan gunakan alas sujud yang terlampau empuk,” katanya dikutip dari tayangan YouTube Short @HIGAPHIGAP, Selasa (08/10/2024).

“Sehingga tidak terasa pertemuan kening dengan tempat sujud,” imbuhnya.

Menggunakan sajadah yang terlalu empuk, membuat saat kita sujud kening tidak terasa nempel alias ngambang. Meskipun bentuknya bagus, jikalau terlalu empuk maka sebaiknya jangan digunakan untk sholat.

“Karena itu saya sering koreksi sajadah yang kalau kita sujud itu tidak ada rasa nempel, kaya ngambang,” terangnya lagi.

“Jadi ibu kalau beli, lihat sajadah, teman-teman, jangan lihat bagusnya, lihat fungsinya, sajadahnya memang bagus, tapi nempelnya kaya bantal," paparnya.

“Begitu sujud, tidak bangun-bangun,” kelakarnya.

“Jadi tempatnya itu yang semakin rata dan membuat nyaman untuk sujud itu bagus,” tandasnya.


Sekilas tentang Sejarah Sajadah

Pengurus musala atau masjid umumnya menjelang bulan Ramadhan mengganti sajadah karpet dengan yang baru. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kata sajadah berasal dari bahasa Arab yakni sajjadah yang berarti alat ibadah berupa satu lembar kain atau karpet yang digunakan oleh umat Muslim, beberapa denominasi Kristen, dan umat Baháʼí dalam menjalankan ibadahnya.

Sajadah sendiri biasanya diletakkan di atas tanah atau lantai sebagai alas salat. Alas tersebut digunakan saat sujud dan duduk. Hal ini dilakukan supaya terhindar dari najis. Fungsi sajadah yang paling utama adalah menjaga kesucian dalam salat dan sepatu harus dilepas saat menggunakannya.

Banyak sajadah dibuat oleh tukang tenun di pabrik. Desain sajadah umumnya menggambarkan asal wilayah dan penenunnya. Sajadah umumnya dihiasi dengan bentuk-bentuk dan pola geometris. Selain itu, sajadah juga dihiasi dengan gambar yang mencerminkan markah tanah Islam, seperti Ka'bah. Tak hanya itu, sajadah sering dihiasi dengan simbol-simbol keagamaan yang berfungsi sebagai alat bantu untuk mengingat. Tetapi haram memuat gambar makhluk bernyawa. Sajadah sendiri banyak ditemukan di daerah Asia Tengah dan Barat.

Awal mula terbuatnya sajadah yakni pada masa Nabi Muhammad SAW yang berdoa di atas Khumrah atau tikar yang terbuat dari daum palem sebagai alas untuk kebersihan tempat untuk berdoa dan salat. Nabi Muhammad SAW berkata sajadah tidaklah hal yang wajib ada, sebagaimana yang dikatakan Nabi Muhammad SAW,

"Seluruh bumi telah dijadikan tempat sholat, kecuali kuburan dan kamar kecil" (Al-Tirmidzi),

Namun perkembangannya sangatlah pesat dan kini banyak digunakan di masjid, mushola, bahkan di setiap rumah-rumah umat Muslim.

Pada abad pertengahan, sajadah digunakan oleh orang-orang pinggiran di Kairo, Mesir untuk salat berjamaah. Dari situlah sajadah mulai dikenal oleh masyarakat Muslim dan terus mengalami perkembangan sampai saat ini.

Bahkan, sajadah telah digunakan di mana-mana dan oleh semua kalangan umat Muslim. Kini, sajadah telah mengalami modifikasi sedemikian rupa yang disesuaikan dengan budaya masing-masing tempat dan seni yang ada di tempat tersebut.

Padahal, awal mula pembuatan sajadah masih dengan desain yang serupa yakni desain pintu besar seperti pintu menuju surga dan selalu ada simbol mihrab dengan ceruk melengkung yang menyerupai pintu.

Penulis: Khazim Mahrur/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya