Liputan6.com, Jakarta - Kisah KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha, yang mengharukan ini bermula dari pengalaman pribadinya.
Dalam sebuah ceramah, Gus Baha mengenang saat-saat sulit ketika ibunya sering mengalami sakit. Ia mengingat, “Loh, saya itu masih ingat, kulo niki tak cerita kisah nyata. Ibu kulo sering gerah, pancen karena ditinggal bapak, mungkin wajar.”
Pada tahun 2005, Gus Baha mengungkapkan kondisi keuangannya yang tidak begitu baik. “Kulo pernah namung gadah duit namung Rp5 juta,” ungkapnya.
Ia menjelaskan bahwa saat itu ia harus membayar biaya di rumah sakit, yang menghabiskan seluruh uangnya. “Pas bayar rumah sakit itu Rp5 juta, sisa Rp100 ribu,” tambahnya.
Dikutip dari kanal YouTube @Pengaosangusbaha, Gus Baha menceritakan bagaimana ia menghabiskan uangnya untuk merawat ibunya. “Kulo ngomong ngene mbek santri sing tak prentah bayar, "Cung, duit iki entekno nggo bayar gerah ibu.” Ini menunjukkan betapa ia prioritaskan kesehatan ibunya meskipun harus mengorbankan segala yang dimilikinya.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Beruntung saat Duit Habis untuk Hal Baik
Dalam cerita tersebut, Gus Baha mengungkapkan rasa syukur yang dalam atas apa yang ia lakukan. “Aku seneng banget duitku entek keitung mbagusi (merawat) wong tua. Koyo opo hinane, nek uitku ntek go hal ra bener” Tentu, merawat orang tua adalah suatu kebanggaan tersendiri baginya.
Ia menyampaikan pengalaman mengharukan lainnya dari daerah Narukan, Rembang di tempatnya tinggal. Di sana, banyak orang yang terharu saat mendengar kisah seorang ibu yang meninggal dunia. “Ana ibu-ibu meninggal, anake ngomong lan sering ngeluh karena dunyane entek ngrumati ibu bareng,” ceritanya.
Gus Baha mengingatkan agar tidak merasa sedih dengan kondisi tersebut. “Ojo ngono, kowe sing bangga dunya entek nggo ngrumat ibu. Berarti entek fil ibadah,” tegasnya.
Pesan ini menunjukkan betapa pentingnya dan bermanfaat serta berharganya jika harta itu digunakan sebagai ibadah terlebih untuk usaha kesembuhan ibu atau orang tua.
Dalam ceramahnya, Gus Baha juga menjelaskan bahwa banyak yang salah memahami konsep kehilangan. “Koyo opo nak duit entek mergo katut wong nakal, katut judi,” jelasnya.
Gus Baha menekankan bahwa kehilangan tidak selalu berhubungan dengan kesedihan, melainkan bisa jadi bagian dari perjalanan ibadah yang lebih besar, bagaimana pula rasanya jika uang itu habis karena ikut judi atau maksiat.
Advertisement
Jangan Sampai Salah Gunakan Bahasa
“Dadi kita ini karena sering salah bahasa, kadang santri ngomonge ngono, wong tuaku loro (sakit) wis ngentekno dunya,” katanya.
Dia menekankan bahwa setiap perbuatan yang baik adalah investasi bagi kehidupan setelah mati. Banyak pula yang salah bahasa, bilang duit habis untuk ibu sakit. Hal ini menurut Gus Baha perlu diluruskan.
Ia berharap agar setiap orang tidak merasa putus asa jika menghadapi kesulitan. “Mestine jangan bahasa ngentekno dunyo. Dunyaku tak tasarufno ke hal yang benar, Alhamdulillah,” tutupnya.
Ini adalah pengingat bahwa apa pun yang kita lakukan untuk orang tua, akan selalu ada keberkahan di dalamnya.
Kisah Gus Baha ini bukan hanya sekadar pengalaman pribadi, tetapi juga menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Dalam setiap cobaan yang dihadapi, selalu ada hikmah yang dapat diambil, terutama dalam hal merawat orang tua.
Dengan semangat pengabdian kepada orang tua, kita diajak untuk lebih menghargai setiap momen yang kita miliki bersama mereka. Gus Baha mengingatkan pentingnya memberi yang terbaik kepada orang tua selama mereka masih ada.
Sebagai generasi penerus, kita harus meneladani sikap Gus Baha dan berusaha semaksimal mungkin dalam merawat orang tua kita. Dengan cara ini, semoga kita semua dapat meraih ridha Allah SWT dan kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Kisah ini seharusnya menjadi motivasi bagi semua untuk terus berbuat baik, terutama kepada orang tua. Semoga setiap langkah kita dalam merawat mereka mendatangkan pahala yang melimpah.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul