Liputan6.com, Jakarta Presiden Terpilih Prabowo Subianto berencana agar BUMN bisa bersaing sebagai secara korporasi dengan perusahaan swasta. Dia juga disebut ingin membuat BUMN tak bisa dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo mengungkapkan cara menuju ke sana dengan membentuk lembaga Dana Investasi Nasional (DIN). Menurutnya, rencana ini sudah disampaikan adik kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo.
Advertisement
"Saya tidak punya kewenangan untuk bercerita terlalu detail tapi yang sudah disampaikan oleh Pak Hashim itu intinya adalah kita pengen BUMN kita ini bisa lebih cepat. Jadi mungkin pengelolaan BUMN kita ini akan dilakukan betul-betul secara korporasi. Nah itu melalui dana investasi tadi," ujar Drajad usai Diskusi Indonesia Future Policy Dialogue, di Le Meridien, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Kendati begitu, dia tidak merinci bagaimana skema kerja dari DIN tadi. Dia menyampaikan soal dampak terhadap pengelolaan perusahaan pelat merah kedepannya.
Dia ingin BUMN bisa menjadi korporasi secara utuh, sehingga tidak diganggu oleh kepentingan politik. Pada ujungnya, akan bisa bersaing secara profesional sebagai korporasi dengan perusahaan swasta.
"Supaya pengelolaannya betul-betul korporasi supaya BUMN ini tidak terlalu banyak diganggu oleh unsur-unsur politik. Tidak terlalu banyak diganggu oleh unsur-unsur birokrasi sehingga nanti BUMN dan swasta bisa bersaing secara lebih fair sebagai korporasi. Kita berharap mereka akan seperti itu," urainya.
Dana Investasi Nasional tadi disebut sebagai cara untuk melakukan transformasi di tubuh perusahaan negara.
"Intinya beliau sudah menyampaikan ada dana investasi itu, itu adalah salah satu dari bagian kita untuk transformasi BUMN," pungkasnya.
Buru Pengemplang Pajak
Sebelumnya, Presiden Terpilih Prabowo Subianto disebut akan mengejar pendapatan negara dari sejumlah pengemplang pajak. Angkanya tak main-main, mencapai Rp 300 triliun.
Hal tersebut diungkap Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo. Menurutnya, ada potensi penerimaan negara yang masih bisa dikejar, termasuk dari pajak yang tidak dibayarkan.
"Ini bukan omon-omon, ini bukan bukan teori, jadi saya lihat sendiri ketika saya menjadi unsur pimpinan di salah satu lembaga yang bergerak di bidang kemanan nasional, nanti kita bisa ngecek orang sampai paling detailnya sampai kancing-kancingnya kita bisa tahu, itu ternyata memang masih ada sumber-sumber penerimaan negara," ungkap Drajad dalam diskusi Indonesia Future Policy Dialogue, di Le Meridien, Jakarta, Rabu (9/10/2024).
Dia mengatakan, ada selisih sekitar Rp 300 triliun dari kebutuhan belanja pemerintah pada 2025 mendatang. Menurut APBN 2025, belanja pemerintah tahun perdana pemerintahan Prabowo-Gibran ditentukan sebesar Rp 3.600 triliun, padahal kebutuhannya dihitung sebesar Rp 3.900 triliun.
"Jadi ada kurang Rp 300 triliun dan kebetulan itu kita juga menemukan ada pajak-pajak yang tidak terkumpulkan dan ada sumber-sumber yang belum tergali," ujarnya.
Advertisement
Tembus Rp 300 Triliun
Soal pajak yang belum dikumpulkan, misalnya berasal dari kasus-kasus hukum yang para pengemplang pajaknya itu dinyatakan kalah. Namun, para pelaku tersebut belum juga menyetorkan kewajiban pajaknya kepada kas negara.
"Jadi sudah tidak ada lagi peluang mereka, Mahkamah Agung sudah memutuskan selesai, finish, ya tapi mereka tidak bayar. Ada yang 10 tahun belum bayar, ada yang 15 tahun belum bayar. Itu jumlahnya juga sangat besar," urainya.
Dia mengamini angkanya sekitar Rp 300 triliun, senada dengan yang disampaikan Adik Kandung Prabowo, Hashim Djojohadikusumo. Menurutnya, angka tersebut valid karena berpatokan pada data yang jelas.
Meski demikian, Drajad menyebut angkanya berpeluang lebih besar dari Rp 300 triliun tadi. Mengingat ada kasus-kasus lainnya yang bisa turut berkontribusi ke penerimaan negara.
"Tapi intinya, yang disampaikan Pak Hashim itu, basisnya adalah data, sangat kredibel. Bahkan, saya sebenarnya ingin mengatakan jumlahnya sebenarnya lebih besar dari itu. lebih besar, cuma Pak Hashim sudah menyebutkan Rp 300 triliun kita pakai (angka) Rp 300 triliun," pungkasnya.