Rencana Superholding BUMN, Anak Buah Prabowo Subianto: Gak Bisa Saya Bocorkan

Konsep super holding BUMN telah diterapkan di Singapura melalui Temasek. Saat ini, benchmark Kementerian BUMN dengan konsolidasi perusahaan pelat merah pun disejajarkan dengan Temasek.

oleh Arief Rahman H diperbarui 09 Okt 2024, 18:15 WIB
Gedung Kementrian BUMN. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pembentukan super holding BUMN terus bergulir. Menyusul ada bocoran mengenai perubahan Kementerian BUMN menjadi Badan BUMN di masa pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Rencana yang sudah bergulir sejak masa Menteri BUMN pertama, Tanri Abeng itu semakin santer dibahas. Namun, Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo belum mau berbicara banyak soal Superholding BUMN.

"No comment," kata Drajad usai Diskusi Indonesia Future Policy Dialogue, di Le Meridien, Jakarta, Rabu (9/10/2024).

Asal tahu saja, konsep super holding BUMN telah diterapkan di Singapura melalui Temasek. Saat ini, benchmark Kementerian BUMN dengan konsolidasi perusahaan pelat merah pun disejajarkan dengan Temasek.

Drajad masih enggan berbicara banyak soal pembentukan Super Holding BUMN di masa pemerintahan Prabowo Subianto nantinya.

"Saya enggak bisa berkomentar, bukan sesuatu yang bisa saya bocorkan," kata dia.

Informasi, pembentukan super holding juga menjadi perhatian Menteri BUMN Erick Thohir. Salah satu transformasinya adalah menekan jumlah BUMN menjadi hanya 30 perusahaan pelat merah.

Super Holding BUMN di Singapura dan Malaysia

Diberitakan sebelumnya, dalam konteks organisasi, pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia memang berbeda dengan model pengelolaan BUMN di Malaysia dan Singapura.

Kedua negara ini mengelola BUMN di bawah Super Holding Company (SHC) yaitu Khazanah di Malaysia dan Temasek di Singapura. Sedangkan China, pengelolaan BUMN sektor non-finansial dikendalikan oleh SASAC.

"Badan ini hampir serupa dengan model Kementerian BUMN di Indonesia, di mana peran birokrasi masih cukup menonjol dalam pengelolaan dan pengawasan BUMN," tutur Pengamat BUMN Toto Pranoto Liputan6.com.

Toto menjelaskan, secara kinerja kemampuan Temasek dan SASAC sangat luar biasa. Tahun 2018 misalnya, total aset mereka mencapai USD 342 miliar dan keuntungan sebelum pajak (EBT) sebesar menyentuh USD 10,4 miliar.


Lantas, mengapa BUMN Indonesia relatif kalah bersaing dengan mereka?

Gedung Kementerian BUMN (dok: Humas KBUMN)

Toto bercerita, terdapat beberapa penyebab. Pertama, kesulitan menerjemahkan dual function BUMN sebagai agen pembangunan plus fungsi komersial.

"Keruwetan ini sering menimbulkan kegamangan bagi BUMN persero yang harus mengorbankan kepentingan komersial untuk kepentingan tugas negara (PSO). Sebagai perbandingan, di Malaysia fungsi BUMN yang berat dengan urusan PSO dikelola oleh Kementerian Teknis, tidak bergabung di Khazanah," ujarnya.

Daya Saing Lemah

Penyebab kedua, lemahnya daya saing BUMN diduga adalah banyaknya tumpang tindih (overlapping) peraturan/UU.

"Selain tunduk pada UU BUMN, maka perusahaan negara juga harus tunduk pada UU Keuangan Negara padahal terdapat pasal yang bertentangan," kata dia.

Kelemahan ketiga adalah rendahnya kualitas tatakelola perusahaan (GCG) yang terbukti atas beberapa kasus korupsi belakangan ini. Kualitas integritas sebagian pemimpin BUMN dan pengawasan dari Dewan komisaris bahkan terlihat lemah.

"Di Temasek, manajemen bekerja secara otonom dan hanya penunjukan pimpinan puncak Temasek yang memerlukan persetujuan Presiden. CEO Khazanah bertanggungjawab langsung kepada Perdana Menteri sehingga intervensi pihak lain terutama dari kalangan politik dapat diminimalisir," ulasnya.


Pelanggaran Hukum

Adapun di China sendiri kasus pelanggaran hukum oleh pejabat BUMN bisa dihukum maksimal sampai hukuman mati dan dijalankan dengan konsisten.

Dengan langkah Erick Thohir memangkas jumlah BUMN diharapkan kinerja perusahaan plat merah bisa lebih optimal dan efisien. Sehingga bukan hanya bisa berkontribusi lebih besar kepada masyarakat dan negara tetapi juga mampu bersaing di kancah global. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya