Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia diminta tegas menetapkan regulasi penggunaan BBM rendah sulfur untuk mengurangi polusi udara. PT Pertamina (Persero) disebut harus segera bersiap dalam implementasi tersebut.
BBM rendah sulfur jadi salah satu cara memenuhi penyediaan bahan bakar sesuai dengan standar Euro 4. Pada standar itu, diatur tingkat sulfur maksimal sebesar 50 ppm.
Advertisement
"Kewajiban pemerintah terutama Menteri ESDM, yang harus memastikan tersedianya pasokan BBM di seluruh Indonesia yang memiliki standar Euro 4 tadi," ujar Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin, dalam keterangannya, Rabu (9/10/2024).
Dia menyarankan, Kementerian ESDM menunjuk langsung Pertamina sebagai BUMN penyalur BBM untuk menyiapkan produksinya. Dengan landasan regulasi, Pertamina bakal menjalankan perintah tersebut.
"Menteri ESDM Pak Bahlil Lahadalia harus memerintahkan langsung ke Pertamina bahwa Pertamina hanya boleh memproduksi BBM yang memenuhi standar euro 4," ujar Safrudin.
Menanggapi hal tersebut, Corporate Secretary PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Hermansyah Y Nasroen menyampaikan, pemerintah telah mengatur regulasi BBM rendah sulfur bagi solar dan bensin.
Ketentuan itu tertuang dalam SK Dirjen Migas No. 447.K/2023 dan No. 110.K/2022, dengan target berlaku pada 1 Desember 2027 untuk solar dan 1 Januari 2028 untuk bensin.
"Saat ini, produk KPI yang kandungan sulfurnya di bawah 50ppm adalah Pertamax Turbo dan Pertamina Dex,” ujar dia.
Proyek Produksi BBM Rendah Sulfur
Hermansyah mengatakan, KPI telah menjalankan proyek sebagai tindak lanjut perintah itu. Misalnya, Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan yang direncanakan selesai pada tahun 2025 akan menghasilkan produk BBM dengan kualitas setara Euro5.
Proyek Pembangunan DHT
Lalu, proyek pembangunan unit Diesel Hydrotretaed (DHT) untuk memproduksi solar dengan kadar sulfur maksimum 50 ppm di Kilang Cilacap dan Kilang Dumai. Serta proyek pembangunan unit Gasoline Sulfur Hydrotreater (GSH) untuk memproduksi bensin dengan sulfur maksimum 50 ppm di Kilang Plaju dan Balongan.
"Proyek-proyek ini merupakan kontribusi KPI untuk mengurangi emisi dan bagian dari implementasi ESG dalam upaya menjadi perusahaan yang berwawasan lingkungan, bertanggung jawab sosial, serta memiliki tata kelola yang baik,” pungkasnya.
Advertisement
Kebijakan Pembatasan Beli Pertalite Dibarengi dengan BBM Rendah Sulfur, Meluncur Kapan?
Sebelumnya, Pemerintah berencana membuat sejumlah kebijakan terkait penjualan BBM bersubsidi Pertalite dan Solar. Mulai dari penyaluran BBM subsidi tepat sasaran dengan kadar sulfur lebih rendah. Hingga memasuki Oktober ini, wacana tersebut belum kunjung berjalan.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Agus Cahyono Adi mengatakan, aturan terkait program BBM subsidi tepat sasaran dan BBM rendah sulfur ini nantinya akan dimasukan dalam satu paket kebijakan.
"BBM rendah sulfur ini satu paket lah nanti dengan kriteria pengguna BBM subsidi," ujar Agus saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Butuh Kajian Panjang
Namun, paket kebijakan itu belum terlaksana lantaran proses penyusunannya memerlukan kajian panjang. Agus lantas mencontohkan soal pengelompokan konsumen yang berhak menenggak BBM subsidi.
Itu perlu disesuaikan dengan siapa saja penerima yang berhak sesuai dengan data milik pemerintah, hingga diukur berapa angka konsumsi BBM subsidi secara rata-rata.
"Ditentukan siapa sih yang berhak sesuai dengan kemampuan ekonomi, dan berapa sih mereka tuh dengan tingkat seperti itu konsumsinya berapa. Itu yang sedang dikaji. Biar nanti pelaksanaannya tidak pabalieut (memusingkan)," urainya.
Sedang Proses
Sementara untuk BBM subsidi rendah sulfur, pemerintah berupaya mendongkrak kadar sulfur lebih rendah agar emisi gas buang dari kendaraan bermotor semakin bersih. Pasalnya, BBM subsidi semisal Pertalite saat ini masih memiliki kadar sulfur tinggi dengan spesifikasi Euro 2.
"Itu adalah kebutuhan, bahwa kita sudah tahu kualitas udara kita jelek. Salah satu penyebabnya adalah BBM kita masih mengandung sulfur yang agak tinggi," kata Agus.
Namun, Agus belum bisa memastikan kapan dua kebijakan terkait BBM subsidi ini akan dikeluarkan. "Sedang proses," ungkapnya singkat.
Advertisement